Rangkai XX [Mengaku Suka]

170 22 29
                                    

Manusia itu fana yang tidak tahu malu menuntut abadi, melangitkan ego dan berusaha melawan Tuhan.

Rellya Drenaza.

****

Takdir itu memang ada.

Paling tidak, direncanakan supaya manusia lebih peka terhadap sekitar mereka. Bahwasanya mereka hidup bukan untuk sendiri, namun berbaur pada sesama dan lebih banyak peduli pada makhluk sejenisnya.

"Loh, loh, Rellya? Kok cepat sekali---" Pak Eko yang menunggu dalam mobilnya yang diparkir di seberang jalan tak jauh dari SMA Madava segera beranjak turun, menuju Rellya yang tertatih-tatih kesusahan membawa Deva dirangkulannya. "Deva kenapa?! Masha Allah! Kenapa mukanya babak belur gini?! Kamu ketemu dia dimana?! Ulah siapa ini?!!"

"Aduh, Pak. Nanyanya ditunda dulu, Pak." Jawab Rellya seraya terengah-engah, ia bergantian menatap gurunya dan cowok yang sudah tak sadarkan diri mengalungkan lengannya ke leher Rellya, "Kita bawa ke rumah sakit dulu Kak Deva-nya, Pak. Takutnya lukanya makin infeksi dan berisiko fatal,"

Guru itu menggangguk cepat, "Baik. Baik. Sini bapak bantu,"

Rellya lantas menghirup bebas napasnya yang terasa ringan, tak seberat ketika ia memapah Deva dari gerbang Madava menuju mobil Pak Ego yang memang diketahuinya berada di seberang jalan raya nan besar. Tubuh seniornya itu sungguh berat, bahkan Rellya nyaris kelimpungan beberapa kali kala menyeberang jalanan lebar itu.

Rellya membuka pintu belakang mobil, Pak Eko mendudukkan Deva di kursi belakang. Sementara Rellya bergegas masuk dan duduk di jok depan disamping pengemudi.

Pak Eko menjalankan mobilnya, raut wajahnya khawatir, "Sekarang kamu bisa cerita Rellya, mengapa Deva sampai begitu?" tanyanya pada Rellya yang melempar pandang ke luar jendela.

Kepala perempuan itu tak kunjung berpaling. Terlalu mengamati pemandangan jalan dengan tatap kosong.

Yang jujurnya adalah Rellya terlalu memikirkan keadaan seseorang setelah ia tinggalkan begitu saja. Memberi kalimat bentakan, seakan dirinya benar. Dan lancangnya ia bertindak menghakimi.

Sebenarnya, Pak Eko memberi tahu bahwa sekolah mereka memenangkan lomba di Madava yang diselenggarakan tempo hari lalu. Namun karena tak ada perwakilan guru ataupun ia dan Deva yang pergi ke Madava sebab yakin tak menang, jadilah piala, sertifikat serta hadiah tambahan belum mereka ambil.

Jadilah maksud Pak Eko menyuruh Rellya agar mengambil hak mereka ke Madava, pihak sekolah itupun sudah menghubungi kepala sekolah Ganantra membuat mereka jadi tak enak jika dilamakan mengambil bukti kemenangan mereka. Rellya pergi bersama Pak Eko dan guru itu memilih menunggu di mobilnya yang diparki di area luar Madava. Sementara Rellya yang diserahkan kewajiban untuk mengambil piala dan sertifikat mereka.

Rellya berencana menemui satpam agar diberi izin masuk. Namun menyadari gerbang Madava dibuka tak terlalu lebar, akhirnya ia melongokkan pandangan ke dalam. Dan disanalah insiden tak diduganya terjadi.

Farren tengah menghajar Deva secara brutal, bak orang kesetanan. Ditontoni banyak orang yang ironisnya hanya melihat.

Cowok itu tampak baik-baik saja, luka dan lebam yang berada di wajahnya tampak tak berbekas, ia bahkan melihat kulit mulus yang memerah emosi. Rellya mengira Farren akan mengalami proses pemulihan dari beberapa anggota tubuh pasca pulangnya ia dari sakit, namun sepertinya memang pertahanan tubuh Farren kuat dan cideranya tidak terlalu parah.

FearsomeWhere stories live. Discover now