Cemburu

1.6K 258 3
                                    


.
.
.
.
.
Igel sejak tadi menatap tajam pada Rion yang selalu tersenyum pada sekumpulan perempuan yang bergerombol didepan meja samping kasir. Igel sengaja membantu diluar dan membiarkan Alta dan Alden bekerja didapur, tapi lihat apa yang tengah dia lihat. Rion dengan senyum manisnya tengah berbincang dengan beberapa perempuan itu.

"Jangan gitu ngeliatinnya, biasa aja." Igel langsung menatap tajam Leo yang berdiri disebelahnya. Kenapa laki-laki itu terlihat semakin menjengkelkan untuk Igel.

"Diem kamu, dasar bucin!" Leo mencibir, apa Igel tidak salah bicara, sepertinya Igel harus berkaca dulu.

"Bucin teriak bucin." Igel dengn sengaja menginjak kaki Leo, mengakibatkan pekikan dari laki-laki itu.

"Sakit bego." Leo balas menginjak kaki Igel, beruntung Igel sudah lebih dulu menarik kakinya mundur.

"Lebih sakit hati ku dari pada kaki mu." Leo ingin tertawa sebenarnya tapi tidak sopan. Apa lagi menertawakan teman yang galau.

"Ya bilang sana ke Rion, kalau kamu cuma merhatiin dari sini doang ya mana Rion tau." Igel menghela nafas.

"Maunya aku juga gitu Le, tapi gimana Rion nya pasti gak nyaman soal itu." Leo mengangguk, sedikit banyak dia tau permasalahan dua orang sahabat rasa soulmate itu.

"Mau bertahan sampai kapan?" Igel mengedikan bahunya.

"Sekuat aku aja Le, kalau bisa selamanya." Leo menatap Igel sendu, dia mengerti rasanya jadi Igel, karena dia sedang merasakan itu saat ini.

"Goblok!" Igel secara spontan menyentil bibir Leo, matanya melotot tidak suka.

"Heh, mulut mu licin bener kalau ngatain orang." Igel menatap Leo yang menyentuh bibirnya.

"Sakit! Aku mau laporin ke mas Ares lah, Igel kdrpt." Leo mengerucutkan bibirnya kesal.

"Apaan itu kdrpt heh? adanya itu kdrt."

"Kekerasan dalam pertemanan!" Igel lagi-lagi menggeplak kepala Leo. Dia tidak sadar jika sebenarnya sedari tadi Rion juga memperhatikan mereka. Tatapan pemuda itu sendu, bahkan Ares menyadari tatapan Rion pada Igel juga Leo.

"Saling cemburu tapi gak ada yang mau jujur."
.
.
.
.
.
Sejak cafe tutup Rion terus saja menempel pada Ares, bahkan saat Ares sedang menghitung pemasukan cafe Rion terus saja memeluk tubuhnya dari belakang dan menyembunyikan wajahnya dileher Ares.

Igel sudah beberapa kali memanggil Rion untuk mendapatkan perhatian laki-laki itu tapi sama sekali tidak berhasil. Bukan hanya Igel, bahkan Alta, Alden, Leo, Hadar bahkan Rius pun tidak ditanggapi oleh Rion.

"Kamu kenapa?" Rion menggeleng, saat Ares bertanya pada nya, laki-laki itu masih enggan menjawab.

"Rion, sini dulu yuk, biarin Ares ngitung dulu." Alta dengan lembut mendekati Rion dan mencoba memberi pengertian. Tapi Rion kembali menggeleng. Ares memandang adik-adiknya yang sedang menunggunya selesai menghitung pemasukan.

"Kalian kalau mau balik, duluan aja, nanti biar aku balik sama Rion pake motor." Ares mengkode Igel dengan matanya, Igel yang paham langsung menyerahkan kunci motornya. Rion sedang dalam mood buruk, dan dia hanya bisa percaya pada Ares saat ini.

"Gak papa nih bang, kalau kita balik duluan?" Ares tersenyum.

"Gak papa, balik aja duluan." Ares menjawab sambil menatap satu persatu adiknya.

"Res." Ares menepuk tangan Alta yang ada dilengannya.

"Gak papa Ta, sana pulang dulu sama yang lain." Alta cemberut, tapi dia juga tidak bisa menolak perkataan Ares.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now