13. Shield

3.7K 839 174
                                    

Hari jum'at ini, bukan Jennie atau Chaeyoung yang datang mengantar makan siang untuk Lisa. Karena kedua orang itu memiliki ujian, maka Hyunjin lah yang muncul di balik pintu masuk Coffee Shop Lisa siang ini.

Senang rasanya ia bisa datang kesana. Karena biasanya Jennie dan Chaeyoung selalu memonopoli Lisa hingga Hyunjin tak bisa mengunjungi sang anak.

"Igeo. Ada sedikit cemilan untuk kalian." Walaupun sangat jarang datang, namun kehadiran wanita itu selalu membuat pegawai Lisa senang. Tentu saja karena Hyunjin selalu membawa cemilan mahal kesana untuk mereka.

"Nanti tolong antar Cappucino hangat untukku di ruangan Lisa ya?" Suaranya bahkan sangat lembut ketika mengatakan itu.

"Khamsahamnida, Nyonya. Kami akan segera mengantar Cappucino mu." Nayeon berseru dengan riang.

Memasuki ruangan Lisa, wanita itu mendapati sang anak sedang menerima telepon. Tidak ingin mengganggu, Hyujin terlebih dahulu pergi ke meja dekat jendela. Menyiapkan beberapa makanan Lisa di atas nampan.

Setelah merasa Lisa sudah menyelesaikan sambungan teleponnya, Hyunjin segera menghampiri Lisa dengan nampan di tangannya.

"Siapa yang menelepon?" tanya Hyunjin pada sang anak bungsu.

"Sungkyung Unnie." Lisa baru saja menyebutkan nama kakak sepupunya. Anak dari kakak Minki yang sejak 5 tahun lalu menetap di Korea Selatan. Berbeda dengan kedua orang tuanya yang masih betah hidup di Toronto.

Hyunjin mengangguk paham. Mulai menyiapkan Saeujuk, bubur khas Korea berbahan dasar udang dan sayuran. Lalu ada mandu, chapssal, dan telur rebus untuk Lisa

"Mengapa membawa makanan banyak sekali? Eomma tahu aku tidak mungkin menghabisinya." Tidak seperti Jennie yang biasanya hanya membawa dua menu makanan, ibunya ini seperti ingin membuat sang anak kekenyangan.

"Tidak masalah jika Lisa hanya memakan satu gigit. Eomma hanya sedang bersemangat karena bisa mengunjungi Lisa." Hyunjin mengengir lebar, membuat Lisa memutar bola matanya jengah.

Ibunya ini memang sangat cocok dengan kedua kakaknya yang lain. Mereka sama-sama aneh. Bahkan hampir setiap hari menjadikan Lisa layaknya barang karena diperebutkan sana-sini.

Hal itu lah yang menjadi salah satu alasan Lisa malas berada di rumah. Berbeda jika ada ayahnya. Karena Minki pasti akan menegur mereka karena membuat Lisa tak nyaman.

Membayangkan masa depan, ketika kakaknya kembali. Akan menjadi apa nanti suasana rumahnya. Kakaknya itu, akan ada di pihak siapa nanti? Ibu serta kedua kakaknya, atau dia dan ayahnya?

Lisa tersenyum kecil membayangkan itu. Kakak sulungnya memang terasa sangat jauh sekarang. Tapi Lisa percaya, pasti kakaknya itu akan pulang. Karena sejauh apa pun dia pergi, dia akan kembali ke rumah. Mereka adalah rumahnya. Tapi yang mengganggu pikirannya saat ini, apakah Lisa...

"Cha! Buka mulutmu." Lisa mengerjab, lalu spontan membuka mulutnya ketika sang ibu menyuapinya.

Lisa terima saja di perlakukan seperti itu, padahal beberapa bulan lagi usianya genap 20 tahun. Karena jika ia menolak sang ibu memanjakannya, wanita itu akan menangis dan mengadu pada ayahnya. Benar-benar kekanak-kanakan bukan?

"Sayang, menganai cabang ketigamu---"

"Aku sudah membeli gedungnya." Lisa tahu, cabang ketiganya ini tidak direstui oleh ayah dan ibunya.

Namun Lisa ingin sekali berjalan tanpa di sanggah oleh mereka. Ia ingin mencapai sesuatu yang sesuai dengan keinginannya. Ia sudah beranjak dewasa. Seharusnya tidak perlu melakukan suatu hal dengan izin orang tuanya.

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang