Sakit

1.8K 275 5
                                    


.
.
.
.
.
Igel memeluk tubuh Rion yang masih gelisah, laki-laki mungil itu menggigit bibir bawahnya, matanya tidak lepas dari sosok Ares yang sudah tengah tidak sadarkan diri disofa ruang istirahat. Dia tidak menyangka akan kembali melihat Ares tumbang hari ini, setelah terakhir kali dia melihat Ares tumbang satu minggu sebelum cafe buka.

Igel menatap sekelilingnya, semua sedang berkumpul diruang istirahat, setelah tadi sempat panik karena mendengar suara benda jatuh disusul teriakan Rion. Leo dan Alta sesekali mengecek keadaan Ares yang masih belum juga sadar. Hadar masih menenangkan Rius juga Alden yang sempat menangis saat melihat sosok kakak mereka pingsan.

"Gimana Le?" Igel melihat Leo menghela nafas, Igel tau diantara yang lain Leo paling paham dengan tindakan pertolongan pertama.

"Tunggu sadar aja Gel, kayaknya mas Ares kecapekan." Ini pertama kalinya Leo melihat Ares pingsan, sebelumnya dia hanya akan melihat Ares sedikit terhuyung setelah mimisan.

"Demam?" Leo mengangguk.

"T-tapi bli Ares gak papa kan?" Igel mengelus kepala Rion. Dia tau Rion pasti masih syok dan panik karena dia melihat sendiri saat tubuh mungil bli kesayangannya itu luruh dan tertimpa beberapa kardus, karena tubuh Ares sempat menyengol tumpukan kardus yang belum sempat diangkat kedalam ruang penyimpanan.

"Gak papa, kamu gak usah panik lagi, udah." Rion menyembunyikan wajahnya dipundak Igel.

"Apa gak sebaiknya dibawa pulang aja Ares nya?" Semua mata menatap Alta yang sedang duduk dilantai.

"Ya udah, balik aja, tinggal dulu aja itu kardus yang belum diberesin, besok kita beresin lagi." Igel akhirnya memberi keputusan. Memang jika Ares tidak ada maka Igel atau Rion lah yang diberi wewenang untuk cafe.

"Yon, kamu siapin mobilnya, biar aku yang angkat bang Ares ke mobil." Rion mengangguk, dia segera beranjak setelah Igel melepaskan pelukannya.

"Gila panas banget badannya." Hadar terkejut dengan suhu tubuh Ares saat laki-laki itu menyentuh tubuh Ares. Padahal seingatnya tadi saat dia mengangkat Ares dan membawa tubuh mungil itu keruang istirahat, tubuhnya belum sepanas ini, bahkan terkesan dingin.

"Naik lagi?" Igel menatap Leo yang kembali menyentuh leher Ares.

"Gel, nanti kamu balik naik motor sama aku aja ya, biar Rion ikut mobil sama yang lain, kita mampir ke apotik." Igel mengangguk, dia mengambil tas milik Ares dan segera menyusul yang lain keluar.

"Sebenernya kamu itu kenapa bli?"
.
.
.
.
.
Igel memarkirkan motornya setelah Leo membuka pagar rumah, mobil milik Ares sudah terparkir disana. Igel langsung menyusul Leo yang sudah masuk kedalam rumah dan langsung menuju ke kamar Ares.

Kamar Ares yang biasanya selalu tertutup kini terbuka, semua penghuni rumah itu sedang ada didalamnya, menunggu sosok kakak tertu kedua mereka membuka mata.

"Kenapa a' Ares belum sadar?" Igel menggeleng menanggapi Alden yang sengaja berdiri didekat pintu.

"Tunggu diluar aja yuk, biarin Ares istirahat dulu." Ata tersenyum pada mereka, meminta mereka meninggalkan kamar Ares. Igel tau meskipun Alta tersenyum laki-laki itu juga tengan khawatir.

"Ya udah tunggu diluar dulu, biar nanti Leo sama Igel yang ngecek keadaan bang Ares." Hadar langsung merangkul Alden dan membawanya keluar kamar Ares disusul yang lainnya.

"Gel, mas Ares emang sering sakit ya?" Igel mengangguk, begitu pula Rion. Sejak mereka tinggal disini mereka sudah sangat sering melihat Ares sakit, meskipun hanya demam, tidak sampai pingsan seperti ini.

"Bli Ares sering banget demam." Leo mengernyit.

"Kalau mimisan?" Igel menggeleng, dia tidak pernah melihat Ares mimisan.

