45

2.6K 310 91
                                    

Dor!

“Tidaaaaakkkkkk!”

Semua orang berlari mendekati tubuh yang sudah tergeletak di lantai dengan darah yang terus mengalir. Matanya masih terbuka meskipun rasa sakit terus membunuh kesadarannya, bersusah payah ia mempertahankan kesadarannya dan melihat orang-orang disekelilingnya ketakutan sambil menangis. Tangan Rosa bergetar menyentuh pipinya, dengan sekuat tenaga ia mengangkat tangannya untuk membalas sentuhan tangan sang mama seraya tersenyum membuat Rosa semakin menangis histeris. Kemudian di tatapnya tubuh yang tengah membeku di sampingnya, dia adalah Galih. Pandangannya kabur karena air mata, tubuhnya kaku karena tidak percaya dengan apa yang terjadi di depan matanya.

Baru saja dengan angkuhnya ia menentang saudaranya, dengan angkuhnya ia mengatakan hal yang tidak seharusnya seorang saudara katakan kepada saudaranya yang lain, dengan bodohnya ia berkata hal yang bertentangan dengan janji persaudaraan yang mereka buat, dengan bodohnya ia bisa menghancurkan persaudaraan hanya dengan masalah yang belum tentu benar, dengan masalah yang hanya ia tahu dari satu sumber saja, dan bodohnya ia menentang keluarganya karena emosi semata.

Dengan perbuatan bodohnya, ia mengingkari janji yang sudah mereka buat selama bertahun-tahun namun apa yang terjadi. Orang yang ia maki, orang yang ia beri rasa benci, dan orang yang ada di hadapannya ini sama sekali tidak mempermasalahkannya. Dia tetap menjaga janjinya, dia tetap mengakuinya sebagai saudara, bahkan sekarang dia rela mempertaruhkan nyawanya. Apa ini pantas? Apa pantas Galih menerima ini dengan apa yang sudah ia lakukan kepadanya?

Rasa yang tulus memang tidak bisa di bayar dengan apapun, seperti apapun penyesalan akan datang diakhir, dan semua penyesalan ada yang bisa diperbaiki dan ada yang datang terlambat. Sama halnya seperti sekarang, meski ingin rasanya mengulang waktu kembali namun apa daya. Semua sudah terjadi, semua terjadi begitu cepat dan tidak terhindarkan.

***

“Pasien kehilangan banyak darah, lakukan transfusi secepatnya.” Dokter dan suster terlihat sangat sibuk di ruang IGD. Pasien yang mereka tangani dalam kondisi darurat, terlihat dokter sedang berusaha menangani pasiennya untuk menghentikan darah yang terus mengalir dari tubuh pasien tersebut.

“Dok, stock darah yang sama dengan pasien kosong,” ucap seorang suster bernama mila.

“Cepat hubungi PMI dan rumah sakit lainnya apakah mereka memiliki stock darah yang kita butuhkan!” perintah dokter tersebut dan suster mila bergegas melakukan tugasnya.

“Bertahanlah, saya mohon bertahanlah.” Suara dokter itu terdengar bergetar.

Kejadian satu jam yang lalu membuat semua orang sangat terpukul. Rosa tidak henti-hentinya menangis dalam dekapan Levin, sedang Alex masih ditangani oleh dokter akibat tembakan yang melukai kaki kanannya. Doa terus dirapalkan dari bibir kedua orang tua yang sedang saling menguatkan tersebut agar putra mereka baik-baik saja di dalam sana. Di sisi berlawanan, putra mereka yang satu tengah bersandar di tembok dengan tatapan kosong. Semua pakaiannya di penuhi darah yang hampir mengering.

“Lo harus bertahan, jangan tidur gue mohon.” Tangan Galih terus menekan luka yang terus mengeluarkan darah.

“Kenapa darahnya gak mau berhenti sih!” Galih terlihat semakin frustasi melihat darah yang tidak mau berhenti mengalir.

“Berhenti keluar brengsek!” Air matanya pun lolos membasahi pipinya, melihat senyuman yang terukir dari bibir Revano semakin membuat dadanya sesak.

“Gak usah... cengeng depan gue.”

“Kenapa lo lakuin ini? Kenapa?”

Bo... doh!”

AlReGa [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang