Rencana pernikahan

856 178 5
                                    


.
.
.
.
.
Sudah tiga hari dan Alden juga Hadar masih setia mendiamkan Ares. Ares sudah berkali-kali mencoba berbicara pada mereka tapi tidak membuahkan hasil. Hingga Ares memilih untuk ikut diam, mungkin akan dia coba lagi nanti.

Igel, Rion dan Alta tau ada yang berbeda dengan tiga orang itu, tapi mereka tidak tau apa yang terjadi. Baik Hadar, Alden maupun Ares tidak mengatakan apapun saat ditanya. Terasa aneh saat tiga orang yang biasanya saling menempel justru terlihat menjaga jarak.

"Bang, eyang dateng hari ini kan?" Rius menghampiri Hadar dikamarnya, dia sedikit mengernyit saat melihat tas milik Ares tergeletak rapi di atas sofa.

"Iya, baru berangkat katanya." Rius mengangguk, dia menatap lekat pada Hadar.

"Lo masih diemin bang Ares ya?" Hadar hanya menghela nafas kasar, dan itu sudah memberi jawaban untuk Rius.

"Mau sampe kapan bang? waktu itu lo marah pas kita gak sengaja diemin bang Ares karena kesel, sekarang lo malah sengaja diemin dia." Hadar menatap wajah Rius.

"Gue gak tau Ri, rasanya gue masih kesel karena bang Ares gak kasih tau soal itu." Rius mendengus kesal mendengar jawaban Hadar.

"Terus rasa kesel lo lebih besar dari rasa sayang lo ke bang Ares gitu?" Hadar menggeleng kecil.

"Gak gitu Ri, gak tau kenapa tiap gue liat bang Ares gue kebawa kesel aja." Rius menghela nafas.

"Jangan terlalu lama kesel sama bang Ares bang, lo tau sendiri bang Ares gimana." Hadar berdehem membuat Rius menghentikan pembicaraannya. Mereka bahkan tidak menyadari bahwa Ares mendengarkan semua obrolan mereka dengan senyum sendu.

"Hah, tindakan ku salah ternyata."
.
.
.
.
.
"Harus banget hari ini ya bli?" Igel berseru tidak setuju saat Ares mengatakan dia akan kembali lebih dulu ke pare. Bukan hanya Igel, bahkan Rion dan Leo juga memasang ekspresi tidak setuju.

"Papa minta aku ke surabaya besok, kayaknya penting, karena papa gak bakal maksa aku balik kalau gak penting." Igel berdecak.

"Tapi gak harus hari ini juga bli, apa lagi bli berangkat sama kereta malem." Ares tersenyum, pemuda mungil itu mendekati Igel dan menepuk pundaknya.

"Gak papa, lagi pula aku langsung ke surabaya Gel." Ares tau Igel khawatir padanya, tapi ya mau bagaimana lagi, dia ada urusan disurabaya.

"Mas, kita temenin ya?" Ares menggeleng, dia menatap ke arah Leo dengan senyum.

"Gak usah, kalian disini aja bantu Hadar sama Alden." mendengar itu Leo mendengus kesal, membuat Igel dan Rion semakin yakin kalau ada yang berbeda dengan hubungan Ares dan kedua laki-laki tinggi itu.

"Bli, beneran cuma di surabaya kan?" Ares mengangguk.

"Setelah urusan disurabaya selesai, aku langsung pulang ke pare, jadi gak usah khawatir." Ares mencoba meyakinkan ketiganya.

"Bli yakin gak perlu kita temenin?" Ares kembali menggeleng.

"Gak usah, kalian disini aja, aku kan lagi kasih kalian libur." Igel, Rion dan Leo mendengus keaal.

"Libur sih libur, tapi rasanya kayak dibuang jauh." Ares tertawa mendengar ucapan Rion.

"Jangan kasih tau yang lain, biar aku kasih tau sendiri aja, lagian aku berangkat malem."
.
.
.
.
.
Ares berjalan mendekati Alta yang berdiri di dapur, laki-laki sedang membantu nenek Alden untuk membuat kue, karena nenek Hadar dan Rius akan datang hari ini.

"Ta." Alta terkejut saat Ares tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang.

"Kamu ini kebiasaan, Res, ngagetin aja." Ares tertawa ringan saat Alta menggerutu.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now