Part 51

1.1K 63 0
                                    

••••••
Setelah seharian berada di rumah kakak iparnya, Celsi kembali pulang ke apartemen ketika Galang sudah datang menjemputnya. Sebelum pulang ke apartemennya, mereka berdua terlebih dahulu mampir di sebuah restoran mewah.

"Mau makan malam kok ke sini?" tanya Celsi sambil menatap sekeliling restoran itu, begitu banyak orang yang berada di sana, yang membuat dirinya merasa tidak nyaman.

"Eum ... pengen aja makan di sini," jawab Galang tersenyum manis dan Celsi hanya membalas dengan anggukan pelan.

"Kakak pinjam tangan kiri sayang boleh, gak?" tanya Galang dan Celsi langsung mengulurkan tangannya. Galang pun memasangkan jam mewah di tangan istrinya, yang membuat Celsi terlihat begitu kaget, karena ini pertama kali dia diberikan hadiah oleh suaminya.

"Cantiknya," ucap Celsi sambil menyentuh jam mewah itu, sambil tersenyum manis menatap jam tersebut. Saat asik-asik memuji jam tersebut, dia tidak sadar Galang bangun dari duduknya dan berjalan menghampiri dirinya. Galang memasangkan sebuah kalung di lehernya, yang membuat Celsi langsung menoleh ke arah suaminya dan Celsi bisa melihat sudut wajah suaminya yang begitu rupawan.

"Kok kakak kasih Celsi hadiah?" tanya Celsi ketika Galang kembali duduk di kursinnya.

"Emang gak boleh kasih hadiah sama istri kakak sendiri?" jawab Galang yang balik bertanya.

"Boleh tapi lebih baik uang kakak ditabung aja, daripada beli barang mahal kayak gini."

"Yaudah, kalau gitu kakak jual aja," ucap Galang dengan nada ketus.

"Jangan jual lagi, ini sudah punya, Celsi," sahut Celsi dengan memanyunkan bibirnya dan Galang hanya tertawa geli saja.

"Silahkan dinikmati, Tuan, Nona," ucap pelayan restoran itu, yang baru saja sampai dengan menu yang sudah dipesan tadi.

"Makasih, Kak," ucap Celsi dengan lembut dan dibalas senyuman oleh pelayan itu. Makanan yang dipesan mereka tadi berbahan lobster dan daging sapi pilihan, selain itu ada menu penutup yang nanti akan kembali diantar oleh pelayan.
•••••

Dilain waktu, Nazwa dan Gilang tengah memasak bersama di apartemen mereka. Bunyi khas orang memotong, menumis, bergema di dapur, dan bau yang sedap tercium dari dapur. Mereka berencana akan membuat spageti, dan terlebih dahulu mie spagetinya harus direbus.

"Eum ... sedapnya," ucap Nazwa sambil mengibaskan asap dari wajan ke hidungnya.

"Masakkan sayang 'kan memang selalu sedap," ucap Gilang yang sedang asik mengatur meja dan Nazwa hanya membalas dengan cengiran.

Beberapa menit kemudian, spageti yang dibuat Nazwa sudah matang, dia pun meletakkan dua piring spageti di atas meja, yang diberikan sebuah lilin dan bunga cantik.

Nazwa pun melepaskan celemek di tubuhnya, lalu duduk di atas kursi bersama dengan Gilang.

"Enak juga makan malam di rumah serasa kita berada di restoran mewah," ucap Nazwa tersenyum bahagia.

"Kan ini ide dari sayang, mau pergi ke restoran kagak mau," jawab Gilang sambil memutar spageti dengan sendok garpu, lalu memberikan suapan pertama pada istrinya.

"Kagak usah, habisin uang doang ke sana," ucap Nazwa sambil menerima suapan itu. Nazwa juga melakukan hal yang sama, dia juga memberikan suapan pertama pada suaminya.

Setelah menghabiskan separuh spageti yang dibuat istrinya, Gilang kembali bangun dari atas kursinya, ketika mendengar suara seseorang menekan bel di luar. Dia berjalan ke arah pintu dan membuka pintu apartemennya, terlihat seorang kurir mengatarkan sesuatu. Setelah membayar kurir itu dengan uang, dia kembali menutup pintu apartemen. Dia meletakkan kotak tadi di atas meja, lalu membuka kotak itu dan terlihatlah sebuah kue yang berjenis coklah dengan dihiasi berbagai macam permen di atasnya.

Gilang memasang lilin di atas  kue itu, yang bertulis angka 18 tahun dan berarti itu untuk istrinya, Nazwa. Gilang sengaja mengajak istrinya ke restoran, karena ingi merayakan ulang tahun istrinya di sana. Sayangnya, Nazwa malah menolak permintaan suaminya dan memilih membuat makan malam hari ini layaknya di restoran mewah.

