35. Regret

3.5K 751 153
                                    

Dokter Kim benar. Kegagalan Ekstubasi dan Reintubasi berdampak cukup buruk untuk kondisi Jisoo saat ini. Gadis itu lebih sering mendapatkan penanganan darurat karena tak jarang detak jantungnya melemah tiba-tiba.

Sudah satu hari sejak kejadian itu. Terhitung Jisoo hanya memejamkan mata sekitar 10 atau 20 menit. Karena saat berusaha untuk tidur, Jisoo justru harus bertarung dengan rasa sakit yang menghujam dada dan kepalanya.

Dalam kesakitan itu, Jisoo terus menangis tanpa bisa melakukan apa pun. Setiap kali, air matanya terus jatuh karena merasa tidak sanggup lagi.

Apakah hanya untuk bernapas, ia harus merasa sakit seperti ini? Keetika dadanya bergerak naik turun, inilah hal yang paling menyiksanya. Suara derak pada dadanya menimbulkan rasa sakit luar biasa.

"Nona Jisoo selalu saja menangis. Sepertinya dia begitu kesakitan." Komentar perawat yang selalu menemani Jisoo itu mampu menghunus perasaan Hyunjin yang baru saja mengunjungi anaknya.

Kemarin, Hyunjin sama sekali tidak mengunjungi Jisoo. Ia tidak tahu mengenai apa yang menimpa anaknya itu. Ketika mendengarnya pagi ini, Hyunjin begitu tergunjang.

Raut wajah Hyunjin berubah pias, ketika suara hembusan napas anaknya terdengar menyakitkan. Hyunjin bahkan melihat kedua tangan Jisoo mengepal lemah di sisi perutnya. Terlihat bagaimana dia sangat keras menahan rasa sakit itu.

Perawat yang ada di hadapan Hyunjin tampak menyuntikkan beberapa obat melalui Central Venous Catheter yang terpasang di sisi leher Jisoo. Ketika menerima obat itu, kedua tangan Jisoo terlihat gemetar.

"Sakit ya, Nak? Maaf kemarin Eomma tidak bisa ada di sisi Jisoo. Sekarang Eomma disini." Hyunjin mengecup mata Jisoo yang hanya mampu terbuka setengah. Lalu mengusapnya air mata yang mengalir disana terus-meneris dari sana.

Sudah begitu banyak hal yang Jisoo lewati tanpa Hyunjin disisinya. Pada satu titik, gadis itu bahkan berpikir sempat ingin menyerah dan melakukan percobaan bunuh diri.

Jika saat Lisa tidak mencegahnya, Hyunjin tidak akan memiliki kesempatan ini. Kesempatan bertemu dengan buah hati yang dahulu pergi darinya. Andai ia tahu, mungkin Hyunjin tak akan marah pada Lisa yang menghilang kala itu.

Selama dua puluh tiga tahun, Hyunjin sudah terlalu banyak kehilangan waktu bersama anak sulungnya. Ia yang tidak memberikan ASI untuk Jisoo. Ia yang tidak menyuapi dan memandikan Jisoo saat bayi. Ia yang tidak mengajarkan Jisoo berbicara, berjalan, dan menulis. Hyunjin terlalu melewatkan waktu dimana seharusnya ia ada di sisi Jisoo.

Maka ketika ia tidak berada disini kemarin, Hyunjin merasa cukup bersalah. Jisoo pasti sangat ketakutan kemarin.

"Eungh..." Anak malang itu melenguh ketika hampir tak tahan dengan rasa sakitnya. Kepalanya bergerak samar dengan gelisah.

Dia bahkan tidak bisa mendengar terlalu jelas apa yang ibunya ucapkan. Untuk memandangnya pun sukar, karena saat ini kedua mata itu hanya bisa terbuka setengah. Jisoo sudah berusaha sekeras mungkin, dan hanya itulah hasilnya.

"Eomma sudah disini, Nak. Eomma disini." Hyunjin mengusap perut Jisoo yang kulitnya terasa sangat dingin. Berusaha memberitahu bahwa Hyunjin disini. Menemaninya.

Tidak bisa ia bayangkan, selama hidup Jisoo selalu merasa ketakutan sendiri. Sampai saat ini. Di ruangan ini. Gadis itu berjuang sendiri.

"Jisoo bisa melalui ini, Sayang. Lihat, adik-adik Jisoo sudah menunggu. Mereka sangat mengharapkan Jisoo bisa pulang ke rumah bersama mereka."

Disana. Pada kaca transparant itu. Minki dan ketiga anaknya yang lain sedang memperhatikan. Berharap Jisoo bisa melihat. Hanya saja, gadis itu tak mampu.

HomeWhere stories live. Discover now