23

3.4K 347 58
                                    

Ditengah teriknya matahari, sebuah motor sport berwarna putih melaju pelan di jalanan yang tidak begitu padat oleh kendaraan. Pengendaranya masih mengenakan seragam sekolahnya. Dengan mata yang terus melihat ke segala arah sambil berbicara dengan seseorang di seberang telepon.

Sudah beberapa hari ia melakukan hal yang sama, setelah pulang sekolah ia memilih untuk tidak pulang kerumah terlebih dahulu melainkan mengelilingi jalanan dan pergi ke tempat-tempat yang kemungkinan di datangi oleh seseorang yang membuatnya khawatir yaitu Revano. Alex selalu berusaha mencari Revano dengan segala cara, bahkan ia sempat bolos sekolah untuk mencari Revano dan mendatangi markas Darwin. Galih juga melakukan hal yang sama, mereka berdua saling bergantian menjaga sang mama dan mencari Revano.

“Kemana lagi gue harus cari lo Re?” ucap Alex dalam hati. Ia terus mengumpat kesal karena Revano belum juga memberi kabar.

“Lo sebenarnya kemana sih Re.. apa lo hilang kaya gini karena lo mau terima tantangan dari Darwin secara diam-diam?”

“Tapi Darwin bilang lo gak ada hubungin dia.”

“Apa lo ada masalah lain Re.. atau mawar hitam....”

“Nggak.. nggak... Al lo harus tenang, Revano pasti baik-baik aja.” Alex menambah kecepatan motornya dan pergi ke tempat-tempat yang belum ia datangi untuk mencari Revano.

***

Masih di tempat yang sama, posisi yang sama dan aroma yang sama. Ruang rawat VVIP yang dihuni oleh pangeran tidur selama hampir sepuluh hari ditemani suara mesin pendeteksi jantung. Revano masih betah dengan tidurnya, tanda-tanda  bahwa ia akan bangun sama sekali tidak ia tunjukkan selain mata yang terpejam itu mengeluarkan air mata tadi pagi saat Levin menyapanya. Setiap pagi, Levin selalu menyapanya dengan ucapan selamat pagi. Dan tadi pagi Revano meresponnya, tapi dokter Rian masih tidak bisa memastikan kapan Revano akan bangun dari tidurnya.

Di samping ranjang Revano, terlihat Levin tengah tertidur pulas dengan posisi duduk dan menenggelamkan wajahnya sambil menggenggam tangan Revano. Sampai saat ini ia masih berpura-pura berada di Jepang demi bisa menemani Revano setiap saat, ia masih belum sanggup mengatakan yang sebenarnya kepada Rosa dan kedua putranya bagaimana kondisi Revano.

Saat Levin tengah tertidur, jari-jari Revano terlihat bergerak dan mata yang selama ini terpejam itu akhirnya bergerak. Kedua mata Revano perlahan terbuka, Revano mengerjapkan matanya karena silau dengan cahaya. Setelah matanya terbuka sempurna, yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit dan tembok ruangan yang bernuansa putih dengan suara mesin pendeteksi jantung. Tangannya perlahan bergerak dan menyentuh masker oksigen yang bertengger di hidungnya. “Rumah sakit,” gumamnya dalam hati.

Revano merasakan tangan sebelah kirinya terasa berat ia menoleh secara perlahan, hal yang ia lihat adalah wajah lelah sang ayah yang tengah tertidur. Tangan Revano bergerak ingin menyentuh sang ayah tapi terhenti karena ia tidak ingin mengusik tidur sang ayah. Revano memilih memandangi wajahnya saja namun beberapa saat kemudian Levin membuka matanya dan mengerjap-ngerjapkannya. Saat mata Levin sudah terbuka sempurna, Levin terkejut saat mata elangnya bertemu dengan mata coklat yang selama ini ia rindukan.

Levin beranjak dari posisinya sambil menepuk-nepuk pipinya.

“Apa aku sedang bermimpi?” gumamnya. Levin merasa apa yang ia lihat saat ini adalah mimpi. Ia menatap wajah pucat itu dengan tatapan tak percaya.

Son...” Revano hanya melemperkan senyum kepadanya.

“Kamu sudah bangun?” Levin terlihat bahagia melihat putra kesayangannya bangun dari tidurnya.

Dad...” Levin lebih mendekat saat mendengar suara purau Revano.

“Hmm... Apa yang kamu rasakan? Apa ada yang sakit?” ucap Levin lembut. Revano hanya menggelengkan kepalanya. Tubuhnya terasa lelah dan lemas seperti habis melakukan aktivitas berat padahal ia hanya tertidur saja.

AlReGa [END]√Where stories live. Discover now