44. Brand

3.5K 745 107
                                    

Sarapan itu awal mulanya terasa sangat sunyi. Mungkin suara yang ada di sekitar hanya sendok dan mangkuk yang beradu. Sampai akhirnya, Hyunjin tak tahan. Ia melirik pada Minki dan Lisa yang ia tahu sedang perang dingin, juga Jisoo yang memang tidak banyak bicara.

"Uh! Kenapa disini terasa sangat dingin." Hyunjin tiba-tiba bersuara.

"Majja, Eomma. Aku bahkan ingin memakai jaket sekarang." Jennie menimpali.

"Apakah Unnie ingin jaketku?" Chaeyoung dengan polosnya hendak membuka jaket yang sedang dia kenakan.

"A-Ani. Bukan itu maksudku." Jennie meringis, lalu menatap Hyunjin.

Apakah hanya mereka berdua disini yang merasa tidak betah dengan keterdiaman, Jisoo, Lisa, dan Minki? Apakah Chaeyoung tidak sepeka itu?

Hyunjin juga sempat mendengus kesal. Dia pikir jika anak sulungnya datang, akan menambah kehangatan yang ada di dalam rumah. Namun ternyata Jisoo memiliki sifat seperti Minki dan Lisa. Membuat rumah ini terasa semakin dingin.

"Apa rencanamu kedepannya, Jisoo-ya?" Namun rasa kesal itu tak bertahan lama ketika tiba-tiba Minki mengajak Jisoo bicara.

Apakah lelaki itu paham dengan maksud Hyunjin dan Jennie? Atau dia memang ingin tahu rencana Jisoo untuk hidupnya ke depan.

Saat ini, Jisoo sudah hampir sepenuhnya pulih. Minki sendiri berpikir akan menawarkan beberapa hal untuk Jisoo kerjakan setelah ini.

Anak sulungnya sudah berusia 23 tahun. Tidak mungkin Minki terus membiarkan Jisoo di rumah. Dia pantas memiliki impian untuk masa depannya.

"Aku belum memikirkannya." Jisoo sendiri pun bingung.

Saat belum kembali pada keluarganya, Jisoo memang tidak memiliki sesuatu yang hendak di capai. Gadis itu hanya berpikir bagaimana mendapatkan uang. Sampai ia lupa, setiap manusia di dunia ini harus memiliki tujuan yang hendak mereka capai.

"Ini pertengahan semester. Sulit untuknya masuk ke perguruan tinggi sekarang." Hyujin membuka suara.

Satu-satunya hal yang harus Jisoo lakukan pertama kali untuk impiannya tentu saja berkuliah. Tapi saat ini, bukan waktu yang tepat untuk Jisoo masuk. Gadis itu harus menunggu sekitar 6 bulan lagi agar bisa mendaftar kuliah.

"Bagaimana jika aku membantu Lisa di Coffee Shopnya?" Pertanyaan Jisoo itu membuat semua yang ada disana terkejut.

Bukankah Jisoo sudah tahu jika saat ini pembahasan tentang Coffee Shop Lisa cukup sensitif? Terutama untuk Minki yang harus berdebat dengan Lisa tempo hari karena hal itu.

Bukan tanpa alasan Jisoo mengatakannya. Dia tahu, ayahnya hanya khawatir Lisa semakin tak memiliki waktu jika bisnis itu berkembang. Maka dengan membantu Lisa mengurus tiga Coffee Shop itu, adiknya tak akan kerepotan.

"Jisoo-ya, asma mu---"

"Aku bisa mengendalikannya. Sebelum ini juga aku bekerja kepada Lisa dan tak ada masalah." Jisoo paham apa yang Hyunjin takutkan. Tapi Jisoo pikir, dia masih mampu jika hanya sekedar membantu Lisa. Dia pun tahu porsinya dan tak akan memaksakan diri.

"Asal kau bisa menjaga dirimu dengan baik. Karena Lisa tak akan bisa melakukannya disana." Minki tampaknya setuju.

Namun perkataannya mampu melukai perasaan Lisa. Mengapa ayahnya sangat berterus terang seperti ini? Sejak kemarin, Minki selalu mencari masalah dengan Lisa.

Melihat tangan Lisa mengeratkan genggamannya pada sendok, Jisoo segera meraih tangan itu. Mengusapnya agar Lisa merasa lebih tenang.

..........

HomeWhere stories live. Discover now