Rangkai IV [Terperangkap]

327 50 89
                                    

Selamat Membaca!

Kamu bagaikan kelam di malam. Penghujungnya tidak dapat kunanti karena terlelap. Terlalu bosan menunggu sebab tidak berakhir dalam sekejap.

Penulis.

***

Rellya pasrah dirinya dibawa ke mana oleh cowok asing ini. Ini pertama kalinya dia dibonceng dengan seorang cowok menggunakan motor sport hitam diikuti oleh satu motor lain yang tak kalah mewah melaju mengikuti dari belakang. Meskipun ia mengakui diri bahwa ia maniak cogan, Rellya hanya mengeskpresikannya melalui teriakan, tidak tertarik melakukan hal-hal yang sudah awam bagi pelajar seumurannya.

Yang selanjutnya diaketahui bahwa ia dibawa ke rumah sakit yang kemarin malah didatanginya.

Dua cowok itu tanpa bicara menuntunnya memasuki lobi rumah sakit. Kala ditengah-tengah orang yang berlalu lalang, Rellya berniat kabur namun tidak berhasil lantaran tangannya sudah dicekal lebih awal. Membuat dua cowok itu kini memposisikan dirinya di sisi kanan dan kiri Rellya disertai jarak yang rapat. Menyusahkannya kabur.

Mereka keluar dari lift di lantai 15. Menuju ruangan bertuliskan nomor 12 VVIP. Rellya dijaga oleh satu cowok saat menunggu sebentar di depan pintu cokelat itu. Lalu beberapa detik setelahnya ia didorong masuk begitu saja dengan gerakan kasar. Menyebabkan dirinya limbung dan menyadari telah berdiri tepat di tengah ruangan yang tak ingin dijelajahi matanya.

Rellya meneguk ludahnya gamang, ekor matanya menangkap pintu yang menjerumuskannya sudah dikunci otomatis. Kepalanya tertunduk dalam, berharap dirinya segera menghilang ditelan bumi sekarang juga.

Terlebih ia merasakan banyak mata yang sedang menatapnya. Rellya tidak berani mengubah pandangan matanya ke arah lantai ruangan yang tampak bersih dan dingin. Udara sejuk dari pendingin ruangan seolah menyesakkan dadanya bernapas tenang.

“Ini anaknya, Gaf?” Tanya Altair yang duduk di sofa panjang, meretak senyap paling awal.

Felis beranjak mendekati perempuan yang sedang berdiri dengan kaki yang terlihat bergemetar di tengah ruangan. Ia berhenti dihadapan perempuan itu, meraih dagu itu agar mendongak sehingga ia lebih leluasa menilai.

“Wajahnya biasa aja, kulitnya sawo matang, alisnya tipis asli gak dilukis, matanya bulat, dahinya lebar. Hmmm, manis juga, sih.” Felis terkekeh kecil di akhir kalimat setelah mengatakan hasil penilaiannya yang begitu kritikus.

Rellya yang merasa direndahkan sekaligus tidak menyukai perilaku lancang Felis sontak menepis telunjuk yang menahan dagunya. “Jangan sentuh.” Ucapnya pelan, menekan katanya di nada yang rendah.

“Wah, sok jual mahal anjing betina Ganantra,” Gafa angkat suara di tempat duduknya.

Seketika mata Rellya yang masih terkandung ketakutan itu menoleh, mendengar suara bengis yang kemarin pernah didengarnya kembali melontar kalimat hina.

“Yang anjing siapa? Lo atau gue?” tanya Rellya, melantangkan suaranya.

Pupil mata cowok blasteran itu melebar, ia beranjak bangkit menuju Rellya yang kedua tangan sudah terkepal di sisi tubuh, merasa awas. Seketika menyesali perkataanya barusan.

“Lo--”

“Gafa,” Farren mengurung langkah Gafa melalui panggilannya. “Kalian boleh keluar sekarang.” Lanjut Farren, membuat ketiga temannya menatapnya ragu.

Farren selalu melakukan hal diluar nalar manusia normal.

Akhirnya, Altair yang lebih dulu beranjak keluar setelah meraih tas sekolahnya di sofa. Selanjutnya Felis melakukan hal yang sama, namun ketika melewati Rellya, cowok bermanik hitam pekat itu tersenyum ramah ke arahnya, senyum yang ditangkap Rellya sebagai tanda tidak akan terjadi apa-apa.

FearsomeKde žijí příběhy. Začni objevovat