Hilang

953 182 2
                                    


.
.
.
.
.
Hadar dan Leo sedang bermain game online dihp masing-masing saat mereka mendengar suara teriakan Alden, Alta dan Rius dari arah belakang.

"Ada apa?" Leo menatap Hadar yang juga menatapnya. Leo langsung bangkit dan berlari kebelakang, sedangkan Hadar lebih dulu menghitung jam. Hadar tersenyum simpul saat waktu yang dihitungnya tepat.

"Ada apa?" Hadar muncul dibelakang Leo, yang sedang menunduk dihadapan Alta.

"Ya tuhan bang Ares." Hadar langsung mengambil alih Ares dan membawanya masuk kedalam kamar. Yang lain tampak mengikuti Hadar dari belakang dengan panik.

Hadar mencoba membangunkan Ares dengan mengusapkan minyak kayu putih pada hidung laki-laki mungil itu.

"Aku kasih tau Igel dulu." Alta beranjak keluar dari kamar Hadar untuk menghubungi Igel.

"Abang?" Rius tampak menggenggam tangan Ares yang terasa dingin, begitu pula Alden yang sudah menangis di pinggir ranjang.

Hadar yang tidak tega melihat Alden menangis langsung menarik laki-laki itu kedalam pelukannya.

"Bang Hadar, semalem sama tadi pagi, abang lihat bang Ares minum obat gak?" Leo sedikit terkejut saat mendengar Rius menanyakan soal obat pada Hadar.

"Tadi pagi udah." Rius menggigit bibirnya panik.

"Terus kenapa bang Ares drop gini?" Rius menunduk, air matanya mengalir saat melihat wajah Ares yang terlihat pucat.

"Igel sama Rion bakal dateng bawa dokter." Alta masuk kedalam kamar Hadar dengan tangan yang menggenggam hpnya.

"Ares kenapa?" Hadar menghela nafas saat Alta menatap lekat padanya.

"Kayaknya bang Ares udah sakit dari kemarin, semalem bang Ares demam." Alta menggigit bibir bawahnya saat mendengar ucapan Hadar.

"Kenapa kita bisa gak tau kalau Ares sakit sih."
.
.
.
.
.
Igel mengendarai mobilnya dengan santai, dia sama sekali tidak panik karena ini sudah jadi bagian dalam rencananya. Waktunya pun tepat, sesuai dengan yang sudah Igel dan Hadar perhitungkan.

"Kamu kok bisa ya, santai gitu?" Igel menatap ayahnya malas. Ya sesuai rencana Igel akan datang bersama ayahnya, sebagai seorang dokter.

"Kamu cuma kasih satu aja kan?" Igel mengangguk, dia juga tidak mungkin membahayakan Ares dengan memberinya lebih dari satu butir obat.

"Cepetan Gel, nanti mereka curiga kalau terlalu lama." Igel mengalah, dia segera menginjak pedal gas dan membuat mobil semakin cepat.

"Ayah inget, jangan ketawa." Rion menatap ayahnya bingung. Igel tidak apa tapi ayahnya bukan orang yang bisa menahan tawa.

"Tenang aja, ayah sudah jadi dokter yang baik."
.
.
.
.
.
Brak

Igel membuka pintu rumahnya dengan kasar. Dia terlihat sangat khawatir, dibelakangnya ada Rion dan sang ayah yang membawa serta tas kerjanya.

"Kenapa bisa gini?!" semua menunduk mendengar pertanyaan Igel, mereka jelas tidak bisa menjawab.

"Bisa tolong bawa mereka semua keluar Gel, biar ayah periksa temen mu dulu." Igel mengangguk, dia langsung mendorong semua yang ada dikamar Hadar keluar dari sana. Kecuali Hadar dan Rion pastinya.

"Pas enam jam?" Hadar mengangguk. Beruntung kamar yang ditempati Ares dan Hadar itu kedap suara.

"Udah sejam, tinggal empat jam lagi baru sadar." Rion bergumam lirih. Sekarang pukul 3 sore, jadi perkiraan Ares sadar adalah pukul 7 malam.

"Dia yang kalian ceritain Gel?" Igel dan Rion mengangguk serempak.

"Kalian harus bantu dia sembuh, bujuk dia buat berobat." Igel dan Rion kembali mengangguk. Begitu pula Hadar.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now