36. Struggle

3.9K 725 149
                                    

Daun sudah berguguran di jalanan Seoul. Mengiringi bulan Oktober yang penuh suka cita dan duka. Dengan angin yang bertiup lembut menyapu dedaunan itu.

Semua hal ada masanya. Semua hal ada batas waktunya. Begitu pun juga dengan daun-daun yang ada di setiap dahan pohon. Ketika waktu mereka telah habis, maka mereka akan berguguran dengan sendirinya.

Mereka yang gugur, tentu sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Tapi ada satu hal yang terlupakan. Ketika daun-daun itu gugur, maka dahan pohon akan merasa kehilangan.

Tahun lalu ketika musim gugur tiba, Jisoo masih menjadi penduduk Gyeongju. Walau tidak seindah Seoul, dia selalu menikmati waktu musim gugur dengan senang hati.

Tidak peduli jika dia sendirian. Tidak peduli jika tak ada yang nemeluknya kala angin musim gugur terasa begitu dingin. Ia hanya berusaha menikmati keindahan di depan matanya. Walaupun sebagaian orang menganggap musim gugur adalah musim penuh kesedihan.

Seharusnya, Tahun ini dia bisa menikmati musim gugur lebih baik. Dia bisa pergi ke Taman Namsan yang mungkin saat ini tengah dipenuhi oleh daun maple berjatuhan. Atau dia bisa pergi ke Namsan Tower.

Kenyataannya, Jisoo tidak bisa melakukan itu semua. Musim gugur kali ini, di setiap hari dia harus merasakan sakit tak terhingga.

Berkali-kali obat masuk ke dalam tubuhnya. Berkali-kali ia dipaksa untuk terus ada disana. Mereka seakan sedang menahan daun yang hendak jatuh. Padahal angin terus bertiup kencang, sangat menginginkan daun itu terjatuh.

Jisoo sudah sangat rapuh. Tubuhnya sudah sangat kurus. Kulitnya yang semula sangat cerah kini berubah pucat. Dengan beberapa kebiruan di jemarinya.

Pada titik ini, tidak ada lagi yang bisa Jisoo pikirkan selain rasa sakitnya sendiri. Sesungguhnya, dia tidak ingin terus seperti ini. Dia ingin mereka melepaskannya.

Biarlah Jisoo hanya singgah sebentar di rumah hangat itu. Ia sudah merasa cukup. Tak banyak yang Jisoo mau.

Tapi apakah pemikirannya itu egois? Setiap hari, kedua orang tua serta adik-adiknya selalu datang. Memberikan Jisoo kalimat-kalimat manis, yang menghangatkan hati Jisoo dikala rasa dingin pada ruang ICU itu.

Seharusnya Jisoo sadar bukan, jika ia sangat berarti untuk mereka? Tidak banyak yang mereka harapkan dari Jisoo selain bisa tetap bernapas. Bahkan jika sekali pun Jisoo tidak bisa melakukan apa pun, mereka akan menerima dengan lapang dada.

Hyunjin yang melahirkan anak itu pun sudah siap dengan kemungkinan terburuk. Jika saja Jisoo tidak bisa membanggakannya seperti ketiga anak yang lain, Hyunjin menerimanya. Jika saja Jisoo hanya bisa berbaring dengan semua alat itu, Hyunjin berjanji akan mengurus Jisoo dengan baik.

Dia sungguh tidak keberatan. Dia tidak akan lelah. Karena apa yang ia lakukan bahkan tidak bisa membayar semua rasa sakit Jisoo selama ini.

Pada 29 Oktober, tepatnya selasa pagi. Dokter memutuskan untuk melakukan Ekstubasi pada Jisoo kembali. Semua ini sudah di diskusikan dengan matang. Berharap Jisoo tidak kembali mengalami Kegagalan Ekstubasi kedua kalinya. Jika saja itu terjadi, mungkin dia akan hidup denhan ventilator selama hidupnya.

Semuanya menemani Jisoo. Berharap dengan keberadaan keluarga kecil yang lengkap itu, Jisoo bisa lebih kuat menjalani prosesnya.

Ketiga saudara Jisoo bahkan harus saling bergenggaman tangan ketika selang panjang itu berhasil ditarik keluar dari kerongkongan Jisoo.

Mereka bisa melihat Jisoo memuntahkan sedikit lendir, lalu terbatuk sangat hebat. Sampai Dokter Kim memasangkan masker oksigen, batuk itu mulai mereda.

"Eunghh..." Kedua mata yang hanya terbuka setengah itu tampak mengeluarkan air mata. Salah satu tangannya yang berada di sekitar dada mengepal lemah dan bergetar hebat.

HomeWhere stories live. Discover now