Rangkai X [Kembali Tengkar]

173 31 12
                                    

Vote dulu sebelum baca, ya heheh.
.

Oleh doa yang menjumpai rindu. Katanya ia ingin menjadi karib. Hingga dongeng kebahagiaan yang tiap malam dipanjatkan oleh rindu tak lagi hanya sebatas harapan perwujudan yang raib.

***

Seandainya menghitung waktu terasa mengenakkan, Rellya tidak akan berdiri gelisah diposisinya saat ini. Cewek berambut selengan yang tergerai diterbangkan oleh udara malam ini kian memberi sensasi gelitik di wajahnya yang memasang ekspresi bodoh. Antara ingin mengutarakan sesuatu yang terpendam, namun lidahnya begitu kelu untuk diajak kompromi.

Lain halnya cowok yang masih bergeming dihadapannya, tidak kunjung bersuara. Sungguh penasaran bagi Rellya yang tidak berani mendongakkan kepalanya barang sedikitpun untuk membaca ekspresi yang dilihatkan oleh Farren. Kedua remaja ini seolah terlibat situasi paradoksal yang tidak signifikan.

Sehingga menyadari detik terus berlalu, Rellya menghembuskan napasnya pelan. Ia perlahan mendongak, menampakkan senyum sarat kantuk yang sedikit kentara. "Lo udah makan?" tanya Rellya, merasa buntu mengawali topik pembahasan yang berujung aneh. "Gue udah beli bakso tiga porsi tadinya niat makan di warung bu Nita tapi udah tutup."

Sebenarnya, gue mau nanya keadaan lo tiga hari ini. Imbuh batin Rellya yang berselisihan dengan bibirnya.

Rellya semakin merasa janggal dengan Farren. Cowok yang secara kebetulan ditolongnya dan memutuskan sepihak hubungan mereka. Harus ia akui ia merasa tidak baik dengan hubungan yang masih semu ini baginya. Namun ia juga merasa bodoh lantaran rasa khawatir itu sedikit menjamah hatinya kala tiga hari ini cowok itu tidak memberinya kabar apapun, terkecuali ia yang memberanikan diri tadi sore menelepon Farren dengan alasan ingin membicarakan sesuatu yang penting.

Yang sebenarnya adalah alibinya untuk memastikan keadaan cowok itu baik-baik saja.

Rellya hanya takut, cowok itu sepertinya memiliki banyak musuh yang bisa membahayakan dirinya kapan dan di mana saja.

Kedua bahunya diraih lembut menghadap presensi yang lebih tinggi darinya itu. Farren menundukkan kepalanya guna menyelisik manik Rellya.

"Suara lo kenapa serak?" Farren bertanya, masih dengan kedua tangannya yang memegang bahu kecil Rellya.

Rellya tergagap beberapa detik, sebelum mengurai tawa tanpa suara. "Kebanyakan makan es krim belakangan ini. Besok paling udah balik normal kok," Suaranya terdengar agak sengau. Jauh di relungnya, Rellya berusaha mengendalikan ritme jantungnya yang tengah berdebar hanya karena Farren menanyakan hal tentang dirinya.

Membuatnya seketika lupa bahwa jarak mereka kian terasa asing setelah tak bertemu tiga hari.

Farren tak bersuara lagi, ia hanya berdecak pelan. Masih mengamati wajah lugu Rellya yang membuatnya heran, mengapa cewek ini bisa hampir kehilangan suaranya hanya karena kebanyakan memakan es krim? Atau hal bodoh lainnya seperti kesabaran cewek itu menunggunya selama dua jam lalu tidak bertanya alasannya datang telat malah menanyakan apakah ia sudah makan? Hampir saja ia lupa akan janjinya pada Rellya. Bagaimana cewek itu dengan yakin menyatakan bahwa ia akan datang?

Farren melepaskan bahu Rellya, lantas menatapnya datar. "Lo mau bicara hal penting apa, hm?"

Ada sirat ragu terpancar jelas di manik cokelat karamel itu namun Farren tetap mengurungkan suaranya. Ia mengira bahwa Rellya akan menanyakan alasan ia tidak memberi kabar selama tiga hari pada cewek itu. Dan dengan mudah Farren akan menjawab bahwa ia hanya lupa.

Jujur tidak semenyakitkan itu bukan?

"Ini tentang Deva, cowok yang lo tanya di rumah sakit tempo hari lalu." Pungkas Rellya setelah membenamkan ketakutannya menyinggung masalah ini pada Farren.

FearsomeOnde histórias criam vida. Descubra agora