20

4.2K 378 49
                                    

♦♦♦

Di sebuah cafe, terlihat seorang pemuda duduk di bangku paling pojok. Satu tangannya memainkan sedotan yang ada pada gelas orange juice yang ia pesan sejak dua jam yang lalu. Isi gelas tersebut masih penuh, si pemilik sama sekali tidak meminumnya.

Sejak dua jam yang lalu ia hanya diam termenung seraya memainkan sedotan orange juice tersebut. Pikirannya kemana-mana, hatinya pun kacau. Masalah yang ia miliki terus mengaduk perasaan, dan di ikuti penyakit yang semakin memperparah keadaan.

“Re... rumit banget hidup lo,” ucapnya dalam hati. Pemuda yang sedang duduk sendirian tersebut adalah Revano.

Setelah kejadian dua jam lalu, ia pergi dan duduk termenung di tempat ini sendirian. Tidak perduli dengan waktu yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Untung saja cafe ini buka dua puluh empat jam, maka Revano bisa bebas berada di cafe tersebut.

“Masalah lo ga kelar-kelar, malah makin runyam aja,” ucapnya pada diri sendiri.

“Sekarang gue harus apa? Ini namanya mati segan hidup pun ga mau. Gue lelah harus kaya gini, makin lama gue bakal semakin nyusahin orang. Nyakitin orang-orang yang gue sayang sama aja gue ...”

“Bajingan pengecut,” ucap seseorang yang sontak membuat Revano langsung menoleh.

“Nyakitin orang-orang yang lo sayang sama dengan bajingan. Kabur dari masalah sama dengan pengecut. Dan si bajingan pengecut itu adalah elo Revano Lionard.”

Revano tersenyum getir mendengar penuturan orang tersebut. “Lo bener. Gue emang bajingan dan gue juga pengecut,” ucap Revano.

“Cihh... lo terima aja gue bilang pengecut?!”

“Ya mau gimana lagi?”

“Ck.. ternyata seorang Revano Lionard yang terkenal jagoan cuma seorang pecundang.”

“Ternyata seorang Raka Dirgantara yang terkenal bijaksana cuma seorang pencela,” sahut Revano. Orang yang baru saja datang menghampiri meja Revano adalah Raka.

“Gue cari-cari lo keliling jakarta, ternyata lo nangkring disini.” Raka duduk di sebelah Revano dan langsung menyambar segelas orange juice milik Revano.

“Miskin amat lo buat pesen orange juice doang,” cela Revano.

“Bodo amat, daripada itu orange juice lo anggurin mending gue samber aja. Haus gue makan angin tengah malem,” ucap Raka. Revano hanya menatap Raka sejenak kemudian menoleh ke arah lain.

“Kenapa lo ga pulang jam segini?”

“Lo kenapa nyariin gue jam segini?”

“Jawab bego. Jangan malah nanya balik,” protes Raka.

“Gue belum siap,” ucap Revano.

“Makanya lo lari?” Raka menatap wajah Revano yang pucat dengan sendu.

“Gue tau perasaan lo Re. Tapi lari dari masalah bukanlah pilihan yang tepat. Ini kenyataan yang harus lo terima Re,” ucap Raka.

Revano menoleh dan menatap Raka, terlihat jelas ada kesedihan yang terlihat di mata seorang Revano.

“Gue tau Ka, gue gak bisa lari dari kenyataan. Tapi kenyataan ini terlalu rumit dan pahit Ka. Gue bisa terima kenyataannya bahwa gue sakit, gue berperang dengan penyakit sialan yang gue belum tau akhirnya akan gimana.” Revano menjeda kalimatnya seraya menarik nafas dalam karena rasa sesak di dadanya.

“Tapi sebuah kenyataan baru, datang menghampiri. Gue belum bisa terima kalo papa tau kondisi gue Ka. Gue gak tega liat papa sedih mikirin gue, gimana kalo mama juga tau? Gue gak bisa bayangin gimana perasaan mama saat tau kondisi gue.”

AlReGa [END]√Where stories live. Discover now