Rangkai XI [Titik Salah]

158 33 10
                                    

Vote di awal, pembaca yang kusayangi❣️❣️
.

Sejatinya penilaian manusia tidak bisa dianggap dengan kebenaran akurasi. Tiap-tiap manusia memiliki kelemahan yang tidak saling serasi.

*****

Ternyata, intuisi hati itu tak pernah salah.

Rellya tidak merasa kejanggalan ketika ia sibuk memainkan salah satu fitur ponselnya. Ia duduk sendiri di halte yang tak jauh dari Ganantra, menunggu angkot arah rumahnya. Alur yang sudah biasa dijalaninya tiap akan pulang ke rumah, yaitu menunggu sendiri. Tadinya ia merasa aman, hingga tatkala manik kembarnya memendar ke jalan bermaksud melihat apakah angkotnya sudah datang, namun secara impulsif pandangannya tak sengaja menemukan presensi seorang pria berpenampilan suram tengah berdiri di seberang jalan, berhadapan padanya dalam satu garis lurus.

Beberapa detik baginya memicingkan mata, memastikan bahwa ingatannya seolah mengetahui presensi itu. Dan detik selanjutnya adalah matanya membeliah ketakutan kala ulasan insiden di toko musik minggu lalu mencuat di benaknya.

Tak salah lagi, pria itu adalah pemuda berkaos biru yang menggombalinya di toko musik. Sekaligus, orang yang Rellya bohongi demi mencuri kunci yang dipegang pria itu.

Rellya bergegas berdiri, pria itu tampak menyebrangi jalan tanpa mengalami hambatan yang diharapkannya terjadi, lalu instingnya menggerakkan kedua kakinya agar berlari dari halte, menyusuri trotoar kecil yang lengang mengingat yang melewatinya hanyalah anak-anak Ganantra yang kini sudah pulang semua.

Rellya mendengar umpatan pria yang mengejarnya dibelakang sebelum memutuskan membelokkan langkah memasuki sebuah gang kecil, kedua tangannya yang bergetar menekan nada panggil seseorang.

Tak butuh lama, sambungan yang sangat dibutuhkannya itu terjawab, "Ha-halo..," Dengan hembusan napas yang terengah serta bibir yang gemetar lantaran terus berlari, ia mencoba tetap tenang. "Cowok di toko musik itu lagi ngejar gue. Gue di gang kecil-tolong gue-"

"Mau ke mana lo?" Tangan Rellya yang sedang memegang ponsel refleks tercampak cukup jauh di atas tanah, badannya menegang kala pria itu berhasil menangkapnya setelah mencekal lengannya kuat.

Rellya menggigit bibirnya, tidak ingin mengeluarkan suara apapun terlebih lidahnya terasa kelu. Matanya memendar ke sekitar, menyadari kebodohannya berlari ke gang sempit dan kecil ini. Tidak ada orang yang lewat, hanya ada mereka berdua yang berada di antara dua gedung berhimpit.

"Ahhh," ringisnya ketika pria itu menghempaskannya ke dinding salah gedung. Matanya memejam diiringi keringat yang membanjiri pelipisnya. Rungunya mendengar serentetan kalimat pria itu namun sama sekali tak dipedulikannya.

Yang ia pedulikan sekarang bagaimana ia bisa selamat dari situasi membahayakan ini.

"Lo emang manis," Oleh desak ketakutan, kedua tangannya seolah melumpuh, tidak bisa bergerak menampar wajah pria asing yang dengan lancangnya tengah membelai pipinya. "Jadi gimana kita----"

Rasanya ia telah dilecehkan. Rasanya, begitu ironi.

BRUK---

Sejemang pasrah yang mengubur asanya lenyap. Dentam badan terhempas ke tanah begitu terasa nyata baginya. Rellya perlahan membuka matanya, belah bibirnya menganga, tubuhnya kaku kendati matanya terus melesakkan tetes bulir bening itu.

"Bangsat!" pria yang tersungkur di tanah itu beranjak bangkit, wajahnya semakin berang saat melihat dalang yang telah menerjang punggungnya begitu kuat. "Farren? Wah, lo udah sembuh? Gue kira lo udah mati."

FearsomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang