Sssttt ini rahasia!

1.6K 275 5
                                    


.
.
.
.
.
Pagi ini Igel dibuat pusing dengan segala tingkah Ares. Tidak tau laki-laki itu bangun pukul berapa, tapi saat Igel bangun pukul lima, Ares sudah duduk di sofa ruang tv. Igel merasa ada yang aneh saat melihat Ares sibuk dengan hpnya tadi pagi, terlebih Ares sempat menerima panggilan dan mengatakan akan pergi hari ini. Apa Ares sedang bergurau? Dia ingin pergi disaat wajahnya masih 11 12 sama mayat.

Igel membuka kamar Ares dengan niat memanggil laki-laki itu untuk makan. Tapi Igel dibuat bingung saat netranya tidak menemukan Ares dikamarnya. Igel melirik kearah pintu kamar mandi yang terbuka, Igel yakin Ares pasti ada disana.

Igel perlahan melangkah mendekati kamar mandi Ares, akan mengecek apakah Ares da disana atau tidak. Netra Igel seketika membulat saat menemukan Ares sedang menunduk didepan westafel kamar mandi, dengan darah yang mengalir dari hidungnya.

"Ya tuhan bli Ares!" Ares langsung menoleh saat mendengar pekikan Igel, dia sedikit terkejut kenapa Igel ada dikamarnya.

"Jangan teriak Gel, kalau yang lain denger gimana?" Ares kembali membasuh hidungnya dengan air, berharap mimisannya segera berhenti.

"Jangan kesini tunggu situ aja Gel." Ares yang merasa mimisannya sudah berhenti berjalan dengan sedikit terhuyung kearah Igel. Beruntung Igel dengan sigap menahan tubuh Ares agar tidak jatuh.

"Hari ini bli gak boleh kemana mana." Igel memapah Ares kearah ranjang.

"Tapi aku janji ketemu sama orang Gel, cuma bentar kok." Igel menggeleng, menolak segala argumen yang mungkin akan dikeluarkan Ares.

"Gak bli, hari ini bli harus istirahat, aku bakal disini nemenin bli." Ares melotot tidak percaya mendengar ucapan Igel.

"Terus cafe gimana Gel, kalau kamu disini?" Igel menghela nafas, Ares selalu saja seperti itu, lebih mengkhawatirkan cafe dari pada keadaannya sendiri.

"Ada Rion bli, lagi pula mereka bisa dipercaya." Kini giliran Ares yang menghela nafas, sejak dulu dia mana pernah menang jika  berdebat dengan Igel.

"Gel." Igel menggeleng, sepertinya dia tau maksud Ares memanggilnya.

"Kalau bli mau pergi, aku ikut." Ares langsung melotot, dia tidak bisa mengajak Igel, tapi jika tidak begitu dia tidak akan bisa pergi. Sedangkan Ares membutuhkan itu untuk tetap berdiri tegak tanpa rasa sakit.

"Gel." Igel tetap menggeleng, sangat sulit sepertinya.

"Aku ikut atau bli gak boleh pergi." Ares menghela nafas lelah, tidak ada jalan lain.

"Ya udah kamu boleh ikut."

"Nah gitu dari tadi kan enak bli."
.
.
.
.
.
"Bli, sebenernya kita kau kemana?" Igel memandang Ares yang sedang fokus pada jalanan didepannya.

"Surabaya." Jawaban singkat Ares mampu membuat Igel melongo.

"Astaga bli, gak bisa nunggu sehat gitu?" Ares tertawa pelan, maunya juga nunggu sehat tapi dia sudah kehabisan stock jadi harus segera dia tebus lagi.

"Nanti gantian ya Gel nyetirnya?" Igel mengangguk, sebenarnya dia masih sangat khawatir pada Ares, tapi melihat laki-laki itu memaksa pergi tandanya itu adalah hal yang penting.

"Nanti bilang aja kalau bli capek terus mau gantian." Ares tersenyum, meskipun dalam benaknya sedang berfikir bagaimana caranya supaya Igel tidak tau tentang hal itu.

"Makasih Gel."
.
.
.
.
.
Igel kembali terkejut saat mobil Ares berhenti dipelataran sebuah rumah sakit. Laki-laki itu menatap Ares yang memejamkan matanya sambil bersandar di kursi, tangannya masih meremat kemudi dengan erat.

Rumah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang