[Keping Dua : Pesta Hati]

82 18 5
                                    

Aku bertanya, untuk apakah manusia berdoa? Padahal setelah itu mereka berkhianat dari Tuhan. Mereka berdoa semata-mata agar mereka tidak dilimpahi penderitaan dengan berdalih sebagai hamba yang begitu setia.

***

Suasana berganti canggung saat mereka menerima kehadiran Canna di tengah acara kecil yang mereka buat. Canna tampak cantik mengenakan dress berwarna cream tanpa lengan yang menjuntai sedikit di atas lutut . Kulit putihnya bersinar diterpa cahaya, rambut pirang panjangnya tergerai dan wajah dihiasi make up yang tidak terlalu berlebihan. Seluruhnya perpaduan keindahan yang membuat mata lelaki tak berkedip sejemang bila melihatnya.

"Hai, Farren. Happy birthday, ya?" Canna tersenyum menawan saat semua terkecuali Farren berdiri menyambut kedatangannya. Rellya merasa ikut-ikutan saja berdiri untuk menghargai, sedangkan Farren sama sekali tak kunjung bertanggung jawab atas tatapan Canna padanya.

Canna mengulurkan tangannya pada Farren yang duduk dihadapannya. Sebuah kotak beludru kecil  dan merah digenggamnya."Ini, hadiah dari gue."

Beberapa detik, Farren yang merapatkan belah bibir akhirnya memandang sekilas pemberian Canna beralih lekas pada sang subjek pemberi. "Oke, thanks." jawabnya tanpa bergerak, membiarkan tangan Canna tergantung hampa di udara.

Altair yang tak tahan dan tidak nyaman segera berdeham, lalu beranjak dari tempatnya mendekati Canna yang sedikit merasa malu. "Halo, Na. Kita senang lo datang." Canna bergeming dalam tatapan sedihnya kala Altair merangkulnya. "Ini hadiahnya apaan, btw?"

Canna tersenyum getir. Terlihat sekali kedatangannya membawa aura tidak nyaman di sana. "Jam tangan. Gue nitip mama beliin pas beliau di Pranciss kemarin." Canna tertawa kecil, pandangannya jatuh lagi pada Farren dengan tatapan nostalgia. "Farren dulu suka banget koleksi jam tangan."

"Itu karena semua laki-laki emang suka barang gituan, Na," Elseya menyahut santai, "Ayo, gabung. Kita juga baru mulai acaranya,"

Semuanya tampak kembali pada tempat duduk semula. Namun, tiada kursi kosong yang tersisa sehingga ia mengutarakan kendalanya pada teman-teman yang lain, "Guys.., kursi buat gue gak ada ya? Udah pas, nih..,"

"Ya iyalah, kan sesuai sama tamunya yang udah dihitung dari awal—ANJIR!" Elseya mencubit keras bahu Gafa dari samping, membuat Gafa mengaduh spontan.

"Mulut lo gue koyak, mau?" bisik Elseya keji.

"Kan emang bener, bangke. Kita gak ada ngundang dia," protes Gafa menyindir Canna tanpa tegaan.

Dulu, Gafa memang mengagumi kecantikan Canna yang menjadi model kebanggaan Madava. Tidak ada yang menolak paras menawan Canna, termasuk dirinya, jadi ketika Farren dan Canna berpacaran, Gafa mendukung. Sebab selain fisik, kepribadian Canna dikenal baik dan ramah. Pemikiran Gafa itu bertahan sampai saat ia mengetahui kebusukan Canna yang bermain di belakang dari Farren, terlebih dengan sahabatnya juga, Felis.  Gafa juga membenci Canna saat ia mengkhianati Farren yang saat itu sedang menghadapi puncak kehancuran keluarganya. Pupus sudah rasa tertariknya pada Canna. Perempuan yang membuat Brigasti hampir retak kalau Farren tidak berbesar hati. Bahkan sekarang, melihat wajah Canna saja Gafa sudah muak dan merasa ingin muntah.

Menurut akal sehat Gafa, wanita yang cantik mirip dewi Yunani tapi memiliki otak busuk, sama saja seperti sampah yang tak patut dipungut.

Canna terkekeh kecil setelah ia duduk di kursi yang diambil oleh Altair, posisinya tepat di depan Felis yang tidak menghiraukannya. "Gue diundang Felis. Kalian gak tahu, ya? Iya kan, Fel?"

Felis merasa dilibatkan dalam obrolan mendongak dari acara makannya. Rasa enggannya yang sejak awal tak mau menatap Canna harus ingkar detik itu juga.

FearsomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang