34

3K 336 72
                                    

Aku ingin hidup, satu tahun.. sepuluh tahun bahkan seribu tahun lagi untuk melihat mereka selalu tersenyum. Tapi jika kau tidak mengijinkan aku hidup lebih lama, setidaknya aku bisa melihat senyuman dan bukan tangisan meski aku harus mati besok.

•••
Di salah satu ruang rawat, terlihat Alex tengah tertidur lelap dengan Galih yang bersandar di kursi sebelah ranjang Alex dan kedua orang tuanya yang berdiri menunggu Alex bangun dari tidurnya. Pagi ini, Levin dan Rosa datang dengan wajah tegang setelah mendapat kabar bahwa putranya masuk rumah sakit. Setelah mereka tiba diruangan rawat Alex, mereka melihat putranya tengah terlelap dengan selang infus dan selang oksigen.

Galih yang melihat kedua orang tuanya datang, langsung memeluk mereka dengan erat dan berkata. "Maafin Galih." Levin dan Rosa memeluk putranya dengan erat, dan menenangkannya. Sudah dua jam mereka berdiri menunggu Alex namun belum juga ada tanda-tanda Alex akan bangun.

Diruangan lain, terlihat Revano yang juga tertidur dengan selang infus dan masker oksigen. Suara mesin pendeteksi jantung menemanitidurnya sejak semalam. Tidak hanya mesin pendeteksi jantung, Raka juga menemaninya disana. Sejak semalam, Raka sama sekali tidak tidur dan beranjak dari tempatnya sekarang. Raka masih setia duduk disamping sahabatnya sambil memanjatkan doa untuk kesembuhannya. Sangat sakit memang, melihat orang yang kita sayangi terbaring lemah seperti ini.

"Hei bro.. selamat pagi," sapa Raka yang menatap wajah pucat itu dengan tatapan sendu.

"Sudah pagi, lo kebo banget jam segini masih tidur."

"Lo itu orang tergoblok yang gue kenal," ucap Raka sambil terkekeh.

"Tapi gue lebih goblok karena jadiin lo orang yang paling penting di hidup gue."

"Wake up Re...," lirih Raka.

"Goblok.." Suara purau itu mengejutkan Raka.

"Re.. lo bangun?" Raka langsung berdiri melihat mata sayu itu terbuka kemudian bibir pucatnya mengukir senyuman meski hanya sekilas.

"Apa yang lo rasain sekarang? Apa ada yang sakit? Apa gue panggil bokap buat periksa lo?" cerca Raka bertubi-tubi dengan ekspresi yang mampu membuat Revano seketika terkekeh.

"Bawel tau gak," ucap Revano dengan suara lemahnya.

"Re.. gue serius," ucap Raka.

"Im fine, don't worry bro."

"Are you sure?"

"Alex gimana?"

"Alex belum sadar," sahut Raka.

"Re, lo mau ngapain?" Raka seketika panik melihat Revano melepas masker oksigen dan mencabut paksa selang infusnya. Dengan sekuat tenaga Revano mencoba untuk berdiri namun tubuhnya limbung. Beruntung Raka dengan sigap menangkap tubuhnya agar tidak terjatuh.

"Lo jangan maksain diri kaya gini Re," ucap Raka.

"Gue mau lihat Alex," ucap Revano.

"Dengan kondisi lo yang kaya gini?" Revano terdiam sejenak.

"Apa lo yakin?" Raka kembali bertanya.

"Gue mau lihat dia, meski dari jauh." Revano melangkah dengan langkah pelan demi menyeimbangkan tubuhnya.

Setibanya di depan kamar Alex, Revano menghentikan langkahnya karena melihat pintu ruang rawat itu terbuka dan didalam sana memperlihatkan senyum bahagia dari kedua orang tuanya saat melihat Alex mulai membuka matanya.

"Lo memang harus seperti itu Al. Lo bukan pangeran tidur, jadi tidur seperti itu gak cocok buat lo." batin Revano.

Revano terus berdiri di depan ruang rawat Alex dengan senyuman yang terukir pada bibir pucatnya. Ia terus memperhatikan keempat orang yang ada di dalam sana tanpa ingin masuk ke dalam untuk menemui Alex atau beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

AlReGa [END]√Where stories live. Discover now