Alasan eyang

847 187 16
                                    


.
.
.
.
.
Igel menatap tidak percaya pada Ares, saat laki-laki mungil itu dengan sangat ringan mengatakan bahwa dia memaafkan ardi, ayah dari Alden. Bahkan setelah laki-laki itu hampir membunuhnya. Igel pernah berfikir bahwa dia hanya akan mengenal satu saja orang naif, yang akan selalu memaafkan kesalahan orang meskipun orang itu sudah mencelakainya. Igel pikir hanya Rion yang seperti itu, ternyata Ares juga. Pantas saja dulu Amel selalu khawatir pada Ares, meskipun dia tinggal bersama ayahnya.

"Kamu kenapa Gel?" Ares yang saat ini masih duduk diranjang menatap bingung Igel yang masih menatap tajam kearah pintu yang sudah tertutup rapat.

"Bli, bli beneran maafin dia?"  Ares mengangguk.

"Kenapa? dia udah hampir bunuh bli!" Ares tersenyum, dia tau Igel sedang kesal.

"Gak tau, rasanya kalau pun aku gak maafin om ardi gak akan ada untung nya buat aku Gel, ditambah aku gak mau liat Alden marahan sama ayahnya." Ares bisa melihat Igel bersungut kesal.

"Ada untungnya kan aku maafin om Ardi, Alden jadi bisa nolak perjodohan itu." Igel mengangguk. Ares memang meminta syarat saat memaafkan Ardi, yaitu membebaskan Alden dari perjodohan yang sudah mengikat laki-laki tinggi itu sejak bayi.

"Iya sih."

"Gel, besok aku mau nemenin Hadar sama Rius ke jakarta, aku titip yang disini ya." Igel mendelik saat mendengar ucapan Ares.

"Besok banget? bli keadaan bli aja masih lemes gini." Ares kembali tersenyum.

"Besok juga udah gak."
.
.
.
.
.
Pagi ini Hadar sudah bersiap untuk berangkat ke jakarta bersama Rius, Ares juga Leo. Ya Leo memaksa ikut dengan alasan akan meminta restu. Mereka sudah mengatakan niat mereka itu pada nenek Alden, dan beliau menyetujui nya, karena beliau juga ingin melihat Alden bahagia.

Niat awalnya mereka akan naik kereta dari bandung ke jakarta, tapi dengan sangat baik hatinya nenek Alden melarang dan justru meminta mereka memakai salah satu mobil miliknya, agar lebih hemat dan cepat katanya.

"A' Ares." Ares menoleh saat melihat Alden melongokan kepalanya diantara pintu.

"Masuk sini, kenapa cuma ngintip?" Alden langsung berjalan mendekati Ares, memeluk laki-laki mungil itu sambil cemberut.

"Kenapa sih Alden gak boleh ikut?" Ares tertawa, dia menangkup wajah Alden gemas.

"Dek dengerin, aku udah maafin ayah mu, jadi kami harus maafin beliau juga, dan lagi nanti malem kamu harus ikut ayah mu buat dateng kepertemuan itu, dan kamu bisa nolak perjodohan itu, itu yang ayahmu janjiin ke aku semalem." mata Alden berkedip imut, dia masih mencerna ucapan Ares.

"Ayah bolehin aku nolak perjodohan itu?" Ares mengangguk.

"Iya dek, nah karena masalah perjodohan mu selesai, sekarang giliran aku bantu Hadar sama Rius buat damai sama neneknya." Alden terpekik senang, dia langsung memeluk erat tubuh Ares.

"Makasih aa'." Ares hanya bisa tertawa.

"Dek, aku gak bisa nafas loh." Alden langsung melepaskan pelukannya dari tubuh Ares dan tertawa canggung.

"Hehehe maaf atuh a'." Ares hanya mengangguk, dia baru saja akan meraih tasnya dan membawanya keluar saat Alden dengan tidak sopannya mengecup pipi Ares.

Cup

"Makasih, sayang deh sama aa'." Alden langsung melesat keluar kamar saat Ares masih terdiap karena terkejut.

"Astaga Aldebaran!"
.
.
.
.
.
Ares keluar dari kamar dengan wajah cemberut, dia kesal karena Alden mengecup pipinya tiba-tiba. Dia pasti akan digoda habis-habisan oleh yang lain setelah ini.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now