5. Prasangka 🌻

2.2K 244 45
                                    

Sebelum membaca, utamakan ibadah dan kewajiban terlebih dahulu.

A story by
DINDA VIRANI

———

"Percayalah Naura, hal baik sebentar lagi akan datang kepadamu."

————

Di dalam kamar sel, Naura menguras habis isi kepala. Semua yang Daniel ucapkan memang benar adanya. Tapi ia masih enggan melihat ke depan, logikanya masih sibuk menggali luka pada masa lalu yang kelam.

Gadis itu beranjak dari tempatnya. Memohon izin pada petugas untuk berkeliling di sekitar lapangan penjara. Karena saat ini, yang ia butuhkan adalah udara segar.

Langkah kakinya menapak satu per satu di lapangan luas tersebut. Kedua netra melihat para narapidana yang asik berbincang dengan sesama mereka. Ada pula yang membantu para petugas mengangkat air, berolahraga, dan melakukan aktivitas lainnya.

Kini ia memutuskan untuk duduk di sebuah kursi panjang dekat mushola.
Tatapan itu semakin kosong, pikirannya kembali dipenuhi dengan banyak hal yang membuat ia semakin pusing.

Allahu Akbar ....

Allahu ... Akbar!

Suara panggilan terdengar jelas di telinga. Suara kumandang azan yang mengalun dengan sangat merdu dan indah. Suara yang memberi isyarat bahwa saat ini sudah memasuki waktu ashar, dan membuat para umat muslim berbondong-bondong menuju ke tempat ibadah.

Namun ternyata, Naura masih enggan beranjak. Masih ingin menikmati suara lembut panggilan Allah untuk para hamba-Nya. Kapan terakhir kali ia mendengar suara azan? Entahlah. Ia sudah sangat lupa.

Seseorang perempuan berkerudung biru muda datang menghampiri. "Naura? Mau ikut salat berjama'ah?"

Wanita itu menggeleng, menolak singkat ajakan baik Ustadzah Rahma. Hatinya beku untuk ikut serta dalam aktivitas wajib setiap muslimah.

"Baiklah, tidak apa-apa. Saya duluan, ya?" sambung ustadzah sembari tersenyum ramah. Baru dua langkah kaki itu menapak, sang ustadzah kembali menoleh ke arahnya.

"Naura, kalau kamu sedang tidak sibuk bisakah menunggu saya di sini sampai selesai salat?"

Naura melirik sekilas, tapi tidak menjawab ucapan perempuan berparas lembut tersebut. Karena tidak ada respon, Ustadzah Rahma akhirnya memutuskan pergi menuju mushola.

10 menit berlalu.

Naura masih betah berada di tempat. Bukan karena ia sengaja menunggu Uztadzah Rahma, tetapi karena sudah terlanjur menemukan posisi ternyaman. Naura tidak semudah itu mengiyakan permintaan orang lain, apalagi untuk seseorang yang teramat sangat asing.

Setelah selesai melaksanakan salat Asar, Ustadzah Rahma berjalan keluar mushola dan memakai kembali sepatunya. Seutas senyum terkembang saat menangkap sosok Naura masih setia duduk di kursi panjang.

"Terimakasih sudah mau menunggu, Naura."

Gadis itu sama sekali tak peduli. Seakan tak melihat sosok Ustadzah Rahma yang ikut duduk di sebelahnya.

"Bagaimana aktivitasmu hari ini? Lancar?"

Hening.

Naura tidak berniat membalas ucapan itu. Sejujurnya ia sangat membenci para perempuan alim seperti Ustadzah Rahma. Menurutnya, mereka semua sama saja. Sama-sama Munafik! Dari luar terbalut jilbab panjang, namun di dalamnya sangat berbanding terbalik.

BAD FATE (End✔)Onde histórias criam vida. Descubra agora