Rangkai XXXI [Pesta Hati]

89 16 11
                                    

Lebih dari tahu untuk tidak terjebak pada harapan. Namun, apa dayaku jika sesuatu tentang dirimu selalu bergejolak menerbangkan angan?

***

Minggu depan, jadwal ujian semester tingkat akhir SMA Madava telah keluar. Memang, jadwal ujian semester dan sekolah adalah kebijakan masing-masing sekolah, jadi wajar jika satu sekolah berbeda melaksanakan ujiannya dengan sekolah lainnya. Dan untuk hal ini, SMA Madava terdahului oleh SMA Ganantra, mengakibatkan jadwal libur dua tingkat bawah berbeda-beda.

Berhubung guru sibuk menyiapkan soal sekaligus rapat untuk murid kelas dua belas, jadilah jam belajar tidak seketat normalnya. Setelah pulang sekolah, Farren bergegas ke rumah sakit. Menemui orang yang paling disayanginya dan dipertahankannya selagi ia bernapas di dunia ini. Tidak lupa tadi di sekolah para sahabatnya sudah merecokinya agar segera mentransfer dana yang dibutuhkan untuk acara nanti malam. Dengan kebaikan hati Farren, ia mengabulkan dan merelakan uang tabungannya berkurang demi kesenangan sahabatnya yang juga menginginkan momen spesial untuknya di hari istimewanya.

Ragam ucapan telah diterimanya, dari teman seangkatan, bahkan kaum hawa yang sebagian adalah adik tingkatnya yang mengaguminya terang-terangan, memberi kado di atas meja kelasnya, atau menitipkannya pada salah satu sahabatnya jika terlalu malu memberi langsung. Semuanya, Farren terima dengan ramah hati. Ia menghargai ketulusan yang diberi untuknya. Namun tidak mengucapkan terima kasih berlebihan. Ia hanya mengatakan sewajarnya saja. Meskipun seluruh kadonya ia titipkan untuk dibawa oleh Altair dan Felis.

Ini yang ketiga kalinya, ia merasa ulang tahunnya hampa. Tidak ada ucapan dari keluarganya. Farren terkekeh miris, apa yang diharapkannya dari orang-orang egois berkedok anggota keluarganya itu? Tidak ada.

Yang benar-benar tulus dan membahagiakannya belum kembali. Masih berada di tidur panjangnya. Dan ia dengan senang hati tetap menunggu di samping sang bunda, berharap di hari lahirnya tahun ini, Bundanya bisa mengucapkan doa untuknya dan merengkuhnya ke dalam pelukan hangat dan erat.

"Kapan kamu sadar, Kirana? Aku capek menunggumu tiga tahun, aku tidak bisa bertahan dalam kesendirianku ini...,"

Sebuah suara yang dikenalnya terdengar kentara dari dalam ruangan. Membekukan tangan Farren yang semula sudah ingin menarik kenop pintu, membatalkan niatnya untuk membukanya dan menghambur pada sang bunda untuk memberitahukan bahwa ia berulang tahun hari ini.

Tidak jadi. Karena suara yang sama berucap lagi. Kali ini, nada yang begitu putus asa, "Maafkan aku, aku laki-laki yang buruk untukmu. Untuk keluarga kita. Sebelum kamu koma, kita selalu berselisih paham. Aku sering membuatmu menangis, maafkan aku, Kirana," Isakan getir dari bibir Wiguna yang terduduk di kursi di sisi ranjang rumah sakit adalah penampakan yang dilihat Farren dari celah pintu yang terbuka sedikit.

Jantung anaknya sudah mencelos menyaksikan itu semua. Alis tebal keturunan Anggasta mengerut, menahan sirat emosi yang bergejolak di dalam hati.

"Bahkan aku papa yang buruk untuk anak kita. Aku tidak sanggup melihatnya membenciku, Kirana." Genggaman tangan kokohnya menutupi separuh tangan ringkih dan kurus milik sang istri yang tetap damai memejamkan mata di atas ranjang. Mata Wiguna yang biasanya tersorot tegas, kini sayu dan memerah, hatinya teriris melihat tubuh wanita yang diselubungi selang-selang rumah sakit terbujur kaku, meski begitu paripurna kecantikan di rona wajah pucatnya tidak terpupus. Pun rambut hitam panjang yang tetap tampak lembut dan terurus itu membuatnya berat hati menahan tangannya untuk tidak mengelus penuh kasih. Ia sadar, ia begitu buruk dan tidak pantas.

"Kirana, tolong bangun, sayang..., lihat anak kita yang semakin tampan dan cerdas beranjak dewasa, mirip denganmu waktu muda...," Wiguna mengecup lembut punggung tangan yang dulu begitu dipujanya. Kilasan kenangan indah yang menyakitkan mencuat. Bagaimana kisah mereka terjalin rapi hingga ia yang mengacaukan semuanya. "Maafkan aku, Kirana..., tapi, Tiara juga terlalu baik untuk kutinggalkan...,"

FearsomeWhere stories live. Discover now