42. Quarrel

3.4K 750 93
                                    

Hyunjin menarik selimut yang Jisoo kenakan sampai sebatas dada setelah mengganti baju anak sulungnya. Saat ini masker nebulizer sudah diganti dengan masker oksigen. Walaupun kesulitan bernapas, gadis itu tetap terlelap. Mungkin karena hari ini sangat melelahkan untuk Jisoo. Atau karena pengaruh obat yang sempat Dokter Kim berikan saat datang kemari tadi.

Mulanya dia sangat panik karena Minki terus berteriak memanggil nama Jisoo. Ternyata anaknya itu kembali mendapatkan serangan asma hingga tidak sadarkan diri.

Menghela napas, Hyunjin bangkit dari pinggi ranjang Jisoo. Dia berjalan keluar dan tepat ketika itu Chaeyoung hendak masuk ke dalam kamar Jisoo.

"Kenapa pergi ke tempat itu tanpa meminta izin?" Suara dingin ibunya membuat tubuh Chaeyoung menegang.

Ibunya sangat jarang marah. Tapi ketika sedang marah seperti ini, atau saat dulu marah pada Lisa. Hyunjin terlihat sangat menyeramkan.

"Jisoo Unnie menginginkannya." Chaeyoung menjawab seraya menunduk.

"Lalu kenapa tidak meminta izin dulu? Kau tahu keadaan kakakmu seperti apa. Lihat! Karena kecerobohanmu Jisoo kembali drop." Bentakan dari Hyunjin menampar perasaan Chaeyoung.

Setelah sekian lama. Ini adalah pertama kalinya dia dimarahi oleh ibunya. Apakah seperti ini yang Lisa rasakan waktu itu? Perasaan bersalah bercampur dengan sakit hati. Sungguh tidak nyaman untuk Chaeyoung sekarang.

"Eomma, maaf---"

"Apa kau ingin membunuh kakakmu?" Kalimat yang terlontar dari Hyunjin kali ini mampu membuat Chaeyoung mendongak.

Kedua matanya yang memerah tampak bergetar. Dia menatap tak percaya pada ibunya. Bagaimana bisa Hyunjin menuduh Chaeyoung seperti itu, sedangkan disisi lain Chaeyoung terlihat sangat menyayangi Jisoo.

"Eomma, kau tahu bagaimana aku sangat menyayangi Unnie!" Merasa tidak terima, Chaeyoung mengekuarkan suara yang tidak kalah tinggi.

"Aku hanya... Sulit untuk menolaknya. Karena dia tak pernah meminta apa pun padaku, lalu saat dia memohon seperti itu aku tidak tega menolaknya." Suara Chaeyoung merendah pada kalimat terakhirnya.

Dia memang salah. Dia sangat menyesal karena mengabulkan keinginan Jisoo yang hendak pergi menemui Seokgu. Karena hal itu lah, Jisoo kembali nemikirkan rasa sakitnya dan membuat tubuh gadis itu terkena dampaknya.

"Eomma, aku hanya berusaha mengabulkan keinginannya. Apakah salah? Apakah---"

"Sangat salah, Chayeoung-ah! Seharusnya kau bisa mengerti dan menjaga kakakmu dengan baik." Chaeyoung menangis mendengar itu.

Dia sudah berusaha sebaik mungkin menjadi adik yang baik untuk Jisoo. Tapi ternyata semua hal itu tak akan cukup di mata ibunya.

"Eomma!"

Situasi semakin rumit ketika Jennie bergabung. Awalnya dia baru saja pulang karena sang ayah mengabari bahwa Jisoo kambuh. Padahal mulanya Jennie sedang ada di perpustakaan untuk mengerjakan tugas.

Kedatangan yang niatnya hendak meihat keadaan Jisoo, justru harus dihadapkan pada perdebatan ibu dan adiknya. Jennie sendiri berpikir bahwa ucapan ibunya sudah keterlaluan.

"Pertama Lisa, dan sekarang Chaeyoung. Apakah selanjutnya aku? Ada apa dengan, Eomma? Kenapa selalu menyalahkan kami?" Jennie sudah tersulut emosi melihat Chaeyoung yang menangis.

"Karena kalian tidak bisa menjaga Jisoo dengan baik! Kalian selalu saja membuat kakak kalian terluka." Jennie terkekeh hambar mendengar itu.

"Sejak Jisoo Unnie datang, kenapa... Kau berubah, Eomma?"

HomeWhere stories live. Discover now