Saatnya kerja

912 193 0
                                    


.
.
.
.
.
Sudah seminggu setelah mereka pulang dari bali, hari ini mereka berencana kerja bakti dicafe, setelah dua minggu dibiarkan tutup, pastinya kotor banget cafenya.

"Bli Ares gak usah ikut kerja bakti di cafe, cukup liatin kita aja, atau bli dirumah aja." Ares mendelik kesal, sejak seminggu lalu Igel jadi semakin menyebalkan, terutama setelah ayah dan papanya bilang bahwa Ares sudah jadi anak mereka.

"Iya-iya Gel, kayak aku bisa ngedebat kamu aja." Igel tertawa. Dia melihat Ares yang hanya mengenakan kaos dan juga celana jeans pendek itu tersenyum.

"Bli dirumah aja kan?" Arrs mengangguk.

"Lagian ngapain ke cafe kalau cuma liatin kalian."
.
.
.
.
.
Ares bener-benar merasa bosan sekarang. Bayangkan saja sejak yang lain berangkat kecafe pukul 9 pagi tadi, hingga sekarang pukul 4 sore, Ares hanya berguling-guling dikamar nya sambil sesekali memainkan hpnya.

"Bosen! apa aku susulin ke cafe aja ya?" Ares dengan cepat bangkit dari ranjangnya, mengganti celana pendeknya dengan celana panjang, juga meraih jaket dan dompetnya.

Ares mengunci pagar rumah nya sebelum akhirnya memutuskan berjalam ke cafe. Dia sepanjang dia berjalan dari gang tempatnya tinggal, banyak sekali yang menyapanya, ntah penduduk asli sana atau para penghuni rumah kos di sekitarnya, yang rata-rata adalah perempuan.

Ares hanya bisa tersenyum menanggapi sapaan mereka, dia berharap segera sampai ke cafe, tapi sayang langkah nya tidak bisa secepat Hadar atau Alden.

"Mereka seneng banget sih nyapa aku, padahal aku aja gak kenal mereka." Ares menggerutu pelan selama perjalanannya ke cafe.

"Kalau bukan karena bosan, males aku jalan ke cafe."
.
.
.
.
.
Kling

Semua yang berada diantrian kasir menoleh saat Ares masuk kedalam cafe, mereka menatap Ares aneh dan sini. Bukan karena penampilan Ares yang aneh, tidak dia tampan, dengan celana jeans, kaos berwarna hitam juga jaket jeans yang dikenakannya, ditambah lagi rambutnya yang sekarang berwarna hitam, membuat Ares terlihat tampan. Yang membuat pengunjung memandang Ares aneh adalah segelas thai tea yang ada ditangan Ares. Padahal sudah jadi peraturan di cafe itu jika pengunjung tidak boleh membawa minuman atau makanan dari luar.

Eh, tapi Ares kan bukan pengunjung. Jadi suka suka dia aja lah.

Alta yang sedang berada di belakang meja kasir menggantikan Alden, hanya bisa menggelengkan kepalanya heran. Dia sebenarnya cukup terkejut saat melihat Ares memasuki cafe, terutama dengan rambut warna hitamnya. setau Alta tadi pagi rambut pemuda mungil itu masih berwarna orange.

"Mas, gak bisa baca ya, pengunjung gak boleh bawa minuman dari luar." Seorang perempuan yang berdiri diantrian nomor tiga tampak menegur Ares dengan tatapan tidak suka. Terutama saat Ares yang langsung duduk di kursi samping kasir.

"Dih ditegur malah kayak orang budeg." Alta cukup terkejut mendengar ucapan perempuan itu, ditambah lagi Ares yang tampak tidak peduli.

"Udah mbak, biarin aja." perempuan itu sudah sampai didepan Alta sambil terus mengomel pada Ares, yang sedang dalam mode cuek.

"Ya gak bisa gitu dong mas, semua pengunjung ditegur waktu bawa masuk makanan atau minuman, kok dia dibiarin gitu aja, mana sok ganteng lagi." Alta menghembuskan nafasnya mencoba meredakan emosinya yang tiba-tiba naik karena ucapan perempuan itu.

"Mbak nya mau pesen apa?" perempuan itu menatap Alta sinis.

"Saya maunya dia diusir dulu baru saya pesen, ganggu pemandangan aja orang kayak gitu." Alta melirik Ares yang saat ini sudah menatap kearah sang perempuan dengan tatapan datar. Tak lama Leo datang dengan tatapan bingung, apa lagi menatap kehadiran Ares.

"Ada apa mas?" Leo bertanya sambil menatap Alta, meskipun sebenarnya pertanyaan itu untuk Ares. Alta hanya memberi kode dengan matanya untuk menunjuk Ares.

"Ini mas, kenapa pengunjung kayak gini harus dibiarin sih, udah bawa minuman dari luar, gak antri, mending usir aja." Leo melongo mendengar ucapan perempuan itu, apa lagi perempuan itu menunjuk Ares.

"Emangnya dia ganggu mbak? kalau gak ganggu biarin aja mbak." Leo berucap cukup tenang pada perempuan itu, bahkan masih dengan senyum.

"Saya terganggung tau mas, apa perlu saya laporin ke bos nya biar mas-mas nya ditegur, saya kenal bos kalian loh." Leo dan Alta sontak menatap Ares yang masih saja menatap tajam pada perempuan itu. Ares yang marah bukanlah suatu hal yang bagus.

"Yakin banget kenal bos kita?" perempuan itu mengangkat dagunya, membuat Alta dan Leo mendengus kesal.

"Masalah mbak sama saya apa ya? kok dari tadi mbaknya pingin banget saya diusir dari sini?" Alta dan Leo diam saat mendengar Ares membuka suara, setelah cukup lama diam.

"Mas nya buta? gak bisa baca atau emang goblok?" Ares diam, menunggu perempuan itu melanjutkan ucapannya.

"Udah tau ada tulisan pengunjung dilarang bawa makanan dan minuman dari luar, tapi situ masih aja nekat." Ares menghela nafas sebelum mengulas senyum tipis, bukan senyum ramah tapi lebih mirip seringaian.

Ternyata keributan yang dibuat oleh perempuan itu, memancing rasa penasaran pegawai yang lain bahkan beberapa pengunjung.

"Saya baca kok, tapi saya kan bukan pengunjung." Ares berkata santai, membuat perempuan itu semakin menunjukan raut kesal.

"Terus situ ngapain kalau bukan pengunjung? Maling?" Ares tersenyum remeh mendengar ucapan perempuan itu.

"Alta layanin pesenan mereka yang udah terlanjur antri, tinggalin aja pesenan cewe ini, Leo tutup cafe sekarang!" Leo dan Alta langsung melakukan apa yang dikatakan Ares, membuat perempuan itu menganga tidak percaya pada pegawai cafe yang menuruti perintah Ares.

"Saya bukan pengunjung cafe, saya pemilik cafe, suka-suka saya mau antri atau gak, mau bawa minuman dari luar atau gak, selama itu gak ngerugiin kamu, harusnya gak usah protes." perempuan itu hampir saja melayangkan tamparan pada Ares jika saja tangannya tidak ditahan oleh Alden.

"Tetah udah bikin ribut disini, mending pergi dari pada tambah malu." Ares mengerjap saat mendengar ucapan Alden, sejak kapan adik polosnya bisa berkata sinis begitu.

Mendengar ucapan Alden membuat perempuan itu bergegas pergi dari cafe, dengan tangan terkepal.

"Heran, kenapa teh banyak banget yang ngaku kenal sama aa' sih." Ares tertawa mendengar gerutuan Alden.

Ares meminta maaf pada pengunjung yang masih berada di dalam cafe karena keributan tadi.

"Kamu gak papa Res?" Ares mengangguk menatap Alta yang baru saja selesai dengan pelanggan terakhirnya.

"Ta, kamu tadi bawa motor kan?" Alta mengangguk.

"Pulang sama aku ya." Alta kembali mengangguk, tapi kemudian dia mengernyit.

"Kamu tadi kesini naik apa?" Ares mengerjap sejenak sebelum menjawab.

"Jalan lah, kan kendaraan kalian pake semua." Alta melotot tidak percaya mendengar jawaban Ares.

"Jalan? Tapi jarak rumah kesini jauh!" Ares menggeleng tidak percaya.

"Ta, dari rumah ke cafe itu cuma lurus aja keluar gang terus belok kiri, jauhnya dimana?" Alta cemberut.

"Pokoknya jauh!" Ares terkekeh.

"Bahkan waktu pertama kali aku bawa kamu kerumah, aku juga jalan sambil gendong kamu." Alta semakin cemberut, saat Ares mengungkit kejadian itu.

"Ares loh, gak usah diinget lagi!"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now