52

1.6K 210 39
                                    

Brrrmm!

Suara motor menggema di depan gedung kosong tempat dimana Orion sering berkumpul. Sesuai janjinya Alex datang ke markas Orion untuk menemui Darwin. Saat Alex turun dari motornya, seluruh anggota Orion keluar dan langsung menghadangnya. Alex berdecih melihat reaksi mereka karena kedatangannya, tidak ada bedanya dan masih tetap merasa terintimidasi dengan kedatangannya ke markas tersebut. Orion selalu waspada dengan Alex karena Alex selalu saja memberi kesan yang tidak terlupakan jika datang langsung ke markas mereka.

“Gue cari Darwin, bukan buat salah satu dari kalian patah tulang.” Alex to the point dengan maksud kedatangannya.

“Darwin gak ada disini, dia lagi ngurus sepupunya yang buta.” Salah satu dari anak Orion menyahut dengan nada mengejek membuat Alex menatapnya tajam.

“Perlu gue sekolahin tu mulut, ngebacot seenak jidat.” ucap Alex.

“Biar gue yang nyekolahin,” sahut Darwin yang sudah sejak kapan berada di belakang Alex.

Alex menoleh kemudian berbalik menatap Darwin. “Gue gak suka basa-basi, Revano mau lo dateng temuin dia.”

“Gue gak ada waktu dateng ke rumah sakit,” ucap Darwin.

“Artinya lo mau gue yang kirim lo dengan paksa ke IGD, dan lo punya banyak waktu di rumah sakit.”

“Cih! kita yang bakal halangin lo,” ucap salah satu anak Orion.

“Kalian jangan ikut campur, ini urusan gue.” Darwin mengangkat satu tangannya membuat teman-teman Darwin mengurungkan niatnya untuk menyerang Alex.

“Bilang ke saudara lo itu, kalo mau bicara sama gue setidaknya dia menang balapan satu putaran dari gue.”

“Brengsek, lo mau dia mati kecelakaan?!”

“Kalo gak bisa, jangan harap bisa bicara sama gue.” Darwin membalikkan badannya meninggalkan Alex yang sedang menatapnya tajam.

“Semoga lo ngerti maksud gue Re, gue harap lo sembuh.” batin Darwin.

***
Di sebuah ruang besuk, terlihat sebuah keluarga yang sedang menunggu. Tidak lama, pasangan dengan seragam tahanan datang bersama diantar oleh dua orang polisi. Amora dan Denis menatap mereka dengan tatapan yang sulit di artikan, namun tatapan Amora berubah sendu saat matanya beralih pada putrinya. Levin dan Rosa mengajak Anjani membesuk orang tuanya untuk pertama kali setelah kejadian yang menimpanya beberapa waktu lalu.

“Kalian memang tidak pandai bersandiwara, tetap memperlihatkan kemarahan dan kebencian. Apa kalian tidak merasa lelah?” ucap Levin.

“Jangan coba mengajari kami,” ucap Denis.

“Pa, jangan kasar dengan mereka.” Anjani mencoba meraih tangan orang tuanya.

“Sayang, jangan membela mereka. Kamu tahu kan mereka itu penyebab..”

“Hentikan ma, jangan ngomong kaya gitu. Mereka adalah orang baik, mereka jaga dan rawat aku juga saudara kembar aku.”

“Apa maksud kamu Anjani?”

Amora dan Denis terkejut mendengar pernyataan yang keluar dari bibir putrinya. Amora menatap Levin meminta penjelasan  namun yang ditatap hanya tersenyum sambil menyerahkan sebuah map coklat kepadanya. Tanpa pikir panjang, Amora mengambil map tersebut dan langsung dibukanya. Amora sangat terkejut melihat isi dari selembar kertas yang ada di tangannya, ia membekap mulutnya dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Melihat reaksi Amora yang seperti itu, Denis merebut kertas yang ada di tangan Amora. Reaksi Denis tak kalah terkejut dengan Amora namun Denis bangkit dari tempatnya kemudian mencengkram kerah kemeja yang di kenakan oleh Levin.

AlReGa [END]√Where stories live. Discover now