Gilang pun berjalan menuju meja tadi, sambil membawa kue dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Nazwa tampak begitu kaget ketika Gilang ingat ulang tahunnya, tanpa sadar dia meniteskan air matanya karena bahagia.

"Happy birtsday  too you ...,"

"Selamat ulang tahun, Istriku," ucap Gilang sambil mendekati kue itu dekat istrinya, Nazwa langsung meniup lilin itu dan dibantu dengan suaminya.

"Kok kakak tau hari ini Nazwa ulang tahun?" tanya Nazwa setelah meniup lilinnya, sambil menghapus air mata bahagia.

"Percuma aja kakak jadi suami sayang, kalau ulang tahun istrinya kagak tau," jawab Gilang sambil meletakkan kue di atas meja, lalu duduk kembali bersama dengan istrinya.

"Makasih, Kakak," ucap Nazwa yang tidak bisa berhenti tersenyum karena terlalu bahagia.

"Sama-sama, Sayang," jawab Gilang sambil membelai dengan lembut rambut istrinya.

"Kakak masih punya sesuatu untuk sayang," tambah Gilang.

"Apa?" tanya Nazwa penasaran dan Gilang langsung meronggoh saku celananya, lalu memperlihatkan sebuah jam.

"Wah ...." Matanya langsung membulat dengan sempurna, mulut yang terbuka, ketika Galang memberikan jam yang dia mau. Galang langsung memasangkan jam itu di tangan istrinya dan Nazwa langsung memeluk tubuh suaminya dengan erat.

"Makasih ya, Kak. Kakak selalu berikan Nazwa kebahagiaan yang tidak akan pernah bisa Nazwa balas," ucap Nazwa sambil membenamkan wajahnya di dada bidang suaminya.

"Ini sudah menjadi kewajiban kakak, untuk memberikan kebahagiaan untuk orang yang dicintai," jawab Gilang sambil membelai rambut Nazwa yang mulai panjang.

"Makasih juga sudah hadir dalam kehidupan kakak, dan mau menjadi pendamping hidup kakak. Kakak harap kita akan bahagia selalu bahagia seperti ini," tambah Gilang lagi.

Nazwa pun melepaskan pelukkannya, lalu menatap wajah suaminya lekat-lekat dan terlihat cinta yang begitu besar di bola mata suaminya. Nazwa pun menangkup kedua pipi Gilang dengan tangan mungilnya, yang membuat jantung Gilang langsung berpacu dengan cepat. Nazwa mulai mendekati wajahnya ke arah suaminya, Gilang bisa merasakan nafas Nazwa menerpa wajahnya dan tanpa dia memejamkan kedua matanya.

Cup!

Nazwa mencium bibir suaminya dengan lembut, dan kembali melepaskan ciuman itu setelah cukup lama.

"Cuma ini yang bisa Nazwa berikan dulu," ucap Nazwa yang tampak malu dan Gilang hanya tersenyum manis, menatap wajah istrinya yang memerah. Nazwa berusaha untuk menguatkan dirinya, agar bisa memberikan sebuah ciuman untuk suaminya. Gilang pun menarik pinggang istrinya, hingga jatuh ke dalam dekapannya

"Kalau mau ciuman jangan nagung, Sayang. Ciuman itu harus full, biar kakak bisa dapat rasanya," ucap Gilang yang kembali mencium bibir istrinya dengan rakus dan Nazwa hanya bisa pasrah saja, lagian lumayan nikmat tuh ciuman. Setelah mencium bibir Nazwa cukup lama, Gilang kembali melepaskan ciuman itu dan melihat nazwa sedang menormalkan nafasnya.

"Sudah dua kali ciuman, tetap saja sayang belum bisa," ucap Gilang tertawa melihat istrinya itu.

"Maklumi aja lah, Nazwa kan tau ciuman dari kakak doang," jawab Nazwa yang tampak malu dan Gilang hanya membalas dengan tertawa kecil.

"Sudahlah, Nazwa mau makan kue dulu," tambah Nazwa bangun dari dalam dekapan suaminya, lalu memotong kue itu dengan tangannya. Gilang hanya menggelengkan kepalanya, ketika melihat Nazwa tampak begitu lahap memakan kue itu, karena Nazwa sangat menyukai coklat. Itu sebabnya Gilang memesan kue berbahan coklak dan tanggung resiko kalau istrinya sakit gigi nanti.

Bersambung ....

Istri Polos Suami TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang