Curhat

1.3K 251 9
                                    


.
.
.
.
.
Ares melangkah pelan menuruni tangga, dia tidak bisa tidur, sedangkan Rion sudah terlelap dikamarnya. Ares melihat lampu dapur masih menyala, dia mengernyit, siapa yang ada didapur pukul tiga pagi begini.

"Igel?" Laki-laki yang tengah berdiri didepan kulkas itu menengok saat namanya dipanggil.

"Bli Ares, kenapa belum tidur?" Ares mencibir, dia menatap Igel lekat.

"Kamu sendiri kenapa belum tidur juga? kan tadi aku nyuruh kamu tidur." Ares melihat Igel menghela nafas. Sejujurnya Ares sangat tau alasan Igel tidak tidur, pasti karena tidak ada Rion.

"Gak bisa tidur bli." Ares tersenyum samar.

"Ada apa? mau cerita?" Igel langsung menatap Ares yang tengah tersenyum padanya.

"Kalau mau cerita aku dikamar belakang." Ares menepuk pundak Igel saat laki-laki itu hanya terdiam ragu.

Ares meninggalkan Igel didapur sendirian, laki-laki itu memilih untuk masuk kekamar kecil yang sengaja dia jadikan tempatnya bersembunyi.

Ares menatap ruangan itu sendu, dulu ruangan ini adalah tempat dimana ibunya bekerja menggambar sesuatu. Ares jadi rindu pada ibunya, mungkin nanti dia akan mampir kemakam ibunya.

"Bli." Ares menoleh kearah pintu, ada Igel berdiri disana dengan tangan membawa nampan berisi dua gelas teh hangat.

"Aku mau cerita bli." Ares tersenyum dia mengkode Igel untuk duduk bersamanya.

"Ada apa?" Igel menghela nafas kasar.

"Aku bingung sama Rion bli, dia sebenernya kenapa? tiba-tiba ngambek gitu." Ares tersenyum mendengarkan Igel yang mulai bertanya tentang sikap Rion.

"Kamu ada masalah sama dia?" Igel menggeleng, dia merasa tidak melakukan kesalahan apapun pada Rion, bahkan kemarin pagi saat mereka berangkat ke cafe Rion masih biasa saja.

"Memang sejak kapan Rion mulai badmood?" Igel kembali menggeleng.

"Seingat ku waktu dicafe masih biasa aja bli, cuma mendekati cafe tutup, ya bli tau sendiri tadi." Ares mengangguk.

"Mungkin Rion lagi kesel atau apa sama salah satu diantara kita Gel." Igel mengacak rambutnya kesal.

"Tapi siapa bli? tapi yang pasti dia juga kesel sama aku." Ares terkekeh melihat Igel yang terlihat frutasi karena dijauhin Rion.

"Ya mana aku tau Gel, yang pasti Rion bukan kesel sama aku." Ares meraih gelas berisi teh hangat dan meminumnya. Igel mendegus kesal mendengar penuturan Ares.

"Diluar hujan?" Igel mengangguk, itu lah salah satu alasan kenapa dia membuatkan teh hangat untuk Ares.

"Terus Rion kenapa bli?"
.
.
.
.
.
Hadar membuka matanya tiba-tiba, nafasnya sedikit tersengal karena mimpi buruk yang baru saja dia alami. Hadar bangkit, dia mengusap wajahnya kasar, jika sudah seperti ini dia tidak akan bisa kembali terlelap.

Hadar memutuskan untuk keluar dari kamarnya, dia melihat jam yang terpasang didinding dapur, pukul 4 pagi. Masih terlalu pagi untuk bangun sepertinya, ditambah hujan yang mengguyur deras, membuat suasana semakin dingin. Hadar mengernyit saat telinganya mendengar suara umpatan diiringi tawa sesudahnya, apakah ada yang sudah bangun sepagi ini?

Hadar melangkah kekanan, kearah ruang tamu, tapi lampu disana mati, tidak ada cahaya apapun kecuali pantulan dari lampu dapur dan kamar mandi.

"Siapa yang ketawa seperti itu?"

"Tapi tawanya dari belakang deh." Hadar mencoba mengikuti sumber suara, dia berhenti didepan sebuah pintu geser dibalik dinding pembatas dapur.

"Dari sini?" Secara sengaja Hadar mengetuk pintu itu sedikit keras, dia kira tidak ada ruangan disana tapi saat pintu itu terbuka justru Hadar yang terkejut. Ada Igel disana.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang