Rangkai LII : [Elak Rindu]

76 7 2
                                    

Yang awalnya bukan rasa, tetapi beranjak nyaman oleh karena terbiasa. Yang semula asing, hadirnya mencipta degup berteriak bising. Kamu, terlalu nyata untuk menjadi delusi semu.


*****

Ujian akhir sekolah SMA Ganantra sudah usai. Kelas XII sedang menikmati masa minggu tenang, sebelum menghadapi ujian nasional sebagai pamungkas masa SMA mereka. Hal itu berarti murid kelas X dan XI sudah kembali bersekolah seperti biasa. Meskipun gedung sekolah yang dihuni kelas XII tampak sepi, sederet kelas kosong, kebisingan dari koridor yang biasanya paling ribut oleh aksi-aksi menghibur tidak terjadi lagi. Biasanya, anak kelas XII laki-laki banyak duduk berkumpul di koridor, berteriak heboh, menjadi tempat nasihat guru dadakan kala ada-ada saja aksi konyol yang mereka buat, atau menggoda adik kelas yang lewat di depan mereka, baik dengan siulan atau senandung lagu dari gitar dan kursi yang mendadak jadi gendang. Tingkah mereka cukup meramaikan suasana sekolah.

Tapi, semuanya tinggal potret kenangan. Waktu berjalan kesat. Semuanya hanya menjalani fase yang sudah terjadi sesuai siklusnya. Mereka kini akan tamat. Berpencar mencari kisah baru. Tentunya dengan orang-orang baru. Sebentar lagi, Rellya juga akan masuk ke fase terakhir masa SMA-nya.

"Ternyata rumor lo punya hubungan sama Kak Deva bener, ya?"

Semula, kedua sahabat itu berjalan tenang dari kelas menuju gerbang sekolah. Bel pulang sudah berbunyi. SMA Ganantra masih terlihat beberapa murid yang masih memiliki alasan bertahan di sekolah. Kebanyakan anak organisasi atau OSIS. Dan keduanya tidak termasuk mereka ikuti.

Pandangan tunduk yang sedari tadi Rellya pertahankan kini terangkat. Merasa janggal menerima tatapan sirat jahil dari Dasya untuknya. "Maksud lo? Dih, jangan ngomong yang nggak-nggak."

"Dih, ngelak!" Lalu, Dasya mengedikkan dagu ke arah luar gerbang sekolah yang berada tak jauh di depan mereka. "Noh, Kak Deva mandangin lo terus sejak tadi. Ngapain coba anak kelas XII di sekolah, mereka kan libur."

Mendengar nama yang disinggung secara tiba-tiba itu, sontak Rellya menolehkan kepala. Benar saja. Ia terbelalak saat menemukan Deva berdiri bersandar di mobil merahnya di luar gerbang.

Tatap mereka bertemu dalam segaris lurus. Langkah Rellya semakin berat tatkala Dasya sudah sibuk mendorong tubuhnya, menuju Deva yang juga sekarang melangkah seakan benar-benar hendak menemuinya.

"Widih, Rell. Kapan lagi disamperin cogan modelan wattpad gini, udah sana!" bisik heboh Dasya. Tak mengindahkan ekspresi tak nyaman di wajah Rellya.

"Hai!" Sapaan Deva hanya dibalas serupa teriakan antusias dari Dasya. Cowok berkaos biru dipadankan jaket senada itu telah berdiri di hadapan kedua gadis yang kontras gurat ekspresi di wajah mereka.

Lama menunggu Rellya membalas, akhirnya Dasya yang mengambil alih. "Eh, Kak Deva. Ngapain, Kak? Rajin bener ke sekolah. Bukannya kelas XII free?"

Dasya menyikut lengan Rellya yang dirangkulnya. Menyuruh sahabatnya berikan respons yang sekiranya agar tidak menyinggung perasaan Deva oleh keterdiamannya.

"Gue mau ngobrol sama Rellya. Kalian udah mau pulang, kan?"

"Iya, Kak."

Deva mengangkat sudut bibirnya sekilas. Gambaran senior nakal dan menyeramkan yang sudah terkenal seantero sekolah luntur seketika di pikiran Dasya. "Gue ngantar Rellya pulang. Boleh?"

Dasya menganga. Mulutnya terbuka lebar. Pupilnya membesar. Perkataan Deva seolah fakta yang memecahkan misteri dunia. Sangat mengejutkan.

Sebaliknya, Rellya masih terdiam. Tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Karena sejujurnya, sudah lama, ia dan Deva tidak saling bertemu dan berinteraksi. Terakhir adalah ia diberi tahu jika wanita yang menjabat Dewan Komite SMA Madava bernama Tiara adalah ibu tiri Farren. Sementara itu, Deva mengakui padanya wanita yang sama juga adalah ibu baru yang mengadopsinya jadi anak.

FearsomeWhere stories live. Discover now