Leo

1.5K 303 23
                                    


.
.
.
.
.
Seorang laki-laki bersurai pirang tampak mengepalkan tangannya kesal. Dihadapannya ada seorang laki-laki dewasa yang terlihat sedang marah.

"Kamu itu gimana sih Le, kamu saya percaya tapi malah kamu rusak kepercayaan saya!" Laki-laki pirang itu memejamkan matanya.

"Saya sudah bilang ke bapak, bukan saya yang ambil." Laki-laki dewasa dihadapannya itu mendengus.

"Terus kalau bukan kamu siapa? yang tau pemasukan kasir cuma kamu Leo."

"Seminggu ini saya bahkan gak dapet jatah jaga kasir pak." Bagaimana pun kerasnya laki-laki bernama Leo itu membela diri, laki-laki yang tidak lain adalah pemilik cafe tempatnya bekerja itu tetap tidak percaya.

"Udah lah, kamu mulai besok gak usah kerja lagi, bisa rugi saya kalau kayak gini terus." Leo mengeratkan kepalan tangannya.

"Kalau perlu sekarang saya pergi pak, gak perlu besok!" Leo beranjak dari hadapan bosnya, laki-laki itu segera menuju ruang istirahat melepas seragamnya dan menggantinya dengan kaos sebelum beranjak keluar dari sana.

Beberapa pegawai cafe yang melihat hal itu menatap tidak percaya pada Leo saat laki-laki itu melangkah keluar ruang istirahat dengan tas dibahunya. Semua tau Leo adalah pegawai yang rajin dan jujur, meskipun sedikit julid.

"Le, kowe tenan arep metu teko kene (kamu bener mau keluar dari sini)?" Leo mengangguk, dia juga tidak mau berada ditempat dimana di dihina.

"Pamit yo mas." Leo segera keluar dari cafe, menaiki motornya menjauh.

"Duh, aku bayar kos bulan depan gimana ya." Leo bergumam, dia menepikan motornya didepan sebuah gerobak penjual mie goreng langganannya. Matanya tidak sengaja melihat dua manusia yang sangat dikenalnya sedang mengantri.

"Rion, Igel."
.
.
.
.
.
Leo Dananjaya Hartadi

Laki-laki tampan yang memilih merantau kepare dari pada dinikahkan dengan putri kepala desa di kampungnya. Leo memang memiliki wajah yang sangat tampan meskipun kadang terlihat manis disaat bersamaan.

Leo selalu menganggap dirinya yatim piatu, ibunya meninggal saat dia duduk dibangku sma, sedangkan dia tidak tau dimana ayahnya. Dulu setiap Leo bertanya pada sang ibu tentang ayahnya, ibunya selalu menjawab ayahnya sedang bahagia bersama pilihannya. Leo dulu selalu bertanya-tanya pilihan apa yang membuat ayahnya tidak pernah pulang. Hingga Leo mengerti semuanya saat sang ibu meninggal, ibunya meninggalkan sebuah surat untuknya, disana sang ibu mengatakan untuk tidak pernah mencari sang ayah, ibunya bilang sang ayah lebih memilih tuhannya juga wanita pilihan orang tuanya.

Sejak ibunya meninggal, Leo mulai bekerja untuk menyambung hidupnya, meskipun tabungan yang ditinggalkan ibunya cukup banyak untuk menghidupinya. Leo menyewakan rumah peninggalan ibunya, sebelum dia pergi kepare, dari sana lah setiap tahun Leo akan mendapat uang.
.
.
.
.
.
"Rion, Igel!" Kedua manusia yang namanya dipanggil menoleh kearah Leo, mereka berkedip.

"Oi Leo, lama gak ketemu." Leo tersenyum, dia duduk dihadapan Igel dan Rion setelah memesan.

"Apa kabar kalian?"

"Baik, kamu sendiri gimana?" Leo mendengus, hal itu membuat Igel sadar ada yang salah dengan temannya satu ini. Igel baru sadar bahwa Leo tidak memakai seragam kerjanya, ditambah ini bukan jam dimana pekerjaan laki-laki itu sudah selesai.

"Kenapa?" Leo menatap Igel.

"Aku lagi kesel nih Gel, sumpah bos ku bener-bener ngeselin, masa aku dipecat karena masalah yang gak aku perbuat." Igel mengerjap, Leo dipecat? orang serajin Leo.

"Kok bisa?"

"Masa aku dituduh ngambil uang kasir, padahal aku aja gak ada jaga kasir seminggu ini." Rion yang mendengarkan keluhan Leo memasang ekpresi bingung.

Rumah BintangDonde viven las historias. Descúbrelo ahora