Part 35

1.6K 87 2
                                    

Nazwa dan ibu Nazwa langsung disambut oleh salah satu pelayan, lalu mereka berdua dituntun berjalan menaiki tangga satu persatu menuju lantai atas.

"Tuan, mereka sudah sampai,"  ucap pelayan itu kepada Raja.

"Suruh mereka untuk langsung masuk saja," jawab Raja.

"Baik, Tuan." Pelayan itu kembali keluar dari dalam kamar Gilang, lalu mempersilakan dua tamunya masuk. Nazwa tampak begitu ketakutan, ketika matanya beradu pandang dengan Raja.

"Silahkan duduk dulu," ucap Raja kepada dua tamunya, sambil duduk di atas sofa yang tidak jauh dari ranjang Gilang dan diikuti oleh Ratu yang juga ikut duduk. Sedangkan Rahel diajak bermain keluar oleh Galang, agar tidak membuat tempat itu menjadi berisik karena suaranya.

"Sebelumnya, saya minta maaf karena sudah memanggil kalian berdua." Raja mulai berbicara serius dan Nazwa beserta ibunya mendengarkan dengan sesakma.

"Begini, adik saya Gilang sedang sakit saat ini. Dia biasanya tidak pernah sakit, tapi hari ini dia jatuh sakit karena, Putri Ibu," tambah Raja dengan tersenyum.

"Maksud tuan apa, ya?" tanya ibu Nazwa tampak begitu kaget.

"Putri ibu sudah membuat adik saya jatuh cinta. Jadi, saya berencana ingin menjodohkan Gilang dengan Nazwa,"  jelas Raja.

"Maksudnya menikah?" tanya ibu Nazwa gelagapan.

"Menikah?" timpal Nazwa dengan wajah polosnya, sambil menatap ibunya.

"Itupun kalau ibu setuju," jawab Raja sambil menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal.

"Nazwa bukan gadis yang cocok untuk, Nak Gilang. Nazwa hanya lahir dari keluarga sederhana, takutnya itu akan mempermalukan keluarga, Tuan," ucap Ibu Nazwa tampak bersalah.

"Soal itu, ibu gak usah khawatir. Kita tidak memadang dari fisik seseorang, tapi kita memadang dari dalam hatinya. Lagipula Nazwa gadis yang baik." Kali ini Hana yang berbicara.

"Lalu bagaimana dengan sekolah putri saya?" tanya ibu Nazwa tampak khawatir.

"Meskipun Nazwa sudah menikah dengan, Gilang. Dia tetap akan bersekolah seperti biasa. Soalnya, saya juga seperti itu dulunya," jawab Hana tersenyum malu dan ibu Nazwa hanya mengaguk paham.

"Nazwa mau nikah sama, Nak Gilang?" tanya ibu Nazwa menatap putrinya.

"Mau, Ibu," jawab Nazwa mengaguk pelan dan tidak lupa tersenyum manis.

"Kalau begitu seminggu lagi, kita bakal gelas acara pernikahannya. Soal biaya, ibu gak usah khawatir, kita bakal menanggungnya," ucap Raja dengan penuh semangat.

"Baik, Tuan," jawab ibu Nazwa tersenyum. Sebenarnya, dia tidak tega menikahkan Nazwa diusia yang masih muda, tapi dia juga tidak bisa menolak permintaan dari keluarga yang sudah menyelamatkannya.
•••••

Kamar Gilang kembali menjadi sepi, hanya ada Nazwa dan Gilang di sana. Ibu Nazwa sudah pulang terlebih dahulu dan membiarkan Nazwa menemani Gilang sampai sembuh. Hana dan Raja sedang berada di lantai bawah, bersama dengan Galang dan Rahel.

Gilang mulai membuka matanya dengan perlahan-lahan, setelah tertidur cukup lama. Dia melihat seorang gadis yang sedang tertidur di sisi ranjangnya, rambut yang menutupi wajah cantiknya.

"Gruurr ...."

'Kenapa aku sering sekali melihat Nazwa sekarang? Dia benar-benar seperti nyata, bahkan suara dengkuran terasa begitu nyata,' batin Gilang menatap Nazwa.

'Tunggu dulu, suara dengkuran? Apa ini benar-benar nyata?" Gilang mencubit lengannya untuk memastikan ini benar-benar nyata atau tidak.

"Aws ... ini ternyata nyata," ucap Gilang menrigis kesakitan.

"Eugkh!" lenguh Nazwa terbangun karena suara dari Gilang.

"Tuan sudah bangun rupanya," ucap Nazwa tersenyum manis sambil menggaruk tengkuk lehernya. Gilang pun menyadarkan punggungnya ke bantal, lalu menutupi sebagian tubuhnya dengan selimut tebal itu.

"Kenapa Nazwa ada di sini?" tanya Gilang penasaran.

"Kakak tuan yang nyuruh ke sini. Soalnya tuan sakit karena Nazwa,"  jawab Nazwa dengan polosnya.

"Maksudnya?" tanya Gilang dengan mengerutkan keningnya.

"Tuan lucu deh, masak nama Nazwa disebut-sebut. Emangnya tuan mimpi apa? Kok nama Nazwa disebut-sebut segala?" tanya Nazwa dengan polosnya, tanpa memikirkan wajah Gilang sudah memerah bagaikan kepiting rebus.

"Tuan merasa panas? Kok wajah tuan memerah?" tanya Nazwa sambil bangun dari tempat duduknya, lalu mendekati Gilang.

"Gak panas lagi," ucap Nazwa setelah merasakan suhu kening Gilang, dengan tangan mungilnya.

'Semakin kamu begini, aku semakin tidak bisa jauh darimu, Nazwa,'  batin Gilang menatap tiap inci wajah Nazwa yang berada di depannya.

"Oh-ya. Kak Hana bilang, tuan harus makan bubur ini kalau sudah bangun. Nazwa suapin, ya," ucap Nazwa sambil memberikan suapan pada Gilang dan tentunya Gilang langsung menerima suapan dari Nazwa, karena dia juga belum makan dari tadi pagi.

"Habis ini kamu bakal pulang?" tanya Gilang sambil melirik jam di atas nakas, yang menunjukkan pukul 19.11 Wib.

"Enggak. Ibu suruh nginap sini sampai tuan sembuh," jawab Nazwa yang terus menyuapkan Gilang.

"Benaran?" tanya Gilang penasaran.

"Iya. Bahkan Kak Hana bilang, Nazwa bakal tinggal di sini. Katanya, Nazwa bakal jadi istri tuan bentar lagi," jelas Nazwa yang sontak membuat Gilang keselek bubur.

"Uhuk ... uhuk!"

"Tuan baik-baik saja?" tanya Nazwa yang langsung mengambil gelas berisi air di atas napan dan memberikan air itu kepada Gilang.

"Yang benaran? Lalu ibu bagaimana? Ibu setuju, gak?" tanya Gilang setelah meminum air itu sampai habis dan nafas yang sudah turun naik.

"Ibu setuju," jawab Nazwa singkat.

"Lalu kamu bagaimana?" tanya Gilang menatap bola mata hitam milik Nazwa.

"Setuju juga. Besok-besok 'kan bakal nikah juga, lalu kenapa Nazwa harus menolak," jawab Nazwa nyengir.

"Benar juga sih," ucap Gilang yang langsung tersenyum bahagia.

'Kalian memang keluarga yang terbaik. Makasih semuanya,' batin Gilang tersenyum menatap Nazwa yang bentar lagi akan menjadi istrinya.

Bersambung ...

Istri Polos Suami TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang