Rangkai XIII [Dunia Farren]

187 27 12
                                    

Vote di awal, guys!

Terkadang manusia tidak menggunakan otaknya untuk berpikir. Dunia ini bahkan lebih kejam karena berisi sekian manusia seperti itu.

***


"Bolos bareng gue?" bisik Farren, nadanya berat dan rendah. Sukses menambah rasa penasaran dan mengundang ragam bisikan dari para murid yang berada di sekitar mereka.

Sejujurnya menjadi pusat perhatian saat membacakan sebuah puisi disertai penghayatan yang maksimal sudah biasa didapati Rellya ketika mengikuti perlombaan sastra. Ia melakukan semuanya dengan baik. Maka tak heran piagam penghargaan telah didapatkannya atas prestasinya yang membanggakan itu. Namun kali ini ia akan membuat pengecualian. Mendadak dunia berpusat padanya, terlebih siswi-siswi populer yang tengah menatapnya terang-terangan secara sinis. Bukan hal baik baginya, tentunya.

"Gue...," mendadak menelan ludah rasanya sudah seperti dijejali batu. Ia membasahi bibirnya, termakan gugup sepenuhnya tanpa sisa.

Yang utamanya ingin dia tanyakan adalah alasan cowok itu jauh-jauh datang ke sekolahnya saat jam sekolah masih berlangsung. Mengapa Farren selalu bertindak sesuka hatinya?

Satu alis Farren menaik, masih membenamkan tangannya di saku celana serta tidak memedulikan ragam tatap yang terlempar ke arahnya sebab seragam bersimbol SMA Madava terlihat jelas di lengan atasnya. Cowok itu tidak mengenakan jaket untuk menutupinya.

Napasnya rumit dihela, gadis itu akhirnya tak tahan menutupi wajahnya dengan sebelah tangan sembari menundukkan kepala. "Lo..., bilang apa tadi?"

"Lo dengar, Rellya." Balas Farren, sedikit tidak suka terhadap reaksi Rellya yang berbicara ketakutan seolah menatapnya adalah hal mengerikan.

Cowok mana yang berpikiran waras mengajak bolos seseorang yang beda sekolah dengannya? Terlebih jarak yang lumayan jauh. Rellya tidak habis pikir dan bingung harus berbuat apa. Ia sangat tidak ingin mengundang rumor buruk tentang dirinya yang selama ini tenggelam dalam permukaan, kini malah menguap membawa sensasi yang menegangkan.

Buruknya lagi, jantungnya tidak bisa berhenti menggila ketika berhadapan dengan cowok itu. Menyebalkan.

"Astaga, ini masih jam sekolah...," desis Rellya, menahan bauran emosi. Ia sedikit mendongak agar bisa menatap Farren, "Lo gila, ya?"

"Lo mau lihat yang lebih gila dari ini?" Tatapan Farren menusuk dingin.

Rellya tak berkutik. Bibirnya terdiam lantaran suara Farren seakan memperingatkan dirinya untuk tidak memprotes segala tindakan cowok itu lagi. Oleh karena ancaman ampuh itu, maka ia menyerah setelah mengatakan, "Ok, tapi gak bisa nyari tempat lain? Sumpah, gue gak bisa napas dengan tenang di sini,"

Ia tidak bohong. Interaksi mereka tidak luput dari perhatian murid-murid yang masih membentuk kerumunan, menyisakan posisi mereka yang berhadapan berada di tengah. Sudah seperti adegan sinetron saja, yang langsung diganti Rellya jika ia kebetulan menontonnya di televisi.

Tuhan sepertinya bermurah hati menolongnya. Bertepatan itu, bel masuk sekolahnya berbunyi lantang. Mengisi ketegangan yang membahana di area menuju gerbang Ganantra. Pertanda pelajaran selanjutnya akan segera dimulai, tak ayal satu per satu murid meninggalkan kerumunan. Manik mata Rellya mengawasi takut pada siswi-siswi yang mulai membubarkan diri sambil memberi tatapan terakhir yang tak menyenangkan ke arahnya. Beberapa diantaranya mengeluh kecewa lantaran tak bisa lagi menyaksikan kelanjutan adegan upik abu yang sedang didatangi pangeran tampan dari kerajaan aristokrat.

FearsomeWhere stories live. Discover now