43. Tourtière

3.5K 753 123
                                    

Rumah tidak melulu tentang kehangatan, kenyamanan, dan tempat terindah untuk beristirahat. Kadang kala, rumah terasa sedikit berisik, sesak, dan berantakan.

"...... Jangan pernah melakukan apa pun tanpa persetujuanku! Kau mengerti?"

Jika dilihat dari luar, keluarga itu memang tampak harmonis. Mereka menyayangi satu sama lain tanpa batas. Hanya saja, ketika semakin masuk ke dalam akan ada banyak duri yang muncul.

Pada titik ini dia mulai paham, bahwa rumah tidak selamanya hangat. Akan ada beberapa hal yang membuat ia tidak nyaman berada di dalam sana. Maka dari itu, arti rumah pada setiap orang akan berbeda.

Sore itu, Jisoo baru saja memasuki rumah setelah melihat tanaman bunga Hyunjin di halaman belakang bersama Jennie, ketika suara bentakan Minki terdengar sangat jelas.

"Tidak. Aku tidak mengerti." Jisoo bisa melihat dari posisinya, jika raut wajah Lisa begitu menantang. Seakan tidak takut dengan ayahnya sendiri.

"Lalice Lee!" Suara Minki terdengar semakin keras. Jisoo yang tidak tahan melihat adiknya terus dibentak, hendak menyusul. Sayang sekali Jennie terlalu cepat menahannya.

"Biarkan saja, Unnie. Jangan ikut campur."

Ada apa ini? Mengapa Jennie yang selalu protective terhadap adik-adiknya hanya diam saja ketika pertengkaran antara Minki dan Lisa semakin memanas?

"Aku memiliki impian sendiri! Aku berhak---"

"Persetan dengan impianmu!" Bibir Lisa mengatup ketika mendengar itu.

Masalah ini bermula ketika Lisa menandatangani persetujuan kerja sama untuk menjadikan brand Coffee Shopnya sebagai bisnis waralaba. Keputusan itu Lisa ambil sendiri tanpa berdiskusi dengan Minki maupun Hyunjin.

Sejak awal, orang tuanya memang sudah memberi peringatan pada Lisa untuk selalu berdiskusi mengenai hal yang terkait dengan Coffee Shop.

Tapi Lisa pikir, ia sudah dewasa untuk menentukan keputusannya sendiri. Dia hanya berkeinginan membuat bisnisnya berkembang dengan baik serta memberi banyak keuntungan. Bukankah itu memang tujuan bisnis dibuat?

"Aku tidak peduli dengan impianmu, Lisa-ya. Aku hanya ingin kau mengikuti apa yang aku perintahkan." Minki menekankan setiap kata pada kalimatnya.

Ucapan Minki terdengar sudah keterlaluan. Padahal biasanya Jisoo selalu mendapati pria itu bersikap lembut walau sedikit kaku. Ia tidak menyangka Minki bisa semarah ini dan melontarkan kata menyakitkan untuk Lisa.

"Appa, kumohon untuk mengerti---"

"Kau yang seharusnya mengerti!" Minki seakan tidak membiarkan Lisa mematahkan argumennya.

"Kau tidak memiliki waktu untuk itu. Kau sudah melewati batas."

Lisa diam sembari mengepalkan kedua tangannya. Hancur sudah harapan gadis itu untuk mengembangkan bisnisnya. Hancur sudah impiannya untuk membesarkan nama Coffee Shopnya.

"Aku akan membatalkan perjanjian itu dan membayar penaltinya. Selain itu... Aku akan menutup dua cabang lainnya." Suara Minki mulai merendah.

"Lakukan saja. Selamanya, aku memang tak pernah berhak atas hidupku sendiri." Lisa memandang Minki dengan rasa sakit yang tersirat, lalu memilih keluar dari rumah itu.

Dia ingin menenangkan dirinya sejenak. Melihat kepergian Lisa, Jisoo ingin sekali menyusul. Namun Jennie masih saja menahannya.

"Jennie-ya, mengapa Appa tega melakukan itu pada Lisa? Bukankah akan baik jika bisnis Lisa berkembang? Kenapa Appa tidak suka?" Saat ini, di dalam kepala Jisoo penuh akan pertanyaan.

HomeWhere stories live. Discover now