Rangkai XXXIV [Peluk Bunda]

92 15 15
                                    

Manusia memamerkan hidupnya dengan alasan sederhana. Mereka ingin dipuji bahwa mereka makhluk sosial sempurna dan ingin diceritakan oleh orang lain bahwa mereka hidup bahagia.

*****

Hari ini jadi, kan? Gue jemput di halte, ya.

Begitu pesan singkat yang dikirimkan Deva tatkala les pelajaran terakhir hari Sabtu ini akan berakhir sekitar lima menit lagi. Hembusan napas Rellya pertanda pasrah. Ia terlanjur menyetujui permintaan Deva yang mengajaknya belajar bersama, kendati sebenarnya porsinya nanti lebih banyak mengajari materi pada seniornya itu.

Rellya hanya diam saat Dasya tak sengaja membaca pesan Deva diponselnya. Berlanjut sahabatnya itu menggodanya hingga ia jengah sendiri dan membiarkan Dasya mengutarakan pemikiran barunya bahwa Deva ternyata cowok baik dibalik topeng liarnya. Omong-omong, pertemuan dengan Bu Tiara dan Bu Halinda sudah selesai sebelum jam pulang berlangsung. Hanin pulang sendiri setelah Rellya memesan ojek online untuk ibunya dari SMA Ganantra menuju alamat rumahnya.

Ketukan sepatu Rellya menjadi gerakan isengnya selagi menunggu Deva di halte. Sebelumnya, ia mengirim pesan pada Hanin, meminta izin pada sang mama serta mengabarkan akan pulang terlambat sebab ada jadwal belajar bersama teman sekolahnya. Sementara Dasya sudah pulang dijemput oleh kakak perempuannya yang berkuliah semester tiga di tahun ini.

"Hei," Sapaan Deva ditangkap rungu Rellya yang semula mendengar kebisingan kendaraan lewat. "Gue kira lo pulang duluan, lupa janji kita." Deva tersenyum lebar dari kursi kemudi mobil yang berhenti di depan Rellya berdiri menunggu.

Sepertinya Rellya harus membiasakan diri mulai sekarang melihat senyum Deva dengan mudahnya.

"Enggaklah, kan gue udah janji juga," Rellya memandang ragu kemudian. Lebih tepatnya meneliti mobil Deva dari luar. "Lo serius kendarai mobil? Aman gak? Gue gak mau ya kalo semisal lo kena tilang,"

"Ya ampun, Rell--" Deva mraih dompetnya, mengeluarkan sebuah kartu lalu menunjukkan pada Rellya. "Nih, gue udah ada SIM, baru ngurus dua bulan lalu,"

"Ya mana tau ngurus SIM nembak,"

"Astaga, Rell! Bisa melawak juga lo, ya. Asli, nih!"

Rellya memicingkan matanya, memastikan nama lengkap Deva tertera di kartu yang dijulurkan cowok itu padanya. Setelah yakin, barulah ia beranjak ke bagian pintu depan di samping kemudi mobil sedangkan Deva menarik juluran tangannya yang terkeluar melewati jendela kaca.

"Rumah lo gak jauh-jauh, kan, Kak? Takut kesorean lama di jalan," Rellya bertanya saat Deva mulai melajukan mobilnya, meninggalkan area SMA Ganantra yang telah sepi.

Deva membelokkan mobil ke arah kanan di pertigaan jalan raya yang tidak terlalu padat. "Lumayanlah, tapi gak jauh banget. Nanti pulangnya gue antar kok, tenang aja,"

Tidak ada sahutan dari penumpang tunggal di mobilnya. Alih-alih tetap fokus pada jalanan, Deva menoleh sekilas, menemukan wajah Rellya tidak tenang memandangi ponselnya. Gadis itu mengetuk jemarinya di atas pangkuan.

"Kenapa, Rell?"

"Farren gak balas pesan gue, ditelepon nomornya gak aktif," Jawaban Rellya berterus terang. Gadis itu mungkin tidak sadar untuk lebih cermat memilah jawaban, terbukti Deva sampai tertegun mendengarnya.

Sepersekian detik, Rellya sepertinya masih dilanda kekhawatiran, sama sekali tidak menggubris reaksi Deva. "Apa dia ada masalah, ya? Gue takut Farren kenapa-kenapa," gumamnya bermonolog, tetapi oleh tiadanya musik yang diputar di dalam mobil, suara rendahnya tetap di dengar oleh Deva.

FearsomeWhere stories live. Discover now