Tigapuluh Satu

12.6K 1.6K 73
                                    

Simon menidurkan Ernon di kasurnya. Dia tertidur saat masih berada di taman.

'cup'

"sleep well dear.."

Simon berjalan keluar menuju ruang kerjanya,berkas berkasnya menunggunya .

"Arjun buatkan teh.. "

Arjun yang mendegar pertintah tuannya dengan cepat pergi menuju dapur.

"hmm, perburuan diadakan tiga hari lagi.. Rencana apakah yang akan dia buat untuk menarik perhatian.. " gumam Simon dengan senyum devilnya.

Tak lama Arjun masuk dengan cangkir dan teko kaca.

"Arjun.."

"Ya Duke.. "

"apa aku harus mengajak mereka pergi berburu?.. " Arjun yang paham kata ' mereka'pun mengangguk

" Anda bisa mengajak mereka supaya Mereka mempunyai teman seperti para Lady lady di luar sana.. "

Simon berfikir sebenar, jik ia membawa mereka keluar terus bertemu teman baru yang notabenya seorang pemuda lalu mereka sering ketemu dan ia tidak ingin akan tumbuh benih benih cinta,lalu mereka meninggalkannya Oh no itu tak akan terjadi.

"tidak! Mereka tidak akan ikut.. " tegas Simon.

"mengapa tidak?.. "

"nanti mereka di lirik para pemuda nakal diluar sana, terus menggodanya dan menyentuh mereka yang hanya  milikku seorang saat aku tak berada di sana bagaimana.. "

"lantas kenapa kamu bertanya.. " hilang sudah sikap formalnya.

"hanya iseng dan gabut .. " jawab acuh Simon yang menyeruput tehnya.

Sudut bibir Arjun berkerut bisakah ia membunuh orang yang ada di depannya? Bisakah dia memukul kepalanya sekali saja? Bisakah dia menceburkan kepalanya ke danau? Bisakah dan bisakah saja.

"kenapa tak kutaruh racun di minumannya tadi... "

"sebaiknya kamu kerjakan tugasmu yang lain Arjun, supaya kamu bisa bersantai dengan Rey. Tidakah kamu kasihan padanya yang terus menunggumu."

Kening Arjun tercetak segi empat bermuda, mendengar nama orang yang menganggunya beberapa hari ini membuat moodnya turun, sudah jelek makin jelek lagi.

**
"enggg.. " lenguh Ernon saat merasakan dingin menyentuh keningnya. Matanya perlahan terbuka menyesuaikan cahaya yang masuk keretina matanya

Saat pandangannya sudah jelas, orang pertama yang ia lihat adalah Simon.

"sudah bangun? Sekarang makan.." Simon membantu Ernon bangun dan bersandar di kepala ranjang beralaskan bantal.

"sudah malam?.." Simon mengangguk sambil mengaduk bubur ayam buatannya sendiri.

"buka mulutnya.." Ernon menggeleng, rasanya sekarang lidahnya pahit.

"buburnya pasti gak ada rasanya.. "

"belum dicoba mana tau.. "

"udah tau, itukan masakan koki di dapur.. "

"kata siapa?

"kata aku tadi gimana sih.."

"bukan koki dapur yang masak tapi aku sendiri.. "

"benarkah?.. " Simon mengangguk.

"aku tau kamu tidak suka bubur buatan mereka jadi aku buatin khusus tapi kamunya gak mau.." wajah Simon berubah sedih sesedih mungkin.

"b-bukan begitu, aku kira bubur yang kamu bawa buatan mereka jadi aku menolaknya tapi kalau kamu yang buat aku mau.. " Ernon menjawab cepat tanpa menjeda.

"kalau begitu makan ya.. " Ernon mengangguk. Awalnya dia merasa aneh dengan bubur di depannya tapi saat masuk kemulut dia tak percaya rasanya bahkan lebih enak dari makanan yang pernah ia makan..

"nah sekarang minum obatnya.. " Simon memberikan ramuan berwarna bening yang diterima dengan senang hati.

"Simon.. " panggil Ernon yang dibalas deheman.. " bubur tadi kenapa sangat enak terus juga sangat berbeda dengan makanan yang ada di sini?.."

Simon sedikit kaget namun dengan cepat ia menetralkan kegugupannya agar tak dicurigai. Bisa dipenggal kepalanya jika Ernon tahu bahwa dia jiwa yang kesasar yang masuk ketubuh orang penting ini.

"resep dari para pendahulu yang tak sengaja kubaca di ruang baca.." jawab Simon dengan wajah datarnya yang diangguki oleh Ernon karena dia tak tahu apa apa mengenai buku yang di sebut Simon.

Simon berkutat dengan pekerjaanya. setelah menidurkan Ernon yang badannya masih panas dia bahkan pergi diam diam.

"sebaiknya aku ke kerajaan dulu mengurus ini.. " ucap Simon sambil menatap dokumen di atas meja dengan tangan mengetuk ngetuk meja karena bosan dengan pekerjaannya ini.

"capek.. " Simon berdiri dan berjalan keluar ruangannya.

"aku belum pernah melangkahkan kakiku di tempat lain selain kamarku, ruang kerja, ruang makan, lapangan latihan, barak militer, taman dan dapur itu saja.

(ingatkan jika ada yang lain)

Kaki panjang Simon berjalan entah kemana dia tak tahu dan tak mau tahu karena dia sibuk memandangi setiap inci tempat yang ia lewati tanpa memedulikan para pelayan dan penjaga yang memberi salam.

Satu kata untuk Simon.

Kaya..

"pergi!.. "

Kaki Simon berhenti tepat di depan pintu berwarna putih yang sedikit terbuka.

"tapi tuan anda belum makan sama selama beberapa hari ini.. "

"aku bilang pergi, jangan pernah masuk ke kamarku!.. "

"tuan.. "

"pergi kumohon.. "

Dahi Simon mengernyit mendengar suara yang sangat lemah tapi masih terkesan tegas dan dingin. Kakinya berdiri tepat di depan pintu tersebut. Saat akan membuka seseorang keluar dan menampilkan wajah terlejutnya.

"sa-salam tu-tuan Du-Duke.. " ucapnya gagap.

"siapa di dalam?..."

"dia..... "

_______

Jangan lupa makan sayang..

I Became Duke [Seme][BL ]√√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang