Syukurlah, cuma prank

919 197 4
                                    


.
.
.
.
.
"Kenapa kalian gak panik? Apa yang kalian sembunyiin?"

Alta menatap tajam pada Igel, Rion juga Hadar yang tampak santai meskipun Ares menghilang. Padahal biasanya duo soulmate itu akan jadi yang paling panik saat Ares tidak ada dalam jarak pandang mereka.

Pertanyaan Alta sukses membuat yang lain ikut menatap pada ketiganya. Memang jika dilihat sejak tadi, mereka bertiga tidak memberikan respon apapun atas hilangnya Ares.

"Bang, kalian beneran tau dimana bang Ares?" Hadar mengalihkan pandangannya saat mendengar Rius bertanya.

"Bli Ares pergi." jawaban Rion membuat semua mata tertuju padanya.

"Kemana?" Rion mengedikan bahunya.

"Gak tau, bli Ares cuma bilang kalau dia mau pergi." Alta langsung menatap Hadar begitu Rion menyelesaikan ucapannya.

"Tas nya Ares, masih ada dikamar kan Dar?" Hadar menggeleng, membuat mata Alta melotot tidak percaya. Laki-laki itu langsung berlari kearah kamar Hadar, dan berharap semoga dugaannya salah.

"Mas?" Igel tidak tega melihat Alta terduduk di ranjang kamar Hadar, saat tidak menemukan tas milik Ares disana.

"Dia kemana Gel? Apa dia marah sama kita?" Igel mengerjap saat melihat air mata keluar dari mata bulat milik Alta.

"Mas.." ini pertama kalinya mereka melihat Alta menangis, dan itu cukup mengejutkan mereka. Hanya karena tidak menemukan Ares, Alta bisa menangis seperti ini.

"Aa' teh kemana? Apa a' Ares pulang duluan?" Igel menggeleng.

"Ayo pulang ke jawa Gel, kita cari mas Ares!"
.
.
.
.
.
Ares menatap tidak percaya pada meja dihadapannya yang penuh dengan berbagai macam makanan yang dipesan oleh Angga.

"Om yakin mau habisin semua ini?" Angga tersenyum menatap Ares.

"Bukan om tapi kita." Ares meneguk ludahnya kasar, mana bisa dia makan sebanyak ini.

"Om, tapi ini porsi makan untuk sepuluh orang, apa perlu aku minta Igel sama Rion kesini?" Damar menepuk kepala Ares, membuat Ares menatap kearah pria itu.

"Gak perlu Res, kita bertiga pasti bisa habisin itu." Ares tersenyum canggung kemudian menggeleng.

"Kalau om Damar sama om Angga bisa, silakan, tapi saya gak bisa om, itu terlalu banyak." Angga memicing menatap Ares.

"Jangan bilang apa yang di bilang Igel sama Rion bener?" Ares hanya menatap bingung, apa yang dikatakan dua anak itu pada orang tuanya.

"Maaf om?"

"Porsi makanmu lebih sedikit dari pada balita, bener?" Ares menggaruk lehernya yang tidak gatal, dia seperti maling yang kepergok.

"Saya gak bisa makan banyak om." Damar menghela nafas, dia mengkode Angga agar tidak melanjutkan pembahasan.

"Ya udah, makan aja dulu, kalau gak habis bungkus bawa pulang, kasih ke Igel sama Rion." Angga akhirnya mulai menyentuh makanan yang dipesannya.

"Makan Res, saya bilang ke Igel kalau mau ajak makan kamu, jadi kamu harus makan." Damar menepuk pundak Ares saat laki-laki mungil itu hanya menatap pada makanan dihadapannya.

"I-iya om." dengan terpaksa Ares menyentuh udang krispi yang ada disana, hanya udang dan cumi-cumi yang bisa Ares makan, karena selebihnya ada menu dengan ikan sebagai olahannya.

"Kenapa kamu gak makan ikannya Res?" Ares yang sedang mengunyah udang krispinya tampak terkejut.

"A-anu om, saya gak makan ikan." mata Angga langsung melebar. Dia baru ingat bahwa Igel sudah mengingatkannya bahwa Ares tidak suka makan ikan.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now