45. Plan

4.5K 797 311
                                    

Ketika itu Lisa sedang membersihkan sebuah meja, saat seseorang datang menghampirinya dan membanting sebuah berkas ke atas meja.

Lisa menegak. Orang itu yang pernah mengajaknya untuk bekerja sama dalam membuat bisnis waralaba bersama Coffee Shop Lisa. Saat ini wajahnya tampak marah dan Lisa tahu apa sebabnya.

"Kau mempermainkanku?" Pria berusia sekitar 40 tahun itu bertanya dengan nada tinggi.

Lisa merasa lega karena Coffee Shop itu sepi dan belum ada pengunjung yang kembali datang. Namun ia masih tetap merasa tidak nyaman karena pegawainya melihat kejadian ini.

"Tuan Kim, sebaiknya kita masuk---"

"Kau dengan mudahnya menyetujui kerja sama, lalu satu hari berikutnya kau membatalkan ini. Apa maksudmu?"

Lisa memijat pelipisnya yang seketika berdenyut. Ini semua karena ulah sang ayah yang tiba-tiba membatalkan perjanjian itu. Lihat kan? Keputusan Minki hanya mendatangkan masalah baru untuk Lisa.

"Maksudnya sudah jelas. Dia tidak akan bekerja sama denganmu." Suara berat itu membuat keduanya terkejut.

Tampak Minki baru saja datang dati arah pintu masuk. Tatapannya datar, namun Lisa tahu jika saat ini ayahnya sedang menahan amarah.

"Lee Minki-ssi?" Pria itu, Kim Jaewan merasa tak asing dengan sosok Lee Minki.

Dia tahu lelaki itu pemilik perusahaan besar bermama Dominoes Group. Namanya sudah sering disebut pada dunia bisnis mereka. Karena tentu mereka kagum dengan perusahaan itu karena melesat dengan cepat walau usianya baru mencapai 22 tahun.

"Aku yang membatalkan perjanjian kerjasama antara anakku dan pihakmu. Jadi, kau bisa bertanya padaku alasannya." Pernyataan itu membuat Kim Jaewan ternganga.

Sejenak, dia memandangi keduanya dengan teliti. Pantas saja mereka mirip. Terlebih dengan sikap yang sangat kaku dan selalu to the point.

"A-Ah, tidak perlu. Aku minta maaf telah kasar pada putrimu." Lelaki itu segan dengan Lee Minki.

Kim Jaewan tentu tahu, jika ia bertindak gegabah pada Lee Minki maka riwayatnya bisa saja tamat. Dua keluarga besar yang saat ini menyokong perusahaannya tentu sangat berpengaruh.

"Baiklah. Pintu keluar ada disana, Tuan." Minki menunjuk pintu masuk dan keluar Coffee Shop milik Lisa.

Karena paham akan pengusiran halus itu, Kim Jaewan segera beranjak dari sana setelah sebelumnya membungkuk sedikit pada dua orang itu. Tampak kontras dengan sikapnya ketika datang tadi.

"Kenapa kemari?" Lisa bertanya dengan nada dingin sembari melakukan pekerjaannya yang sempat tertunda.

Lisa masih marah. Tentu saja. Minki sudah menghancurkan impiannya dengan egois. Selain itu, Minki juga sempat melontarkan kata-kata yang cukup menyakitkan untuk Lisa dengar.

"Bayi Appa ini masih marah, eoh?" Minki membungkus tubuh Lisa dengan dekapannya.

"Appa, kau ini kenapa? Jangan menghancurkan harga diriku di depan karyawanku." Lisa berbisik dengan kesal.

Dia sudah membangun identitas diri sebagai atasan yang tegas dan berwibawa. Sudah cukup ketiga kakaknya menghancurkan itu. Kini Minki pun ikut melakukannya.

"Apa salahnya dengan ayah yang memeluk bayinya?" Namun Minki seakan tidak mau kalah. Dia enggan melepaskan dekapan itu walau Lisa terus memberontak.

"Aku sudah 20 tahun. Aku bukan bayi." Lisa menekankan kalimatnya.

Apakah Minki ingin membujuknya agar tidak marah lagi? Tapi jika ayahnya seperti ini justru membuat Lisa semakin kesal.

"Eoh? Jinja? Bukankah Lisa baru berumur dua tahun?" Lisa mendengus. Ayahnya ini benar-benar menguji kesabaran Lisa.

HomeWhere stories live. Discover now