48. Rise

3.4K 758 140
                                    

Setelah memberikan Lisa makan dan obat, Hyunjin mengajak ketiga anaknya yang lain untuk berkumpul di ruang keluarga. Disana, sudah ada Minki yang menunggu.

Melihat raut wajah kedua orang tuanya yang tidaklah baik, serta Lisa yang tidak dibiarkan untuk ikut serta membuat Chaeyoung yakin bahwa pembicaraan ini akan mengarah pada adik kembarnya.

"Bolehkan aku tidak ikut? Aku ingin menemani Lisa saja." Chaeyoung, yang sebenarnya tidak ingin mendengar hal buruk mengenai kondisi Lisa memilih tak ingin ikut. Tapi sang ibu menahan lengannya.

"Hanya sebentar, Nak." Mendengar suara Hyunjin yang memelas, terpaksa Chaeyoung ikut duduk di salah satu sofa disana.

Tidak langsung bicara, Minki terlihat meremas tangannya gelisah. Ia sendiri tidak yakin jika pembicaraan ini harus dilakukan. Minki sungguh takut dengan reaksi ketiga anaknya.

"Kalian sudah tahu kondisi kesehatan Lisa seperti apa." Minki berusaha mengatur napasnya setelah mengatakan itu.

Tidak bisa dia lupakan kalimat Dokter Shin yang ia dengar kemarin. Kalimat yang bagai sebuah belati tajam dan mampu menusuk jantungnya sangat dalam. Menimbulkan sebuah luka menganga yang sampai saat ini masih ada.

"Dokter Shin bilang, dengan keadaan seperti itu adik kalian tidak akan bisa bertahan lebih dari enam bulan."

Sejenak ruangan itu berubah senyap. Ketiganya sibuk mencerna kalimat Minki yang sebenarnya tidak bisa mereka terima.

"Maka dari itu, Appa dan Eomma sudah memutuskan untuk menghentikan pengobatan---"

"Apa kalian gila?" Suara Jennie lebih dulu terdengar dengan lantang dan gemetar.

Sungguh. Saat ini seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Tapi dia ingin sekali melayangkan protes terhadap perkataan Minki. Dia sangat marah dengan sosok Minki yang seperti tak punya harapan lagi untuk Lisa.

"Jika kalian tidak mau repot, biar aku yang mengurusnya. Jika kalian tidak ingin membiayai pengobatan itu, biar aku yang mencarinya. Atas dasar apa kalian memutuskan hal ini?" Jennie sudah tenggelam dalam amarahnya.

Menurut Jennie, mereka tidak berhak memutuskan hal itu. Walaupun harapan itu mungkin sangat samar dan hampir tak terlihat, Jennie akan tetap meyakini bahwa umur Lisa tidak sesingkat itu.

"Nak, bukan seperti itu. Lisa sudah sangat kesakitan selama ini. Apakah kalian tega?" Mungkin kedua orang tuanya sedang memikirkan betapa menderitanya Lisa selama ini. Tapi tentu ketiga kakaknya memiliki pola pikir yang berbeda.

"Kalian bisa melepaskannya dengan mudah, tapi tidak denganku!" Tangis Jennie akhirnya pecah. Selamanya, dia tidak bisa membayangkan hidupnya tanpa Lisa.

"Nak---"

"Berhenti bicara omong kosong, Appa. Lisa akan tetap melakukan pengobatan. Lisa akan tetap disini...." Chaeyoung menghapus air matanya kasar. Dia pun satu jalan dengan Jennie. Merasa ucapan ayahnya sudah sangat keterlaluan.

".... Karena kami sudah berjanji untuk meniup lilin bersama di tahun-tahun berikutnya." Chaeyoung tampak bangkit dari posisi duduknya. Seharusnya dia memang tak disini sejak awal.

"Aku tidak mau mendengar ucapan konyolmu lagi. Aku permisi." Chaeyoung akhirnya pergi dari sana. Mendengar Minki yang terus memaksa mereka melepaskan Lisa membuat Chaeyoung semakin marah.

Di dalam ruangan itu, tersisa empat orang dengan Jennie yang terus menangis sesak. Hyunjin yang melihat itu berusaha menenangkannya walaupun hati Hyuniin juga hancur.

Sedangkan Jisoo, dia adalah satu-satunya kakak Lisa yang tidak menangis mendengar kenyataan pahit itu. Dia hanya terus melamun dengan segala pemikiran yang memenuhi kepalanya ini.

HomeWhere stories live. Discover now