Rangkai I [Awal Bahaya]

471 82 124
                                    

Selamat membaca!

Awal yang membawa hidupku berubah melalui sebuah pertemuan. Adalah kamu, tamu asing yang tidak mengetuk pintu lebih dahulu.

***


"Rellya, hari ini lo sendiri aja, ya, yang cari kaset klasiknya."

Perempuan yang masih sibuk memasukkan buku beserta alat tulis ke tas ransel berwarna abu-abu gelap itu menoleh, menemukan presensi teman sekelasnya yang membuka suara padanya beberapa detik lalu. Perempuan berkulit putih, tinggi dan berlesung pipit yang menjadi idola cowok dikelasnya lantaran parasnya yang cantik itu.

"Rell, lo gak masalah, kan?" tanya Cleva memastikan lagi, berikutnya ia memanggil nama Rellya dua kali sebab si empunya nama masih terbengong sendiri.

Rellya menarik diri dari pemikiran kritisnya terhadap penampilan teman kelasnya, Cleva. "Eh, iya? Lo bilang apa tadi?"

Sebenarnya telinga Rellya menangkap jelas suara Cleva dari awal, namun ia hanya ingin mengulur waktu demi rasa kesal yang tiba-tiba mendera mengenai suatu hal.

"Iya, gue gak bisa temani lo nyari kaset klasik buat tugas interpretasi seni budaya kita yang lusa bakalan dikumpul. Aluna juga gak bisa karena ada acara keluarga, Vega ada kegiatan pramuka di sekolah lain, Rio katanya dia mau jalan," Cleva menjelaskan sembari memasang wajah tidak enaknya.

Benar, kan.

Rellya mengernyit, ia merasa suatu hal yang ganjal. "Terus, lo alasannya apa?" tanyanya kemudian.

"Gue mau jalan bareng Rio, Rell." Cleva tertawa kecil, membuat lesung pipitnya menambah kecantikannya yang kali ini sama sekali tidak diinginkan oleh Rellya melihatnya.

Ada rasa ingin protes namun tidak meluncur bebas saat Cleva menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada, membentuk permohonan yang selaras dengan wajah memelasnya yang menurut teman cowok di kelasnya adalah momen Cleva menggemaskan. Uh, masa bodoh!

"Gue mohon Rell, gue kemarin baru jadian sama Rio. Jadi dia ngajak ngedate kami yang pertama kali hari ini. Gue gak mungkin nolakkan, Rell."

Mungkin saja, apa yang tidak mungkin di dunia ini jika manusia serius menjalaninya.

Atau, apa hubungannya jadian mereka dengan dirinya yang harus dikorbankan?

Sekiranya masih banyak kalimat bantahan yang sudah gatal lidahnya keluarkan. Namun Rellya bukan tipe yang suka buat ribut dengan orang, terutama kaum sejenisnya. Ia beranggapan masalah akan berakar panjang jika ia melawan, sedangkan jika dijalani dan dilewati tanpa ribut mungkin akan cepat selesai.

Berbeda dengan konteks kalimat ribut jika ia sedang dalam suasana berdebat di bidang mata pelajaran, seperti diskusi membahas hak asasi manusia di Indonesia, mungkin satu kelas juga tahu kalau mulutnya-lah yang selalu melontarkan banyak argumen dan sanggahan sampai guru dan tim diskusi lainpun kewalahan menanggapi pernyataannya.

Setidaknya anggap Rellya sedang beramal baik membiarkan pasangan yang baru jadian menjalani kencan pertama mereka.

Rellya menghela napas pendek, "Ok. Gue bisa."

"Serius, Rell? Wah makasih loh, ya! Lo emang murid teladan, udah pinter baik lagi!!" Cleva bersorak girang serta memeluknya erat dalam beberapa detik. Harus Rellya akui jika aroma harum yang berasal dari badan ideal itu berdifusi membuat hidungnya merasa sesak.

Rellya tidak menyukai bau parfume yang menyengat.

"Tapi alamatnya gue gak tau."

Cleva mengibaskan tangannya, "Gue kirim dari whattsap. Pokoknya gak jauh-lah dari sekolah kita,"

FearsomeOnde histórias criam vida. Descubra agora