8. Hospital

4.1K 766 110
                                    

Membuka kedua matanya, semua ingatan langsung masuk ke dalam pikiran itu hingga membuat kepalanya terasa sesak. Tidak bisakah Tuhan membuatnya lupa saja dengan kejadian beberapa jam lalu?

Jisoo ingin menertawakan dirinya sendiri. Dengan konyol ia ingin mati. Namun saat asmanya kambuh, ia bahkan merasa ketakutan.

Nyatanya, kematian tak semudah yang Jisoo pikirkan. Seandainya saja ia berhasil melompat ke dalam Sungai Han, Jisoo terlebih dahulu merasakan sakit yang melebihi rasa sakit ketika asmanya kambuh.

Jisoo merasa bodoh sekali. Nyatanya walaupun dia sangat tak suka dengan kalimat bijak gadis yang telah menolongnya, tapi kalimat itu juga mampu menyadarkannya.

"Kau bisa pulang setelah cairan infus itu habis." Suara dengan nada datar itu membuat Jisoo tersentak.

Ia tahu, bahwa dirinya saat ini masih ada di ruang emergency rumah sakit. Namun yang tak bisa Jisoo percaya, gadis itu masih ada di sampingnya. Bahkan bajunya masih sama. Pertanda bahwa Lisa tak mengganti bajunya sama sekali.

"Kenapa masih disini?" Pertanyaan itu tak kalah datar. Seakan keduanya enggan berinteraksi satu sama lain, namun keadaan memaksa.

"Hanya ingin." Jawaban Lisa tidak membuat Jisoo merasa puas.

Gadis berambut hitam panjang itu menatap jam dinding di sana. Sudah pukul 2 siang. Jisoo ternyata tidur cukup lama.

Sejak tadi, Lisa bahkan tidak beranjak dari tempat duduknya. Dia hanya merasa bertanggung jawab atas Jisoo karena dirinya yang membawa gadis itu ke rumah sakit.

Lisa sebenarnya sudah menghubungi satu-satunya nomor telepon di ponsel Jisoo. Tapi jawaban dari pria yang ber user name "Appa" itu membuat Lisa terkejut bukan main.

"Jangan menghubungiku jika ini bukan tentang uang. Aku sedang menikmati wanitaku."

Sebelum Lisa mengatakan apa pun, panggilan itu sudah terputus. Ingin mencari orang lain di ponsel itu namun sayangnya tidak ada.

Apakah gadis itu tidak punya kerabat lain atau teman dekat? Mengapa tak ada satu pun nomor yang di simpan selain milik ayahnya? Lalu, pikiran Lisa saat itu mulai menjelajah. Apakah karena ini, gadis itu mengatakan tak punya rumah?

"Pergilah---"

"Aku memang akan pergi." Lisa mulai beranjak dari tempat duduknya. Meringis dalam hati karena merasa pegal bukan main. Ia sudah dalam posisi itu terlalu lama.

"Tidak perlu membayar tagihannya. Sudah ku selesaikan." Kata Lisa lagi sebelum dirinya berbalik.

Saat hendak melangkah, tanpa diduga lengannya ditahan. Lisa merasa bingung sendiri. Padahal tadi ia sudah di usir. Mengapa ketika ia ingin pergi, gadis itu menahannya.

"Berikan ponselmu."

Dahi Lisa mengerut.
"Untuk apa?"

"Berikan saja." Suara Jisoo sedikit meninggi, dan Lisa sendiri merasa tak mengerti. Mengapa ia bisa menuruti gadis itu dan memberikan ponselnya? Apakah ia takut?

Sejak kapan Lisa merasa takut dengan orang lain? Bahkan Jennie yang galak itu pun terkadang Lisa lawan jika hendak berdebat.

Tak lama setelah Jisoo berkutat dengan ponsel Lisa, suara dering ponsel lain terdengar sekali. Itu berasal dari ponsel Jisoo yang ada di dalam tas. Tak lama, gadis itu juga berkutat dengan ponselnya.

"Aku akan menghubungimu untuk membayar tagihannya. Tapi aku tidak bisa berjanji untuk cepat." Jisoo menyerahkan kembali ponsel Lisa.

"Tidak perlu---"

HomeWhere stories live. Discover now