41

4.4K 355 126
                                    

Di ruangannya, dokter Rian bersandar menunggu panggilannya di jawab oleh penerimanya. Setelah terdengar suara di seberang telepon ia langsung berbicara tanpa basa-basi.

"Putramu datang kerumah sakit menemui saya membawa botol kecil yang ia temukan dari putramu yang satunya," ucap dokter Rian.

"Lalu, reaksi apa yang kamu berikan?" sahut orang yang di seberang telepon.

"Saya hanya mengatakan jenis obat tersebut dan fungsinya. Setelah itu putramu pergi tanpa bicara apapun," ucap Rian.

"Levin, satu putramu sudah bisa dirusak oleh mereka dengan kebencian. Jangan biarkan lagi itu terjadi, karena jika mereka satu persatu terpecah maka kamu yang akan kesulitan. Sepertinya ini sama seperti yang di alami Rosa, maka aku harap kamu tidak lengah menghadapi mereka. Mereka licik dan picik." lanjutnya.

"Terimakasih Rian, selanjutnya biar saya yang mengurus mereka." Levin menutup panggilan kemudian menyeselesaikan pekerjaannya dengan cepat.

**
Di jalanan yang begitu ramai, Alex mengendarai motornya dengan kecepatan biasa namun otaknya sedang bekerja begitu keras. Dalam hati ia terus mengumpat karena jalanan hari ini sangat ramai dan memperlambatnya untuk cepat sampai di rumah. Ada sesuatu yang ingin ia cari, dan hatinya mengatakan bahwa itu adalah sebuah jawaban dari semua kegelisahannya selama ini.

Sudah beberapa hari ia di sibukkan dengan ujian dan hal lain yang mengganjal selama ini yang ia alami. Meskipun itu melelahkan, ia tetap berusaha dan tidak pernah menyerah hingga hari ini. Di samping rasa ingin tahu yang besar, pesan Levin juga selalu terngiang di kepalanya. Mengingat pesan Levin bahwa "lebih baik tidak tahu dari pada mencari tahu apa yang mungkin tidak ingin kamu ketahui setelah tahu kebenarannya."

Sesampainya di rumah, Alex memarkirkan motornya kemudian masuk ke dalam rumah dengan tergesa menaiki tangga menuju ke kamar Revano. Alex menggeledah semua yang ada di kamar Revano, mencari sesuatu dan matanya terpaku pada benda yang ada di dalam laci terakhir di samping tempat tidur Revano. Sebuah tabung kecil yang sama seperti yang ia temukan dibawah meja dikelasnya dengan secarik kertas berwarna merah.

Sebelumnya, ia sudah menemui dokter Rian untuk memeriksa obat apa yang di dalam tabung tersebut. Namun Rian hanya berkata "Ini adalah pereda rasa sakit." Setelah mendapatkan jawaban tersebut, tanpa banyak bicara Alex langsung meninggalkan ruangan dokter Rian. Kalimat dokter Rian berkaitan dengan tulisan yang ada pada kertas yang ada di saku celananya.

"Den," panggil seorang pelayan dari ambang pintu membawa sebuah sapu untuk membersihkan kamar Revano.

"Den Al nyari Den Revano ya?"

"Iya, tapi dia belum pulang. Al Cuma mau pinjem Ipad Revano, mama dimana Bik?" ucap Alex.

"Nyonya sedang keluar membeli vitamin Den," sahut pelayan tersebut.

"Ruang kerja papa dikunci?"

"Tidak Den," sahut pelayan tersebut.

"Terimakasih Bik." Alex meninggalkan kamar Revano dan pergi ke ruang kerja Levin.

Setelah sampai diruang kerja Levin, Alex langsung mencari sesuatu yang mungkin menjadi petunjuk untuknya. Setelah beberapa menit mencari, Alex menemukan sebuah amplop yang berisikan kop rumah sakit. Alex memejamkan mata seraya mengatur nafasnya, dadanya bergemuruh dengan tangan yang sedikit gemetar. Rasa takut mulai menghantui pikirannya. Perlahan Alex mengeluarkan isi map tersebut hingga matanya menangkap sebuah nama yang ia kenal. "Revano Lionard Alatas" Dengan tangan yang bergetar, Alex melanjutkan membaca isi dari surat tersebut.

"Gak... ini gak mungkin," ucap Alex sambil menggelengkan kepalanya. Alex pergi ke kamarnya, membanting pintu dengan kasar kemudian mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.

AlReGa [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang