Patah sebelum berkuncup

1.2K 246 10
                                    


.
.
.
.
.
Leo menatap gugup pada Ares, dia ingin mengatakan sesuatu tentang hatinya pada Ares sekarang, tapi dia bimbang, dia terlalu takut jika ternyata Ares akan marah padanya, memandangnya aneh kemudian akan menjauh darinya. Leo tidak ingin seperti itu, Leo jauh lebih senang jika Ares tetap seperti ini, meskipun Ares tidak tau perasaannya.

"Le, kenapa berdiri aja disitu?" Leo gelagapan saat mendengar suara Ares.

"Ah i-itu mas, a-anu.." Ares tersenyum melihat kegugupan Leo.

"Ada apa? mau cerita sama aku?" Leo mengangguk, dia menunduk malu.

"Ya udah masuk sini, tutup pintu nya biar gak ada yang masuk." Leo melakukan apa yang dikatakan Ares, menutup pintu ruang istirahat bahkan mengunci nya.

"Ada apa?" Ares bertanya setelah Leo duduk disampingnya.

"Mas, aku mau nanya dulu boleh?" Ares mengangguk.

"Kalau seandainya ada oang yang suka ke mas, mas bakal gimana?" Ares memicing menatap Leo.

"Kalau ada yang suka sama aku?" Leo mengangguk.

"Ya biarin aja, aku gak bisa ngelarang orang suka sama aku kan." Leo mengerucutkan bibirnya kesal. Ares yang gemas lantas mengacak rambut Leo.

"Kalau dia nyatain cinta ke mas, mas bakal terima atau tolak?" Ares tersenyum samar pada Leo.

"Tolak." Leo sedikit terkejut tapi dengan cepat mengembalikan ekspresi wajahnya menjadi biasa.

"K-kenapa?" Ares memejamkan matanya. Membuat Leo tidak bisa menebak apa jawaban Ares.

"Karena aku belum tertarik untuk menjalin suatu hubungan seperti pacaran Le, aku gak mau nyakitin orang itu, karena aku masih terlalu sibuk sama diriku sendiri juga kalian dan lagi aku gak mau ngerusak hubungan yang sudah ada sebelumnya." Leo menunduk mendengar jawaban Ares, dia tertolak bahkan sebelum sempat mengungkapkan. Tapi hati Leo lega karena dia tidak harus berharap pada Ares. Dia sudah tau jawaban Ares.

"Kenapa kamu nanya gitu? kamu suka seseorang?" Leo gelagapan mendengar pertanyaan Ares, tapi kemudian dia mengangguk.

"I-iya mas, tapi gak berani bilang karena takut ditolak." Ares tersenyum.

"Kamu suka sama siapa sih?" Pipi Leo bersemu merah, ingin hati menjawab jika dia menyukai Ares tapi tidak mungkin.

"Rius." Leo menjawab lirih, tapi masih mampu didengar oleh Ares. Ares terkejut tentu saja, bahkan Leo sendiri juga terkejut mendengar mulutnya menyebut nama Rius.

"Kamu suka Rius?" Terlanjur, akhirnya Leo mengangguk.

"Kalau gitu tembak lah Le, gak bakal ditolak aku yakin." Leo mengerjap, kenapa Ares bisa seyakin itu.

"Kenapa mas yakin banget?" Ares tersenyum misterius.

"Kan Rius juga suka sama kamu." Leo melongo, Rius suka padanya? Jadi selama ini dia menyakiti laki-laki polos itu tanpa sengaja? Leo bodoh.

"Hah?" Ares ingin tertawa melihat wajah terkejut Leo.

"Rius suka sama kamu, kalau kamu suka sama dia dan jadian, tolong jangan sakitin dia Le." Leo mengangguk, dia merasa sangat bodoh.

"Makasih mas sarannya, aku balik kerja dulu ya mas, mas istirahat aja." Leo langsung melesat keluar dari ruang istirahat, meninggalkan Ares yang menatap sendu.

"Jangan sakitin Rius Le, meskipun aku tau kamu bohong soal tadi, tapi semoga aja kamu nanti beneran suka sama Rius Le."
.
.
.
.
.
Leo melamun setelah keluar dari ruang istirahat, otak nya penuh karena mimikirkan perkataan Ares. Leo masih tidak percaya jika Rius menyukainya, tapi laki-laki itu masih bisa tersenyum saat mendengar Leo cerita tentang Ares.

"Kamu kok bodoh banget sih Le." Leo mengusap wajahnya kasar. Dia tidak menyadari jika Rius menatap nya dari depan toilet.

"Bang Leo ngapain?" Leo tersentak mendengar suara Rius. Dia menoleh menemukan Rius berjalan mendekatinya.

"Abang ngapain sih, kayak orang gila tau." Leo menghela nafas, sepertinya nanti dia akan menanyakan hal itu pada Rius.

"Aku ditolak Ri." Rius terkejut, jadi Leo sudah mengatakan perasaannya pada Ares.

"Abang udah nyatain?" Leo menggeleng, dia bisa melihat Rius menghela nafas.

"Secara gak langsung aku ditolak Ri, dia belum mau pacaran." Rius mengelus pundak Leo.

"Sabar bang." Leo mengangguk.

"Ri, kamu nanti pulangnya breng aku ya." Riua mengerjap sebentar sebelum mengangguk.

"Iya bang."
.
.
.
.
.
Igel memasuki ruang istirahat dengan tangan membawa sepiring nasi lengkap dengan lauknya juga segelas air putih. Niatnya dia akan menyuruh Ares untuk makan tapi saat dia masuk dia melihat Ares tertidur dengan posisi meringkuk. Igel melirik jam, pukul 5. Mau tidak mau dia harus membangunkan Ares, laki-laki itu harus meminum obatnya.

"Bli, bangun." Igel menepuk pelan lengan Ares, membuat laki-laki itu membuka matanya.

"Ada apa Gel?" Ares langsung bangun dari tidurnya, membuat kepalanya terasa pusing.

"Kebiasaan bli!" Igep menangkap tubuh Ares yang terhuyung.

"Makasih." Igel berdecak kesal.

"Jangan suka langsung bangun gitu bli, kalau bli jatuh gimana?" Ares hanya bisa tersenyum kaku.

"Maaf."

"Jangan minta maaf, ayo makan dulu, bli harus minum obat kan." Ares mengangguk, dia menerima piring berisi nasi dan ayam goreng dari Igel.

"Kalian udah makan?" Igel mengangguk.

"Cuma bli yang belum makan."

"Makasih ya Gel." Igel tersenyum.

"Cepet dimakan bli, aku balik ke dapur dulu." Ares mengangguk. Dia menatap punggung Igel yang menghilang dibalik pintu ruang istirahat.

"Kayaknya kalian perlu liburan deh."
.
.
.
.
.
Pukul 8 malam, Leo dan Rius sedang ada di alun-alun, Leo yang mengajak Rius untuk mampir dulu, alasannya sih mau beli kue putu, tapi jelas Leo punya alasan lain.

"Ri, aku mau nanya ya." Rius yang sedang memakan kue putunya hanya mengangguk.

"Pertanyaan mu di cafe tadi, bukan buat gue ke mas Ares kan? Tapi itu dari hati mu kan?" Rius melotot, beruntung dia sudah tidak mengunyah makanan, jika tidak dia pasti akan tersedak.

"A-apa bang?" Mengalihkan tatapannya kemana saja asal tidak menatap Leo.

"Pertanyaan itu kamu lontarin buat aku kan?" Rius meruntuk dalam hati, bagaimana Leo bisa tau hal itu.

"Maaf bang." Rius menunduk, sedangkan Leo menghela nafas.

"Harusnya aku yang minta maaf Ri, maaf karena aku nyakitin kamu." Rius menggeleng tidak setuju.

"Gak usah minta maaf bang, itu bukan salah abang." Rius tersenyum. Leo sampai heran hati Rius itu terbuat dari apa? Kenapa dia masih bisa tersenyum saat hatinya tersakiti.

"Tapi Ri-"

"Perasaan ku, rasa suka ku itu urusanku bang, abang gak perlu ngerasa bersalah, aku yang suka sama abang, dan aku gak berharap rasaku bakal dapet balesan." Leo terseyum samar, Rius terlihat sangat dewasa sekarang, bahkan bisa dibilang lebih dewasa dari pada dia.

"Ri itu." Rius memandang Leo, sedangkan Leo kembali menghela nafas.

"Bisa ajarin aku buat cinta sama kamu? Gak sekarang, tapi mungkin nanti aku bisa suka sama kamu, apa kamu gak keberatan buat nunggu aku?" Rius menggeleng, dia tersenyum pada Leo.

"Aku gak akan keberatan bang, selama abang gak keberatan buat suka sama aku."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Rumah BintangWhere stories live. Discover now