Extra Part

1.7K 174 26
                                    

Tidak ada yang abadi di dunia ini, semua pasti memiliki akhir dan kisahnya masing-masing.

~~~
Di ruangan dengan tema monokrom serta aroma parfume yang khas dari ruangan ini sungguh membuat siapapun betah berlama-lama ada di tempat ini. Aroma coklat mint yang sangat disukai oleh sipemilik ruangan. Alex mengedarkan pandangannya ke segala sudut ruangan, menelusuri seisi ruangan dengan ingatan-ingatan dari masalalu yang terus berputar di kepalanya. Ingatan sewaktu kecil hingga sekarang membuat bibirnya menyunggingkan sebuah garis lengkung, meski sangat tipis namun bermakna. Kakinya berjalan mengitari ruangan dengan tangan yang ikut menyentuh tiap barang yang tertata rapi di ruangan ini. “Tetap bersih dan rapi, karena lo paling benci sama yang namanya kotor dan berantakan,” gumamnya.

Saat pandangannya jatuh pada sebuah bingkai foto di atas nakas disamping ranjang tidur, tangannya mengambil bingkai itu kemudian duduk di tepi ranjang. Orang-orang di dalam foto itu terlihat sangat bahagia, membuat Alex tersenyum getir.

Alex merasa sangat lelah, dan memilih untuk berbaring sebentar. Alex tidak tidur, tubuhnya lelah namun seisi kepalanya tidak ingin beristirahat. Mereka terus bekerja hingga membuat kepalanya serasa akan meledak, tapi kondisi hatinya lebih buruk dari itu. Alex merasa dunianya sudah hancur karena sudah di porak-porandakan oleh yang namanya takdir. Meskipun begitu, Alex harus menerima kenyataan ini dengan hati yang lapang. Sedikit lagi, hanya kurang 1 bangau kertas untuk mencapai seribu bangau kertas. Harapan itu dipatahkan begitu saja tanpa ada sedikit pengecualian. Dan terjadi secara tiba-tiba pada saat semuanya terlihat baik-baik saja. Alex memejamkan matanya, memeluk bingkai foto yang berisikan foto dirinya bersama kedua saudaranya. Saat matanya terpejam semua ingatan tentang mereka berputar secara acak.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuat Alex membuka matanya, seorang pelayan memanggil dari luar ruangan sambil mengetuk pintu. Alex bangkit untuk membuka pintu.

“Maaf den, semuanya sudah menunggu di ruang keluarga.” Alex mengernyit mendengarnya.

“Tuan hanya meminta saya untuk memanggil den Al.” Alex mengangguk kemudian pergi menuju ruang keluarga. Sesampainya disana, Levin menoleh kemudian tersenyum sambil mengangguk kecil.

“Om Rian, om Dava, kalian juga disini?” Alex duduk di sebelah Levin.

“Om Dava yang minta kita berkumpul,” ucap Galih.

“Maaf karena saya mengejutkan kalian, tapi ini adalah hal terakhir yang saya lakukan untuk Revano.” jelas Dava.

“Saya ingin memberikan USB ini kepada kalian, titipan dari Revano sehari sebelum kondisinya drop.” Levin mengambilnya dari Dava untuk memutar isi dari USB tersebut.

“Saya tidak pernah membuka isi dari USB ini, Revano hanya meminta saya untuk mengumpulkan kalian semua sebelum USB ini saya serahkan setelah Revano meninggal.”

“Hhmm.” suara dehaman itu membuat semua orang terpaku pada layar besar yang ada di hadapan mereka. Setelah berdeham, Revano menyunggingkan senyuman.

“Sial... kenapa jadi gugup gini.” Revano menggaruk kepalanya karena gugup.

“Gak pro nih sama hal kaya begini, maklum baru pertama kali mau ngomong banyak depan kamera.” Revano memperlihatkan deretan giginya.

“Oke, hello dad... mom. I miss you.”

“Ck, gak cocok. Ulang deh,” Revano terkekeh dengan tingkahnya sendiri.

“Emang kalo udah kaku ya kaku aja, kaya kanebo kering.” Semua yang ada disana hanya terkekeh mendengar kalimat yang di ucapkan Revano pada dirinya sendiri.

AlReGa [END]√Where stories live. Discover now