51

2K 242 48
                                    

Pagi ini, menjadi pagi yang buruk untuk Rosa. Saat membawakan sarapan untuk putranya, saat membuka pintu kamar sang putra. Pemandangan pertama yang di tangkap oleh retinanya adalah pemandangan yang tidak akan pernah bisa ia lupakan sampai kapanpun. Putranya merintih kesakitan dengan darah yang terus mengalir dari hidungnya, banyak sekali darah yang sudah berceceran di tempat tidurnya hingga membuat Rosa berteriak histeris memanggil nama putranya kemudian meletakkan nampan yang ia bawa di sembarang tempat.

Saat tubuh kurus itu di rengkuhnya, Revano sudah mulai kehilangan kesadaran dan terkulai lemas dalam rengkuhan sang mama. Rosa semakin histeris, semua orang berlari mendengar suara Rosa. Saat semua sudah berada di ambang pintu, langkah mereka terhenti. Tubuh mereka kaku, sekuat tenaga Levin melangkah menatap putranya yang sudah tidak berdaya dalam pelukan Rosa.

“Bimo, siapkan mobil!” teriak Levin.

“Sekarang!” perintahnya.

Bimo langsung bergegas menyiapkan mobil, Alex ikut berlari untuk menyiapkan mobil. Pikirannya sudah kacau namun mencoba untuk tetap tenang.

Calmdown Al, calmdown...” ucapnya terus menerus.

“Fokus Al, fokus!” tangan Alex gemetar hingga membuat tidak bisa menghidupkan mobil. Saat ingin melaju, mobilnya malah mundur dan menabrak tembok garasi.

“Arrgh! Fokus brengsek!” Alex memukul setir dan membenturkan kepalanya. Alex memejamkan mata sambil menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba untuk tenang agar bisa fokus dalam bertindak.

***
Di lorong rumah sakit, semua berlari menyusul brankar yang membawa tubuh Revano ke UGD. Di depan ruang UGD terlihat Rosa yang terus menangis dalam pelukan Levin, dan Anjani yang duduk sendirian sambil menangis. Doa terus di panjatkan untuk Revano, saudara kembarnya yang baru saja di pertemukan. Bukan, bukan baru di pertemukan namun baru saja terungkap.

“Kami baru saja bisa berbagi kisah bersama-sama, aku mohon jangan ambil dia..” Anjani terisak sambil menutupi wajahnya. Alex mendekat dan langsung membawa Anjani ke dalam dekapannya. Alex tidak tega melihat Anjani yang begitu hancur karena Revano kembali kambuh.

“Kenapa penyakitnya bisa kambuh separah ini mas,” ucap Rosa.

“Aku tidak sanggup kehilangan Revano,” lirihnya.

“Tenangkan dirimu, Revano adalah anak yang kuat. Dia tidak akan menyerah sekarang,” ucap Levin menenangkan Rosa.

“Levin!” Rian berlari sambil mengenakan jas putih yang menandakan ia adalah seorang dokter.

“Re kambuh lagi?” Rian paham dengan sorot mata yang terpancar dari mata Levin, Rian menepuk pundak Levin sambil mengangguk kecil kemudian masuk ke ruang Unit Gawat Darurat.

Setelah mendapatkan penanganan dari dokter Rian dan dokter Dava, Revano menunjukkan bahwa dirinya adalah anak yang kuat. Ia tidak akan mudah terkalahkan dan akan terus berjuang sampai benar-benar berada pada titik akhir. Revano di pindahkan keruang rawat inap, semua keluarga sudah berkumpul menunggu Revano membuka matanya.

Melihat Revano yang damai dalam tidurnya membuat mereka takut, sangat takut. Takut jika Revano menikmati kedamaiannya itu dan memilih untuk tidak membuka matanya lagi, untuk selamanya. Membayangkannya saja sudah sangat menyakitkan, bagaimana jika hal itu benar-benar terjadi. Pasti akan lebih menyakitkan, beribu-ribu kali lipat dari hari ini.

“Kamu kuat sayang,” ucap Rosa sambil menggenggam tangan kurus Revano.

“Kita kan mau liburan bersama setelah kalian lulus nanti, kamu ingat kan?” air mata Rosa tidak berhenti mengalir meskipun terus diseka.

AlReGa [END]√Onde histórias criam vida. Descubra agora