Hadar dan Sirius

1.5K 303 18
                                    


.
.
.
.
.
"EYANG GAK MAU TAU, KAMU HARUS NURUT KALI INI!!?"

"AKU GAK MAU, DAN GAK AKAN PERNAH MAU!"

"KAMU TERLALU SERING BERGAUL DENGAN PARA SENIMAN ITU, HINGGA BERANI MELAWAN EYANG!"

"GAK USAH BAWA-BAWA MEREKA, EYANG YANG UDAH KETERLALUAN MAKSA KEHENDAK EYANG!"

"CUKUP, BERHENTI."

Plak

Seorang laki-laki bersurai merah tampak terkejut saat melihat tangan dari wanita yang dihormatinya mendarat dengan keras dipipi adiknya. Dia tidak menyangka bahwa eyang nya, wanita yang selama ini terlihat sangat lemah lembut baru saja menampar cucu bungsunya.

"Eyang apa-apaan?" Laki-laki itu segera menarik adiknya kebelakang tubuhnya. Dia tau adik sepupunya itu pasti terkejut dengan apa yang terjadi.

"Ha-hadar." Wanita itu menatap kedua cucu nya bergantian. Tangannya gemetar, dia sendiri tidak menyangka akan melayangkan tamparan pada cucunya.

"Eyang ngelanggar janji eyang sendiri." Hadar, laki-laki bersurai merah itu menatap eyangnya tajam. Laki-laki itu menggenggam tangan yang lebih muda untuk tetap dibelakang tubuhnya.

"Hadar maafkan eyang." Hadar tersenyum miring menatap eyangnya.

"Sesuai yang sudah pernah kita bicarakan dulu, sekali eyang berani mukul salah satu dari kita, itu akan jadi saat terakhir eyang ngelihat kita dirumah." Setelah mengatakan itu Hadar menarik tangan adik sepupunya untuk naik kekamarnya.
.
.
.
.
.
Hadar menarik ransel milik sepupunya dari dalam lemari, laki-laki itu memasukan beberapa pasang pakaian dan juga barang-barang berharga lainnya. Setelah selesai dia beralih pada ransel miliknya sendiri.

"Bang." Hadar menoleh saat mendengar suara lirih sepupunya.

"Lo gak papa kan?" Hadar mendekati sepupunya, mengangkat wajah sepupunya yang sejak tadi tertunduk. Dia menghela nafas saat melihat pipi kiri sepupunya itu memerah.

"G-gak papa bang." Hadar mengelus puncak kepala sepupunya.

"Gak usah nangis, gue gak suka liat lo nangis." Hadar mengusap lelehan air mata dipipi sepupunya.

"Kalau kita pergi, kita mau kemana bang?"

"Kemana aja asal gak di jakarta Ri, lo percaya sama gue kan?" Hadar melihat sepupunya itu mengangguk.

"Ayo." Hadar menyerahkan ransel berisi pakaian pada sepupunya, sedangkan dia membawa ranselnya sendiri. Hadar benar-benar akan membawa pergi adik sepupunya itu.
.
.
.
.
.
Azadi Hadar Hanif
Sirius Danish Yudanta

Dua orang sepupu dengan sifat yang sangat bertolak belakang. Lahir ditengah keluarga berada, tidak membuat kehidupan mereka ditentukan seperti kebanyakan orang. Mereka berdua diberi kebebasan untuk memilih menjadi apa yang mereka inginkan. Tapi itu dulu saat keluarga mereka masih bahagia, masih utuh. Saat mereka masih anak-anak yang polos.

Saat mereka beranjak remaja, mereka kehilangan segalanya. Sebuah kecelakaan pesawat menewaskan kedua orang tua mereka. Sejak saat itu mereka tinggal bersama kakek dan nenek mereka. Tinggal dengan kakek yang keras membuat semua mimpi mereka harus terkubur, jalan mereka mulai ditentukan. Jika mereka menolak mereka akan mendapat hukuman.

Hadar tidak pernah suka jika sirius, adik sepupunya dihukum. Hingga akhirnya dia membuat perjanjian degan neneknya setelah sang kakek wafat. Tidak boleh ada kekerasan di rumah itu, sekali saja terjadi kekerasan fisik maka mereka akan pergi dari rumah itu. Yang secara otomatis semua harta peninggalan orang tua mereka tidak akan bisa digunakan.
.
.
.
.
.
Hadar menatap Sirius yang tertidur disebelahnya dengan kepala bersandar di pundaknya. Sepupu kecilnya itu tampak lelah, Hadar tau tidur dengan posisi duduk sangat tidak nyaman.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang