2. Hug

5.4K 815 110
                                    

Orang bilang, dunia itu berputar kan? Tapi mengapa Son Jisoo merasa dunianya berhenti di satu titik. Setiap hari, ia hanya menerima rasa sakit tanpa sebuah obat. Ia hanya menerima kesedihan, tanpa secerca kebahagiaan.

Jisoo bahkan tidak mengerti, mengapa ia masih mau bertahan hidup sampai saat ini. Ia tak pumya tujuan. Ia tak punya impian. Ia pun tak punya masa depan yang baik.

Perasaannya bahkan sudah mati rasa. Hanya saja, gadis itu masih berusaha untuk bernapas. Alasan kuatnya, mungkin ia ingin membalas budi pada sosok mendiang ibunya.

Jisoo tahu, jika dia bukanlah anak kandung dari Son Seokgu. Ia di angkat oleh lelaki itu dan istrinya saat masih bayi dari sebuah panti asuhan.

Sampai umurnya menginjak sepuluh tahun, Jisoo masih merasakan bagaimana kasih sayang orang tuanya. Terlebih sang ibu yang begitu tulus menyayanginya seperti anak kandung.

Sampai ketika hari itu tiba. Ibunya meninggal karena kecelakaan. Ayahnya depresi berat. Semua bisnis Seokgu hancur begitu saja. Menyisakan dirinya yang mulai mengonsumsi alkohol secara berlebihan juga berjudi setiap malam.

Jisoo memilih masih berpijak saat ini, adalah untuk membalas budi pada ibunya. Jika ia memilih meninggalkan sang ayah, ibunya pasti akan sedih.

"Apakah disini ada yang bernama Jang Taeso? Aku ingin mengantarkan pesanannya." Jisoo mendatangi kerumunan mahasiswa yang sedang bersantai di taman universitas itu.

Semuanya tampak menoleh, lalu salah satu dari mereka mulai beranjak mendekati Jisoo. Ia memandang penampilan Jisoo dari nawah hingga atas dengan tatapan meremehkan.

"Penampilanmu lusuh sekali. Aku tidak yakin makananku ini masih bersih." Perkataan itu mampu memacing amarah Jisoo. Namun karena ia sadar siapa mereka, dia berusaha menahan itu.

Ia tak mau hari ini pulang dengan tangan kosong. Ia tak mau ayahnya marah lagi. Jika dia membuat masalah dengan pelanggan restaurant ayam tempatnya bekerja ini, maka bisa dipastikan Jisoo hanya membawa rasa lelah ke rumahnya.

"Aku tidak mau makanan itu. Bawa kembali saja." Pemuda bernama Jang Taeso itu berbalik, tapi Jisoo tak tinggal diam. Ia menahan lengan pemuda itu.

"Tidak peduli jika kau ingin membuang makanan ini. Tapi kau harus membayarnya karena sudah memesan." Suara itu datar. Tidaj ads sama sekali nada memohon disana.

"Ya! Lancang sekali---" Pemuda yang hendak memukul wajah Jisoo itu menggeram saat seseorang menangkap lengannya.

"Dia mengantar makanan itu dengan waktu serta bakan bakar kesini. Jadi kau harus membayarnya." Suara itu, Jang Taeso sangat mengenalnya.

Perlahan ia menurunkan tangannya, lalu menatap penuh ketakutan pada sosok Jennie Lee yang ada di sampingnya. Bukankah ini salah? Mengapa ia harus takut dengan seorang gadis? Tapi nyatanya Jennie Lee memang patut untuk ditakuti oleh sebagian orang.

"Apa perlu aku berbicara pada ayahmu---"

"Arra! Aku akan menbayar makanannya." Seru Taeso segera memotong ucapan Jennie. Pemuda itu tentu takut jika Jennie akan mengadukan kelakuan buruknya pada sang ayah yang bekerja sebagai pegawai di salah perusahaan ayah Jennie.

Ia meraih dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar won. Lalu meletakkannya dengan kasar ke atas box makanan yang masih di genggan oleh Jisoo.

Tidak berniat mengatakan apa pun lagi, lelaki itu pergi dari sana serta mengajak teman-temannya. Enggan lebih lama berada di satu tempat bersama Jennie.

"Gwenchana---"

"Kau pikir aku akan berterima kasih?" Jennie menganga ketika suara dingin itu memotong ucapannya.

HomeWhere stories live. Discover now