[Keping Tiga : Farren, Rellya, TAMAT]

92 6 1
                                    

nb. pengulangan kata, narasi panjang, percakapan lamban.

****

Petang itu angin pantai tidak begitu kencang. Hampar biru lautnya membias sinar jingga bertahta di cakrawala senada warnanya. Pasir putih tak sampai menenggelamkan alas kaki, sekadar butiran putihnya mengecup mesra siapapun yang menjejaknya. Sekiranya mengajak pekerkenalan hangat dengan isyarat bisunya. Siulan burung berterbangan di menghinggapi langit. Berisik dedaunan pohon kelapa di ujung mata melambai repetitif. Panorama pantai kala hari beranjak dirajai sore hari ialah sesuatu indah memanjakan mata.

Di sini lah Rellya.

Tumitnya henti melangkah manakala impulsif dirinya memerintah demikian. Titian kedua kakinya bergerak lamban melewati jalan kecil sampai dirinya akhirnya tiba menjejaki pasir putih pantai. Selinap takut menyambangi saat netra disajikan pemandangan laut luas dihias ombak-ombak kecil. Akan tetapi, perasaan penasaran lebih kuat mendominasi. Pun sempat hanyut akan keindahan pesona pantai yang menandingi.

Oleh sergap kecewa sekian kalinya tatkala pandangnya mengedar ke sekeliling, menemukan tidak ada siapapun di sini. Sebelum retinanya jatuh pada titik tak jauh di depannya. Dengan jarak yang masih terlalu jelas dipetakan olehnya, Rellya terkesiap sebab jumpai hal lain tidak sama sekali disangka.

Dalam radius sepuluh meter, Rellya melihat ada banyak balon warna-warni ditata sedemikian rupa membentuk lingkaran besar dengan kaki berupa sepasang papan cokelat yang tegak menopangnya. Bunga-bunga tidak diketahui jenisnya, akan tetapi masih terlalu cantik bilamana dipandang dari jauh sekalipun menyelip di antara balon-balon itu bersamaan pita-pita manis dihias di sana. Lalu fokusnya teralih. Memeta bagaimana indahnya meja kayu kecil di atas selembar kain putih besar terbentang. Di atas meja dihias bunga-bunga dan pernak-pernik lainnya. Pun terdapat dua bantal kecil ditempatkan di kedua sisi meja.

Dari jauh, Rellya sudah terpikat. Oleh karenanya, ia tak sabar lagi untuk segera melangkah, mendekati eksistensi menarik hatinya itu.

Tatkala kakinya mendorongnya maju, sampai ia tepat di hadapan sesuatu yang memukau itu, belah bibirnya sontak menganga menemukan kembali lebih detail dari dekorasi-dekorasi yang begitu memukau.

Melihat banyak kerang dan bintang laut bertaburan di atas kain. Semulanya akan biasa saja jikalau tidak didekorasi sedemikian bagusnya dengan wujud bervariasi yang seluruhnya cantik. Di atas terdapat bunga-bunga yang ternyata terbuat dari kerang. Hiasan itu beragam bentuk dan ukuran dan semuanya terlihat mengagumkan. Ada pula cangkang kerang berisikan permen berwarna-warni. Tempat tisu yang tersaji di tengah meja terbuat dari kerang serta lilin yang menyala di sudut-sudut meja dan sekeliling kain terbuat dari kerajinan hasil dari laut yang sama.

Oh, jangan lupakan manakala Rellya kembali dongakkan wajah, ia membeliak mendapati tirai bergantungan tepat di belakang meja kecil. Tak terhitung jumlah kerang yang dihias menempeli tiap-tiap helai tali tirai. Sampai sekon kesadarannya mencuat tatkala tersentak oleh gambar-gambar dari selembaran kecil yang tergantung rapi di tali-tali tirai kerang.

Satu gambar yang berisi potret dirinya tersenyum dari sisi samping yang berkesan diambil secara diam-diam.

"Ini-"

Bunyi bidikan kamera dari belakang seketika membuat Rellya sejemang membalik badan. Dari paras tercenangnya, belah bibir lafalkan satu nama berintonasi kian rendah dalam tekanan pertanyaan sedikit pasrah manakala dirinya menjumpai sosok terkasih berwujud nyata di depannya.

"Farren-?

"Manis." Ulaskan senyum kecil, Farren menurunkan kameranya. "Seperti biasa," komentarnya usai berhasil abadikan momen bagaimana lekuk wajah dari samping itu terlihat apik dari pancaran binar mata dan bias lembayung pada parasnya.

FearsomeWhere stories live. Discover now