4. Hongdae

4.1K 796 74
                                    

Prang!

Piring itu pecah berkeping-keping ketika seseorang tak sengaja bersenggolan dengannya. Belum selesai masalah piring dan makanan yang hancur, seseorang yang menabraknya tadi mulai mendorong bahunya cukup keras.

"Ya! Kau tahu berapa harga bajuku ini? Lihatlah! Sekarang kotor karenamu."

Jisoo mengepalkan tangannya. Kenapa malam ini ia harus tertimpa kesialan? Tidak bisakah sehari saja hidupnya berjalan dengan damai?

Setiap hari, ada saja manusia menyebalkan yang ia temui. Mengapa orang kaya selalu bersikap seenaknya pada Jisoo? Padahal jelas sekali, jika yang menabraknya adalah wanita itu. Jisoo bahkan berjalan sangat hati-hati saat membawa pesanan itu.

"Dimana managermu? Aku ingin bicara." Wanita itu masih berujar dengan suara keras. Tidak peduli jika saat ini sedang menjadi pusat perhatian.

Jisoo sendiri tidak bisa melakukan apa pun. Ia memang tidak salah. Hanya saja kastanya yang rendah membuatnya selalu salah di mata banyak orang.

"Aku manager restaurant ini. Ada yang bisa ku bantu, Nona?" Seorang wanita berusia 40 tahun muncul di tengah-tengah keributan itu.

Melirik tajam pada sosok Jisoo yang raut wajahnya tak menampakkan rasa takut sedikit pun. Atau dia memang tak pernah berekspresi?

Wanita itu tidak tahu. Karena selama Jisoo pekerja bersamanya, tak pernah ia melihat raut wajah lain pada Jisoo selain tatapan datar itu.

Sebenarnya, ia tidak boleh menerima waiters seperti Jisoo. Ia sama sekali tak ramah pada pelanggan. Namun ia merasa kasihan dengan gadis itu. Hanya saja, mungkin hari ini ia sudah ada pada batas kesabarannya. Karena Jisoo selalu membawa masalah.

"Lihatlah. Dia menabrakku dan menyebabkan bajuku yang mahal ini harus kotor. Dia harus bertanggung jawab." Tunjuk gadis itu pada Jisoo yang sedari tadi hanya diam. Tidak membantah, juga tak ingin meminta maaf.

"Joesonghamnida atas kesalahan pegawaiku. Aku akan mengganti kerugiannya." Wanita bernama Kim Jaera itu mengeluarkan kartu namanya.

Setelahnya, masalah tampak mereda. Gadis itu kembali ke tempat duduknya. Sedangkan sang manager kembali memfokuskan pandangannya pada Jisoo.

"Ikut ke ruanganku. Biar partnermu yang membersihkan ini semua." Suaranya tidaklah tinggi, masih terkesan lembut untuk Jisoo dengar. Tapi setelah ini, apakah ia masih bisa merasa lega? Karena sepertinya akan ada hal besar yang menimpanya.

Ruang kerja managernya itu tidak terlalu luas. Namun saat masuk ke dalam sana, ada aroma kopi yang cukup kental. Orang bilang, aroma seperti itu bisa menenangkan perasaan seseorang. Tapi tidak dengan Jisoo.

Berdiri di depan meja managernya, barulah Jisoo menunduk takut. Apakah kali ini ia akan kehilangan pekerjaan lagi? Jika benar, tamatlah riwayatnya karena sang ayah dipastikan marah.

"Tidak bisakah kau meminta maaf pada pelanggan tadi?" Pertanyaan itulah yang sangat mengganggu Kim Jaera sedari tadi.

"Aku tidak bersalah." Dan seharusnya Jaera sudah tahu jawaban Jisoo. Gadis itu bukanlah orang yang mudah meminta maaf jika ia tak bersalah.

"Aku tahu. Tapi kau harus sadar posisimu. Dengan kau diam seperti itu, maka masalah tidak akan selesai." Jaera menghela napasnya kasar. Tidak tahu lagi bagaimana cara menghadapi sikap Jisoo.

"Kau harus sadar posisimu, Jisoo-ssi. Kau berada pada posisi yang tak seharusnya terus mempertahankan harga dirimu. Ada kalanya, kita harus mengalah demi penyelesaian masalah." Mendengar kalimat itu, Jisoo mengepalkan kedua tangannya erat.

HomeWhere stories live. Discover now