Rangkai XXXVII [Menolak Damai]

102 17 7
                                    

****

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

****

Hari ini adalah Minggu. Hari kebebasan bagi pelajar untuk melepaskan diri dari rutinitas belajar di sekolah yang terasa melelahkan. Rellya tak punya rencana khusus untuk mengisi liburannya. Seperti Minggu-Minggu sebelumnya, seumur hidupnya sekolah, ia termasuk jarang pergi bersama teman ke suatu tempat di hari Minggu. Dasya juga tidak terlalu menyukai tempat tonkrongan yang diramaikan anak muda sebaya mereka, atau tepatnya, perempuan itu tidak diberi izin untuk keluar oleh orang tuanya jika bukan alasan penting yang bersangkutan dengan sekolah dan les yang diikutinya. Pun keluarga Rellya bukan tipe keluarga yang suka pergi liburan. Orang tuanya justru lebih suka jika berkumpul di rumah sambil menikmati masakan mamanya.

Maka wajar saja jika Rellya berdiam diri di rumah hari ini. Sehabis mandi guna membersihkan diri, Rellya diminta sang mama menjaga adiknya yang kemarin malam kembali mengeluh sakit di bagian bawah perutnya.

Sementara ibu mereka berkutat di dapur, Rellya bermain ponsel di kursi belajar di kamar sang adik yang sedang tertidur setelah meminum obatnya beberapa menit lalu.

"Kak! Ada yang ketuk pintu depan, coba kakak lihat dulu sana!" Teriakan sang ibu dari arah dapur begitu jelas didengar Rellya. Mengingat tidak ada selain dirinya yang bisa dimintai tolong, Rellya segera bergegas keluar kamar Atta, menuju pintu depan supaya menyambut tamu usai ketukan pintu utama tak terdengar lagi.

Tersemat pikirannya bahwa itu adalah sang papa yang sudah pulang dari urusannya di rumah rekan kerjanya. Dugaan itu justru kandas selaras gerakan tangannya membuka pintu utama rumah. Menemukan presensi tubuh tinggi menjulang berdiri di depan pintu. Rellya menengadah kepala, mengerjap. Tatapan itu bertemu di garis singgung yang melambatkan kinerja otaknya.

"Hai," Farren menyapa lebih dulu. Satu tangannya terbenam di saku celana jeans hitam pekat yang dikenakannya. "Gue mau jenguk Atta, boleh?" lanjutnya kemudian. Tidak terlalu jelas aksen bertanya di ujung kalimatnya.

Sang hawa sejenak beralih pada dua paper bag yang ditenteng di tangan Farren. Mulutnya agak terbuka sebagai akibat bingung memberi tanggapan pada sederet kalimat yang dilontarkan Farren. Cowok itu tidak memberi tahu akan bertandang ke rumahnya di hari Minggu ini.

"Boleh..., kok." Rellya menjawab dengan terbata. Rumit menampik pikiran liarnya tatkala wajah segar Farren terlihat sangat mulus tanpa celah adalah sesuatu yang membahayakan jantungnya. Terlebih rambut cowok itu ditata berantakan seperti sengaja tidak disir. "Masuk, aja. Mama lagi di dapur."

Rellya membuka pintu lebih lebar. Mempersilakan tamu rumah masuk. Mereka melalui ruang tamu yang berfungsi ganda sebagai ruang keluarga. Rellya berjalan pelan mendahului Farren yang hanya mengikutinya di belakang.

"Siapa datang, Kak?" Kegiatan wanita yang sedang menuangkan garam ke panci di atas kompor menyala terjeda oleh kehadiran anak sulungnya. "Loh, Farren, ya?"

FearsomeWhere stories live. Discover now