19

4K 377 74
                                    

♦♦♦

Pagi telah datang, sang surya mulai menampakkan dirinya. Membiarkan sinarnya menerangi bumi untuk memberi kehidupan. Pancaran sinarnya pun menelusup masuk lewat sela-sela jendela di sebuah kamar dengan nuansa hitam dan putih.

Kamar seorang anak laki-laki yang sangat rapi, berbeda dengan kamar anak laki-laki pada umumnya yang berantakan. Kamar ini sangat rapi dan wangi, barang-barangnya tertata dengan rapi karena sang pemilik sangat benci dengan yang namanya kotor dan berantakan.

Di atas tempat tidur terlihat si pemilik kamar masih meringkuk di bawah selimut dengan bibir yang terus bergumam. Ia terlihat gelisah, keringat dingin membasahi dahinya yang mengkerut seperti sedang menahan rasa sakit.

Sepertinya penyakit itu kembali datang untuk menyiksa paginya. Seperti biasa, sakit itu selalu bertamu di pagi hari. Membuatnya merasakan sakit yang semakin hari kian menyiksa saja, dan membuatnya harus merelakan tenaganya terkuras saat rasa mual itu datang dan menyebabkan ia memuntahkan semua isi perutnya di depan washtafell.

Pagi ini pun sama, walaupun badannya terasa sangat lemas tapi ia tetap berlari menuju kamar mandi sambil menutup mulutnya.

Hoek!

Hoek!

Sampai di depan washtafell ia memuntahkan semua isi perutnya. Tangannya mencengkram kuat sisi washtafell seraya memejamkan mata. Rasa sakit di kepalanya semakin menyiksa saat ia berusaha mengeluarkan semua isi perutnya. Kini tubuhnya semakin lemas, karena tenaganya sudah terkuras. Ia menyandarkan punggungnya di dinding seraya menatap pantulan dirinya pada cermin. Tubuh kurus dengan wajah pucat, itulah yang terlihat sekarang.

“Re... Re.. lo udah kaya mayat hidup sekarang,” ucapnya. Revano tersenyum getir melihat pantulan dirinya di cermin.

Dengan nafas yang tidak teratur, Revano mencoba mengontrol dirinya untuk menjaga kesadarannya. Ia memejamkan matanya seraya menetralkan nafasnya. Ia harus keluar dari kamar mandi yang dingin ini sebelum tenaganya benar-benar habis untuk sekedar menopang tubuhnya. Dengan gontai Revano mencoba keluar dari kamar mandi kemudian membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Setelah nafasnya mulai netral, ia meraih ponselnya kemudian mengetik sebuah pesan.

To: Al
Kalian berdua berangkat duluan. Gue ada urusan, jadi ga usah nungguin gue.

Setelah menekan tombol send, Revano meletakkan kembali ponselnya di atas nakas kemudian membuka laci dan mengambil sebuah tabung kecil. Ia sadar, rasa sakit itu tidak akan segera hilang sebelum ia menelan butiran putih yang ada di dalam tabung tersebut.

“Sampai kapan lo buat gue tergantung sama lo?” ucapnya sambil menatap tabung dalam genggamannya tersebut.

***

“Re lempar sini!”

“Ayo Re, lempar bolanya!”

Di sebuah lapangan terdapat empat orang pemuda tengah berebut bola berwarna orange yang di pantulkan ke lapangan seraya menggiringnya menuju ring lawan. King, merekalah yang kini  berada di dalam lapangan tersebut.

Jam istirahat mereka gunakan untuk bermain basket, dan di luar lapangan sudah banyak para siswi yang menonton mereka. Akibat ulah mereka, kantin tidak seramai biasanya karena kebanyakan siswi memilih untuk menonton King bermain basket di lapangan.

King sangat lihai bermain basket, mereka saling berebut bola dan sesekali tertawa serta berteriak ketika berhasil mendrable bola dan memasukannya kedalam ring. Para siswi yang berada di luar lapangan berteriak heboh dan terkagum-kagum melihat permainan King. Ada yang meneriakkan nama Revano, Alex, Galih dan Raka.

AlReGa [END]√Where stories live. Discover now