"Dua minggu terakhir ini aku sering liat mas Ares mimisan di cafe." Semua melotot mendengar ucapan Leo.

"Kenapa kamu gak bilang?" Leo menghela nafas.

"Mas Ares ngelarang aku buat bilang ke kalian."
.
.
.
.
.
Ares membuka matanya mengerjapkan sedikit saat menemukan langit-langit kamar nya. Dia menghela nafas, sepertinya dia merepotkan adik-adiknya tadi. Dia tidak mengingat apapun kecuali teriakan panik Rion sebelum pandangannya gelap.

Ares mengubah posisinya hingga duduk bersandar dikepala ranjang. Tangannya memijit pelan pelipisnya saat merasakan pening.

"Kamu ngerepotin mereka Res." Ares bergumam pada dirinya sendiri.

Cklek

Ares mendongak menatap pintu kamarnya yang terbuka, ada Leo dan Igel disana, keduanya langsung menyerbu masuk saat melihat Ares sudah sadar.

"Mas Ares, udah sadar? masih pusing gak?" Ares menggeleng saat tangan Leo menyentuh lehernya, laki-laki itu sedikit menghela nafas lega saat merasakan suhu tubuh Ares sudah menurun.

"Bli Ares kenapa? kok bisa sampe pingsan gitu?" Ares tersenyum pada Igel yang sudah duduk diujung ranjang.

"Gak papa Gel, cuma ngerasa pusing aja tadi."

"Mas mau makan apa nanti? biar aku buatin." Ares kembali tersenyum.

"Apa aja Gel, aku kan gak milih-milih." Igel mengangguk, dia menatap Leo yang jug tersenyum memandang Ares.

"Kalau mas sakit itu bilang, jangan dipaksa kayak tadi, kita bisa kok ngatasin cafe, lagi pula itu kan emang tugas kita mas." Ares menatap Leo yang mengomelinya.

"Maaf, aku pasti ngerepotin kalian ya?" Mendengar ucapan Ares sontak kedua pemuda itu langsung menggeleng.

"Bli gak ngerepotin kita, cuma bikin kita takut setengah mati." Ucapan Igel diangguki Leo.

"Apa lagi Rion yang ngeliat langsung mas pingsan." Ares menghela nafas, laki-laki itu memejamkan matanya.

"Jangan lupa Alden sama Rius yang sempet nangis liat bli pingsan tadi." Ares jadi semakin merasa bersalah pada adik-adiknya.

"Udah jangan dipikirin mas, sekarang mas istirahat aja, kalau sampai malem masih demam terpaksa kita bawa mas Ares ke rumah sakit." Ares menatap tidak suka pada Leo. Kerumah sakit adalah hal yang paling dibenci Ares.

"Gak usah ngadi-ngadi." Igel dan Leo tertawa pelan.

"Makanya istirahat bli, aku masakin bubur ya, biar habis itu bisa minum obat." Ares mengangguk, dia kembali merebahkan tubuhnya diranjang. Sebenarnya kepalanya masih pusing, tapi dia tidak ingin menunjukan pada adik-adiknya.

"Jangan sakit lagi bli, kita semua khawatir."
.
.
.
.
.
Alden masuk kedalam kamar Ares, tadi dia sudah meminta persetujuan Igel untuk tidur dikamar Ares, laki-laki itu mengijinkan karena sebenrnya sudah biasa Alden tidur dikamar Ares.

Alden memandang Ares yang sudah terlelap, tadi setelah makan malam Leo memaksa Ares untuk minum obat.

"A' Ares cepet sehat ya, jangan buat kita semua khawatir." Alden merebahkan tubuhnya disamping Ares, beruntung Ares tidak mudah terbangun saat tidur.

Ares membuka matanya saat Alden memeluk tubuhnya, itu cukup membuat Alden terkejut dan merasa bersalah.

"Maaf a', aku bangunin aa' ya?" Ares menggeleng, dia memang sudah terbangun dari tadi.

"Gak kok, aku udah bangun dari tadi dek." Ares mengelus rambut Alden. Adiknya yang satu itu memang terlalu lembut.

"Jangan sakit terus a', aku teh gak suka liat aa' sakit kayak gini." Ares tersenyum, dia memejamkan matanya mendengar ucapan Alden. Tangannya masih terus mengelus rambut halus milik Alden.

"Kamu yang harus jaga kesehatan dek, jangan sakit." Ares menatap Alden yang sudah memejamkan matanya, anak itu sudah tertidur.

"Aku juga gak pernah berharap buat sakit kayak gini dek."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang