33. Fall Apart

3.5K 758 140
                                    

Sudah satu malam berlalu. Tidak ada hal baik yang keluarga itu terima selain Jisoo masih bertahan sampai saat ini.

Hyunjin berdiri di depan sebuah kaca transparant. Dimana dia bisa melihat Jisoo di dalam ruangan itu. Jam kunjungan memang belum dibuka. Mungkin sebentar lagi. Maka dari itu ia hanya bisa melihat Jisoo dari sana.

Saat ini, seorang perawat sedang memberikan makanan cair untuk Jisoo melalui nasogastric tube yang terpasang pada salah satu lubang hidung anak itu.

Sekali lagi, rasa sesak menghampiri Hyunjin. Bahkan kemarin Jisoo masih bisa memakan masakannya. Dia juga sempat memuji makanan buatan Hyunjin sangat enak.

"Andwe!"

Hyunjin tersentak saat mendengar teriakan histeris itu. Dia menoleh ke sumber suara. Letaknya mungkin sekitar 5 kamar dari tempat Jisoo berada.

Napas wanita itu semakin tercekat ketika sebuah brankar keluar dari kamar itu. Dengan seluruh tubuh yang ditutupi kain putih, serta beberapa orang menangis mengikuti.

Tubuh Hyunjin bergetar hebat. Mengapa dia menjadi ketakutan seperti ini? Tidak. Itu tidak akan terjadi padanya. Ia tidak akan merasakan apa yang orang-orang itu rasakan.

Mengusap kasar wajahnya yang basah oleh air mata, Hyunjin kembali menatap kedalam. Setelah merasa puas, dirinya memilih keluar.

Di lorong itu tidak ada siapa pun. Minki mungkin sedang mengajak anak-anak mereka untuk makan di Cafeterian.

Namun saat menoleh, Hyunjin melihat ada sosok salah satu anaknya yang tengah duduk di bangku tunggu. Letaknya agak jauh dari pintu ICU. Lisa berada disana mungkin karena takut memancing kemarahan ibunya lagi.

Melihat Lisa, tentu Hyunjin langsung teringat dengan kejadian tadi malam. Kakinya mendadak terasa lemas ketika sadar dengan apa yang sudah ia lakukan pada Lisa.

Berjalan cepat menuju anaknya, Hyunjin langsung mendekap tubuh berbalut jaket kulit itu. Lisa yang semula sedang melamun seketika tersentak kaget.

"Maaf. Maafkan Eomma. Seharusnya, Eomma tidak memukulmu. Maaf, Sayang." Hyunjin meremas jaket yang Lisa kenakan sangat erat.

Dia merasa sangat menyesal. Seumur hidup, dia tak pernah berlaku kasar pada anak-anaknya. Hyunjin sangat menjaga mereka dari luka sekecil apa pun.

Hanya saja, dia sempat hilang kendali. Ia merasa marah dan harus melampiaskannya. Ia merasa tak terima dengan apa yang menimpa Jisoo.

"Eomma, tidak apa-apa. Aku pantas mendapatkannya. Aku... Bersalah." Lisa mulai melirih.

"A-Aniya. Disini yang sakit, Nak? Apa masih terasa sekarang?" Hyunjin melepaskan dekapan itu, mengusap bahkan meniup pipi kanan Lisa yang semalam ia pukul.

"Pasti rasanya sakit, hm?" Hyunjin mulai memandang sendu pipi itu.

Napas Lisa tercekat. Mengapa ibunya harus seperti ini? Akan lebih baik jika ibunya marah sekali lagi. Jika ibunya memaafkan Lisa, harus dengan apa Lisa menghukum dirinya sendiri?

"Eomma, kau harus menghukumku. Jisoo Unnie. Dia seperti ini karena aku. Eomma tidak boleh memaafkanku." Tatapan itu sungguh memohon pada sang ibu.

Semalaman, Lisa sangat tersiksa dengan rasa bersalah ini. Seandanya ia datang. Seandainya ia tidak terlambat. Dan semua hanya tentang seandainya.

"Aniya. Eomma tahu Lisa tidak bermaksud seperti itu." Hyunjin mengusap wajah anaknya dengan lembut.

Sikap itu sangat berbeda dengan yang ia lakukan tadi malam. Jika Lisa sangat menyesal karena mengabaikan Jisoo, maka kini Hyujin pun juga punya rasa sesalnya sendiri. Mengapa harus dengan kekerasan ia menghukum anaknya?

HomeWhere stories live. Discover now