Rangkai XXX [Makhluk Rapuh]

107 17 11
                                    

Hey, yo!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hey, yo!

*****

"Nih, barang pesanan lo." Gafa menyerahkan bungkusan plastik hitam lonjong dari dalam tasnya pada Farren. Farren menerima miliknya dalam diam lalu bergerak memasukkannya ke dalam ransel hitam sekolahnya.

"Lain kali kalau mau mesen barang online di ponsel gue bilang-bilang. Jadi pas kurir datang ke rumah, gue dan emak gue gak bingung," Gafa rewel di hadapan Farren adalah hal biasa. Jauh berbeda karakternya jika berbaur dengan teman sekelas atau murid biasa, pribadinya dikenal cenderung dingin dan sedikit pongah.

Nyatanya, Gafa adalah remaja laki-laki yang akan protes setiap kali Farren memesan barang-barang kelengkapan hobinya secara diam-diam di ponsel cowok itu. Pagi tadi sebelum berangkat sekolah bukan pertama kalinya ia kebingungan mendapati kurir datang ke rumah mengantarkan barang-barang Farren, pernah dulu waktu awal-awal, ia mengabsen dua hari sekali aplikasi dagang online-nya dan meng-cancel semua pesanan yang dilakukan Farren tanpa sepengetahuannya. Ia malas untuk direpotkan, termasuk untuk sahabatnya sendiri. Tapi, bukannya jera dan berhenti, Farren tetap mengulangi hal yang sama. Hingga ia capek terus-terusan meng-cancel- pesanan Farren.

"Lo denger, gak, bangke?"

Siap meresleting ranselnya, Farren mengangkat sebelah alis membalas pandangan jengah Gafa. "Bacot."

Tidak usah ragukan kepalan tangan Gafa yang ingin meninju wajah lempeng Farren detik itu pula. "Anjir, serius ini. Lo kayak orang susah gak bisa unduh aplikasinya di ponsel lo yang mahal itu."

"Ribet." Alasan Farren sungguh menggatali lidah Gafa untuk menyumpah-serapahinya.

Farren yang sedari tadi duduk di atas jok motor meraih helm-nya. Bersiap pergi dari tempat temu janji keduanya, yaitu di depan minimarket tak jauh dari SMA Madava. Farren menunggu Gafa selama sepuluh menit sebelum cowok itu datang bersama ninja putihnya. Keduanya tetap dalam posisi menunggangi motornya yang bersebelahan.

Rencananya pergi tertahan saat suara ragu Gafa menyahut, "Bunda lo....," Tangan Gafa menggaruk tengkuk yang tak gatal. "... sehat, kan?"

Farren menoleh, menyingkap kaca helm yang menutupi wajahnya. Tersenyum kecil. Hingga Gafa meragu bahwa ia baru saja melihat senyum Farren. "Sejauh ini, masih bertahan."

Gafa mengela napas lega, tangannya refleks tak sadar mengelus dadanya. "Syukurlah. Gue doakan Bunda lo sadar secepatnya. Lo tahu, Brigasti selalu ada buat lo kapanpun."

"Gue tau itu." Kali ini, senyum Farren lebih tulus dan tampak jelas di mata Gafa. Keduanya berbalas senyum penuh arti.

Farren tidak mengucapkan terima kasih atas ucapan Gafa. Sebab ia tahu Gafa mengatakannya tidak hanya sekadar basa-basi sebagai orang luar yang tidak mengetahui seluk beluk masalah hidupnya. Brigasti, yang isinya mereka berempat adanya wujud nyata persahabatan yang dijadikannya rumah ketika ia melarikan diri. Jauh dari kata basa-basi, mereka memberi perlindungan dari depan dan menyokong dari belakang. Membantu satu lain, bersama rasa kekeluargaan yang tak pernah mati.

FearsomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang